Terasing seorang diri, ia pergi ke Ta'if,2 dengan tiada orang
yang mengetahuinya. Ia pergi ingin mendapatkan dukungan dan
suaka dari Thaqif terhadap masyarakatnya sendiri, dengan
harapan merekapun akan dapat menerima Islam. Tetapi ternyata
mereka juga menolaknya secara kejam sekali. Kalaupun sudah
begitu, ia masih mengharapkan mereka jangan memberitahukan
kedatangannya minta pertolongan itu, supaya jangan ia disoraki
oleh masyarakatnya sendiri. Tetapi permintaannya itupun tidak
didengar. Bahkan mereka menghasut orang-orang pandir agar
bersorak-sorai dan memakinya.
Ia pergi lagi dari sana, berlindung pada sebuah kebun
kepunyaan 'Utba dan Syaiba anak-anak Rabi'a. Orang-orang yang
pandir itu kembali pulang. Ia lalu duduk di bawah naungan
pohon anggur. Ketika itu keluarga Rabi'a sedang
memperhatikannya dan melihat pula kemalangan yang dideritanya.
Sesudah agak reda, ia mengangkat kepala menengadah ke atas, ia
hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat
mengharukan:
"Allahumma yang Allah, kepadaMu juga aku mengadukan
kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di
hadapan manusia. O Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang.
Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku.
Kepada siapa hendak Kauserahkan daku? Kepada orang yang
jauhkah yang berwajah muram kepadaku, atau kepada musuh yang
akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku,
aku tidak peduli, sebab sungguh luas kenikmatan yang
Kaulimpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang
menyinari kegelapan, dan karenanya membawakan kebaikan bagi
dunia dan akhirat - daripada kemurkaanMu yang akan Kautimpakan
kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan
pada-Mu. Dan tiada daya upaya selain dengan Engkau juga."3
Dalam memperhatikan keadaan itu hati kedua orang anak Rabi'a
itu merasa tersentak. Mereka merasa iba dan kasihan melihat
nasib buruk yang dialaminya itu. Budak mereka, seorang
beragama Nasrani bernama 'Addas, diutus kepadanya membawakan
buah anggur dari kebun itu. Sambil meletakkan tangan di atas
buah-buahan itu Muhammad berkata: "Bismillah!" Lalu buah itu
dimakannya.
'Addas memandangnya keheranan.
"Kata-kata ini tak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini,"
kata 'Addas.
Lalu Muhammad menanyakan negeri asal dan agama orang itu.
Setelah diketahui bahwa orang tersebut beragama Nasrani dari
Nineveh, katanya:
"Dari negeri orang baik-baik, Yunus anak Matta."
"Dari mana tuan kenal nama Yunus anak Matta!" tanya 'Addas.
"Dia saudaraku. Dia seorang nabi, dan aku juga Nabi," jawab
Muhammad.
Saat itu 'Addas lalu membungkuk mencium kepala, tangan dan
kaki Muhammad. Sudah tentu kejadian ini menimbulkan keheranan
keluarga Rabi'a yang melihatnya. Sungguhpun begitu mereka
tidak sampai akan meninggalkan kepercayaan mereka. Dan tatkala
'Addas sudah kembali mereka berkata:
"'Addas, jangan sampai orang itu memalingkan kau dari agamamu,
yang masih lebih baik daripada agamanya."
Gangguan orang yang pernah dialami Muhammad seolah dapat
meringankan perbuatan buruk yang dilakukan Thaqif itu,
meskipun mereka tetap kaku tidak mau mengikutinya. Keadaan itu
sudah diketahui pula oleh Quraisy sehingga gangguan mereka
kepada Muhammad makin menjadi-jadi. Tetapi hal ini tidak
mengurangi kemauan Muhammad menyampaikan dakwah Islam. Kepada
kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah, itu ia memperkenalkan
diri, mengajak mereka mengenal arti kebenaran.
Diberitahukannya kepada mereka, bahwa ia adalah Nabi yang
diutus, dan dimintanya mereka mempercayainya.
Namun sungguhpun begitu, Abu Lahab pamannya tidak
membiarkannya, bahkan dibuntutinya ke mana ia pergi.
Dihasutnya orang supaya jangan mau mendengarkan.
