Sabtu, 18 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (15)

Diposting oleh Rahmi Andriyani Syam di 06.09
Apabila iman itu merupakan landasan  yang  paling  kuat,  yang
akan  membuat  segalanya  di  hadapan  kita menjadi kecil, dan
untuk itu dengan segala senang hati orang  mengorbankan  harta
bendanya,  kesenangan, kebebasan dan seluruh hidupnya, apabila
penganiayaan itu dengan sendirinya akan membuat iman seseorang
bertambah   dalam,  maka  penganiayaan  dan  pengorbanan  yang
terus-menerus itu  bagi  seorang  mukmin  akan  membuatnya  ia
merenungkan  lebih  dalam  lagi,  akan memberinya ruangan yang
lebih luas serta pengertian tentang kebenaran yang lebih dalam
dan   kuat.   Dahulu   Muhammad   pernah  menganjurkan  kepada
pengikut-pengikutnya  supaya  mereka  mengungsi  ke   Abisinia
daerah Kristen, karena di situ ada kebenaran, ada seorang raja
yang adil. Maka akan lebih baiklah bila sekarang kaum Muslimin
itu  mengungsi ke Yathrib, dapat saling memperkuat diri dengan
sahabat-sahabat  kaum   Muslimin   di   sana,   dapat   saling
tolong-menolong  dalam  menahan  bahaya  yang  mungkin menimpa
mereka. Dengan begitu mereka  akan  mendapat  kebebasan  dalam
merenungkan  agama serta berterang-terang pula guna mengangkat
martabat mereka, sebagai jaminan suksesnya dakwah  agama  ini,
suatu  dakwah  yang tidak mengenal paksaan, melainkan dasarnya
adalah kasih-sayang, dapat  meyakinkan  dan  bertukar  pikiran
dengan cara yang baik.

Tahun ini - 622 M - jemaah haji dari Yathrib praktis jumlahnya
banyak sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang,  tujuhpuluh
tiga  pria  dan  dua wanita. Mengetahui kedatangan mereka ini,
terpikir oleh Muhammad akan mengadakan suatu ikrar lagi, tidak
terbatas  hanya  pada  seruan kepada Islam seperti selama ini,
yang selama tigabelas tahun  ini  terus-menerus  dilakukannya,
dengan  lemah-lembut,  dengan  segala  kesabaran  menang  gung
pelbagai macam pengorbanan  dan  kesakitan  -  melainkan  kini
lebih  jauh  lagi  dari itu. Ikrar itu hendaknya menjadi suatu
pakta persekutuan, yang dengan demikian  kaum  Muslimin  dapat
mempertahankan  diri: pukulan dibalas dengan pukulan, serangan
dengan serangan. Muhammad lalu  mengadakan  pertemuan  rahasia
dengan pemimpin-pemimpin mereka.

Setelah ada kesediaan mereka, dijanjikannya pertemuan itu akan
diadakan di 'Aqaba pada tengah malam pada hari-hari  Tasyriq.3
Peristiwa  ini  oleh  Muslimin Yathrib tetap dirahasiakan dari
kaum musyrik yang datang bersama-sama mereka. Menunggu  sampai
lewat  sepertiga  malam  dari janji mereka dengan Nabi, mereka
keluar  meninggalkan  kemah,  pergi  mengendap-endap   seperti
burung  ayam-ayam, sembunyi-sembunyi jangan sampai rahasia itu
terbongkar.

Sesampai mereka  di  gunung  'Aqaba,  mereka  semua  memanjati
lereng-lereng gunung tersebut, demikian juga kedua wanita itu.
Mereka tinggal di tempat ini menunggu kedatangan Rasul.