Muhammad sendiri tidak cukup hanya memperkenalkan diri kepada
kabilah-kabilah Arab pada musim ziarah di Mekah saja, bahkan
ia mendatangi Banu Kinda4 ke rumah-rumah mereka, mendatangi
Banu Kalb,5 juga ke rumah-rumah mereka, Banu Hanifa6 dan Banu
'Amir bin Sha'sha'a.7 Tapi tak seorangpun dari mereka yang mau
mendengarkan. Banu Hanifa bahkan menolak dengan cara yang
buruk sekali. Sedang Banu 'Amir menunjukkan ambisinya, bahwa
kalau Muhammad mendapat kemenangan, maka sebagai penggantinya,
segala persoalan nanti harus berada di tangan mereka. Tetapi
setelah dijawab, bahwa masalah itu berada di tangan Tuhan,
merekapun lalu membuang muka dan menolaknya seperti yang
lain-lain.
Adakah kegigihan kabilah-kabilah yang mengadakan oposisi
terhadap Muhammad itu karena sebab-sebab yang sama seperti
yang dilakukan oleh Quraisy? Kita sudah melihat, bahwa Banu
'Amir ini mempunyai ambisi ingin memegang kekuasaan bila
bersama-sama mereka nanti ia mendapat kemenangan. Sebaliknya
kabilah Thaqif pandangannya lain lagi. Ta'if di samping
sebagai tempat musim panas bagi penduduk Mekah karena udaranya
yang sejuk dan buah anggurnya yang manis-manis, juga kota ini
merupakan pusat tempat penyembahan Lat. Ke tempat itu orang
berziarah dan menyembah berhala. Kalau Thaqif ini sampai
menjadi pengikut Muhammad, maka kedudukan Lat akan hilang.
Permusuhan mereka dengan Quraisypun akan timbul, yang sudah
tentu akibatnya akan mempengaruhi perekonomian mereka pada
musim dingin. Begitu juga halnya dengan yang lain, setiap
kabilah mempunyai penyakit sendiri yang disebabkan oleh
keadaan perekonomian setempat. Dalam menentang Islam itu,
pengaruh ini lebih besar terhadap mereka daripada pengaruh
kepercayaan mereka dan kepercayaan nenek-moyang mereka,
termasuk penyembahan berhala-berhala.
Makin besar oposisi yang dilakukan kabilah-kabilah itu,
Muhammad makin mau menyendiri. Makin gigih pihak Quraisy
melakukan gangguan kepada sahabat-sahabatnya, makin pula ia
merasakan pedihnya.
Masa berkabung terhadap Khadijah itupun sudah pula berlalu.
Terpikir olehnya akan beristeri, kalau-kalau isterinya itu
kelak akan dapat juga menghiburnya, dapat mengobati luka dalam
hatinya, seperti dilakukan Khadijah dulu. Tetapi dalam hal ini
ia melihat pertaliannya dengan orang-orang Islam yang
mula-mula itu harus makin dekat dan perlu dipererat lagi. Itu
sebabnya ia segera melamar puteri Abu Bakr, Aisyah. Oleh
karena waktu itu ia masih gadis kecil yang baru berusia tujuh
tahun, maka yang sudah dilangsungkan baru akad nikah, sedang
perkawinan berlangsung dua tahun kemudian, ketika usianya
mencapai sembilan tahun.
Sementara itu ia kawin pula dengan Sauda, seorang janda yang
suaminya pernah ikut mengungsi ke Abisinia dan kemudian
meninggal setelah kembali ke Mekah. Saya rasa pembacapun akan
dapat menangkap arti kedua ikatan ini. Arti pertalian
perkawinan dan semenda yang dilakukan oleh Muhammad itu, nanti
akan lebih jelas.
Pada masa itulah Isra' dan Mi'raj terjadi. Malam itu Muhammad
sedang berada di rumah saudara sepupunya, Hindun puteri Abu
Talib yang mendapat nama panggilan Umm Hani'. Ketika itu
Hindun mengatakan:
"Malam itu Rasulullah bermalam di rumah saya. Selesai salat
akhir malam, ia tidur dan kamipun tidur. Pada waktu sebelum
fajar Rasulullah sudah membangunkan kami. Sesudah melakukan
ibadat pagi bersama-sama kami, ia berkata: 'Umm Hani', saya
sudah salat akhir malam bersama kamu sekalian seperti yang
kaulihat di lembah ini. Kemudian saya ke Bait'l-Maqdis
(Yerusalem) dan bersembahyang di sana. Sekarang saya
sembahyang siang bersama-sama kamu seperti kaulihat."
Kataku: "Rasulullah, janganlah menceritakan ini kepada orang
lain. Orang akan mendustakan dan mengganggumu lagi!"
"Tapi harus saya ceritakan kepada mereka," jawabnya.
Orang yang mengatakan, bahwa Isra' dan Mi'raj Muhammad
'alaihissalam dengan ruh itu berpegang kepada keterangan Umm
Hani' ini, dan juga kepada yang pernah dikatakan oleh Aisyah:
"Jasad Rasulullah s.a.w. tidak hilang, tetapi Allah menjadikan
isra'8 itu dengan ruhnya." Juga Mu'awiya b. Abi Sufyan ketika
ditanya tentang isra' Rasul menyatakan: Itu adalah mimpi yang
benar dari Tuhan. Di samping semua itu orang berpegang kepada
firman Tuhan: "Tidak lain mimpi yang Kami perlihatkan kepadamu
adalah sebagai ujian bagi manusia." (Qur'an, 17:60)
Sebaliknya orang yang berpendapat, bahwa isra' dari Mekah ke
Bait'l-Maqdis itu dengan jasad, landasannya ialah apa yang
pernah dikatakan oleh Muhammad, bahwa dalam isra' itu ia
berada di pedalaman, seperti yang akan disebutkan ceritanya
nanti. Sedang mi'raj ke langit adalah dengan ruh. Disamping
mereka itu ada lagi pendapat bahwa isra' dan mi'raj itu
keduanya dengan jasad. Polemik sekitar perbedaan pendapat ini
di kalangan ahli-ahli iImu kalam banyak sekali dan ribuan pula
tulisan-tulisan sudah dikemukakan orang. Sekitar arti isra'
ini kami sendiri sudah mempunyai pendapat yang ingin kami
kemukakan juga. Kita belum mengetahui, sudah adakah orang yang
mengemukakannya sebelum kita, atau belum. Tetapi, sebelum
pendapat ini kita kemukakan - dan supaya dapat kita kemukakan
- perlu sekali kita menyampaikan kisah isra, dan mi'raj ini
seperti yang terdapat dalam buku-buku sejarah hidup Nabi.
Dengan indah sekali Dermenghem melukiskan kisah ini yang
disarikannya dari pelbagai buku sejarah hidup Nabi, yang
terjemahannya sebagai berikut:
"Pada tengah malam yang sunyi dan hening, burung-burung
malampun diam membisu, binatang-binatang buas sudah berdiam
diri, gemercik air dan siulan angin juga sudah tak terdengar
lagi, ketika itu Muhammad terbangun oleh suara yang
memanggilnya: "Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" Dan
bila ia bangun, dihadapannya sudah berdiri Malaikat Jibril
dengan wajah yang putih berseri dan berkilauan seperti salju,
melepaskan rambutnya yang pirang terurai, dengan mengenakan
pakaian berumbaikan mutiara dan emas. Dan dari sekelilingnya
sayap-sayap yang beraneka warna bergeleparan. Tangannya
memegang seekor hewan yang ajaib, yaitu buraq yang bersayap
seperti sayap garuda. Hewan itu membungkuk di hadapan Rasul,
dan Rasulpun naik.
"Maka meluncurlah buraq itu seperti anak panah membubung di
atas pegunungan Mekah, di atas pasir-pasir sahara menuju arah
ke utara. Dalam perjalanan itu ia ditemani oleh malaikat. Lalu
berhenti di gunung Sinai di tempat Tuhan berbicara dengan
Musa. Kemudian berhenti lagi di Bethlehem tempat Isa
dilahirkan. Sesudah itu kemudian meluncur di udara.
"Sementara itu ada suara-suara misterius mencoba menghentikan
Nabi, orang yang begitu ikhlas menjalankan risalahnya. Ia
melihat, bahwa hanya Tuhanlah yang dapat menghentikan hewan
itu di mana saja dikehendakiNya.
"Seterusnya mereka sampai ke Bait'l-Maqdis. Muhammad
mengikatkan hewan kendaraannya itu. Di puing-puing kuil
Sulaiman ia bersembahyang bersama-sama Ibrahim, Musa dan Isa.
Kemudian dibawakan tangga, yang lalu dipancangkan diatas batu
Ya'qub. Dengan tangga itu Muhammad cepat-cepat naik ke langit.
"Langit pertama terbuat dari perak murni dengan
bintang-bintang yang digantungkan dengan rantai-rantai emas.
Tiap langit itu dijaga oleh malaikat, supaya jangan ada
setan-setan yang bisa naik ke atas atau akan ada jin yang akan
mendengarkan rahasia-rahasia langit. Di langit inilah Muhammad
memberi hormat kepada Adam. Di tempat ini pula semua makhluk
memuja dan memuji Tuhan. Pada keenam langit berikutnya
Muhammad bertemu dengan Nuh, Harun, Musa, Ibrahim, Daud,
Sulaiman, Idris, Yahya dan Isa. Juga di tempat itu ia melihat
Malaikat maut Izrail, yang karena besarnya jarak antara kedua
matanya adalah sejauh tujuh ribu hari perjalanan. Dan karena
kekuasaanNya, maka yang berada di bawah perintahnya adalah
seratus ribu kelompok. Ia sedang mencatat nama-nama mereka
yang lahir dan mereka yang mati, dalam sebuah buku besar. Ia
melihat juga Malaikat Airmata, yang menangis karena dosa-dosa
orang, Malaikat Dendam yang berwajah tembaga yang menguasai
anasir api dan sedang duduk di atas singgasana dari nyala api.