Kemudian Muhammad  pun  datang,  bersama  pamannya  'Abbas  b.
Abd'l-Muttalib   -   yang   pada   waktu  itu  masih  menganut
kepercayaan golongannya sendiri. Akan tetapi sejak sebelum itu
ia  sudah  mengetahui  dari kemenakannya ini akan adanya suatu
pakta persekutuan; dan adakalanya hal ini dapat  mengakibatkan
perang. Disebutkan juga, bahwa dia sudah mengadakan perjanjian
dengan Keluarga Muttalib dan Keluarga Hasyim untuk  melindungi
Muhammad.  Maka  dimintanya  ketegasan  kemanakannya  itu  dan
ketegasan golongannya  sendiri,  supaya  jangan  kelak  timbul
bencana   yang  akan  menimpa  Keluarga  Hasyim  dan  Keluarga
Muttalib, dan dengan demikian berarti orang-orang Yathrib  itu
akan  kehilangan  pembela. Atas dasar itulah, maka 'Abbas yang
pertama kali bicara.

"Saudara-saudara dari Khazraj!" kata 'Abbas. "Posisi  Muhammad
di  tengah-tengah kami sudah sama-sama tuan-tuan ketahui. Kami
dan mereka yang sepaham dengan kami telah  melindunginya  dari
gangguan  masyarakat  kami  sendiri.  Dia  adalah  orang  yang
terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan  di
negerinya sendiri. Tetapi dia ingin bergabung dengan tuan-tuan
juga. Jadi kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati  janji
seperti   yang  tuan-tuan  berikan  kepadanya  itu  dan  dapat
melindunginya dari mereka yang menentangnya,  maka  silakanlah
tuan-tuan   laksanakan.  Akan  tetapi,  kalau  tuan-tuan  akan
menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada  di
tempat  tuan-tuan,  maka  dari  sekarang lebih baik tinggalkan
sajalah."

Setelah mendengar keterangan 'Abbas  pihak  Yathrib  menjawab:
"Sudah  kami  dengar  apa  yang tuan katakan. Sekarang silakan
Rasulullah bicara. Kemukakanlah  apa  yang  tuan  senangi  dan
disenangi Tuhan."

Setelah  membacakan  ayat-ayat  Qur'an  dan  memberi  semangat
Islam, Muhammad menjawab:

"Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya seperti  membela
isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri."

Ketika  itu  Al-Bara'  b.  Ma'rur  hadir. Dia seorang pemimpin
masyarakat dan yang  tertua  di  antara  mereka.  Sejak  ikrar
'Aqaba pertama ia sudah Islam, dan menjalankan semua kewajiban
agama, kecuali dalam sembahyang ia berkiblat ke Ka'bah, sedang
Muhammad  dan  seluruh kaum Muslimin waktu itu masih berkiblat
ke  al-Masjid'l-Aqsha.  Oleh  karena  ia  berselisih  pendapat
dengan  masyarakatnya  sendiri,  begitu mereka sampai di Mekah
segera  mereka  minta  pertimbangan  Nabi.  Muhammad  melarang
Al-Bara' berkiblat ke Ka'bah.

Setelah  tadi  Muhammad  minta  kepada Muslimin Yathrib supaya
membelanya seperti mereka membela isteri dan anak-anak  mereka
sendiri,   Al-Bara'   segera   mengulurkan  tangan  menyatakan
ikrarnya seraya berkata:  "Rasulullah,  kami  sudah  berikrar.
Kami  adalah  orang  peperangan  dan ahli bertempur yang sudah
kami warisi dari leluhur kami."

Tetapi  sebelum   Al-Bara'   selesai   bicara,   Abu'l-Haitham
ibn't-Tayyihan datang menyela:

"Rasulullah,  kami  dengan orang-orang itu - yakni orang-orang
Yahudi  -  terikat  oleh  perjanjian,  yang  sudah  akan  kami
putuskan. Tetapi apa jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak
Tuhan memberikan kemenangan kepada  tuan,  tuan  akan  kembali
kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami?"

Muhammad  tersenyum,  dan katanya: "Tidak, saya sehidup