Dan dilihatnya juga ada malaikat yang besar luar biasa, separo
dari api dan separo lagi dari salju, dikelilingi oleh
malaikat-malaikat yang merupakan kelompok yang tiada hentinya
menyebut-nyebut nama Tuhan: O Tuhan, Engkau telah menyatukan
salju dengan api, telah menyatukan semua hambaMu setia menurut
ketentuan Mu.
"Langit ketujuh adalah tempat orang-orang yang adil, dengan
malaikat yang lebih besar dari bumi ini seluruhnya. Ia
mempunyai tujuhpuluh ribu kepala, tiap kepala tujuhpuluh ribu
mulut, tiap mulut tujuhpuluh ribu lidah, tiap lidah dapat
berbicara dalam tujuh puluh ribu bahasa, tiap bahasa dengan
tujuhpuluh ribu dialek. Semua itu memuja dan memuji serta
mengkuduskan Tuhan.
"Sementara ia sedang merenungkan makhluk-makhluk ajaib itu,
tiba-tiba ia membubung lagi sampai di Sidrat'l-Muntaha yang
terletak di sebelah kanan 'Arsy, menaungi berjuta-juta ruh
malaikat. Sesudah melangkah, tidak sampai sekejap matapun ia
sudah menyeberangi lautan-lautan yang begitu luas dan
daerah-daerah cahaya yang terang-benderang, lalu bagian yang
gelap gulita disertai berjuta juta tabir kegelapan, api, air,
udara dan angkasa. Tiap macam dipisahkan oleh jarak 500 tahun
perjalanan. Ia melintasi tabir-tabir keindahan, kesempurnaan,
rahasia, keagungan dan kesatuan. Dibalik itu terdapat
tujuhpuluh ribu kelompok malaikat yang bersujud tidak bergerak
dan tidak pula diperkenankan meninggalkan tempat.
"Kemudian terasa lagi ia membubung ke atas ke tempat Yang Maha
Tinggi. Terpesona sekali ia. Tiba-tiba bumi dan langit menjadi
satu, hampir-hampir tak dapat lagi ia melihatnya, seolah-olah
sudah hilang tertelan. Keduanya tampak hanya sebesar
biji-bijian di tengah-tengah ladang yang membentang luas.
"Begitu seharusnya manusia itu, di hadapan Raja semesta alam.
"Kemudian lagi ia sudah berada di hadapan 'Arsy, sudah dekat
sekali. Ia sudah dapat melihat Tuhan dengan persepsinya, dan
melihat segalanya yang tidak dapat dilukiskan dengan lidah, di
luar jangkauan otak manusia akan dapat menangkapnya. Maha
Agung Tuhan mengulurkan sebelah tanganNya di dada Muhammad dan
yang sebelah lagi di bahunya. Ketika itu Nabi merasakan
kesejukan di tulang punggungnya. Kemudian rasa tenang, damai,
lalu fana ke dalam Diri Tuhan yang terasa membawa kenikmatan.
"Sesudah berbicara... Tuhan memerintahkan hambaNya itu supaya
setiap Muslim setiap hari sembahyang limapuluh kali. Begitu
Muhammad kembali turun dari langit, ia bertemu dengan Musa.
Musa berkata kepadanya:
"Bagaimana kauharapkan pengikut-pengikutmu akan dapat
melakukan salat limapuluh kali tiap hari? Sebelum engkau aku
sudah punya pengalaman, sudah kucoba terhadap anak-anak Israil
sejauh yang dapat kulakukan. Percayalah dan kembali kepada
Tuhan, minta supaya dikurangi jumlah sembahyang itu.
"Muhammadpun kembali. Jumlah sembahyang juga lalu dikurangi
menjadi empatpuluh. Tetapi Musa menganggap itu masih di luar
kemampuan orang. Disuruhnya lagi Nabi penggantinya itu
berkali-kali kembali kepada Tuhan sehingga berakhir dengan
ketentuan yang lima kali.
"Sekarang Jibril membawa Nabi mengunjungi surga yang sudah
disediakan sesudah hari kebangkitan, bagi mereka yang teguh
iman. Kemudian Muhammad kembali dengan tangga itu ke bumi.
Buraqpun dilepaskan. Lalu ia kembali dari Bait'l-Maqdis ke
Mekah naik hewan bersayap."
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah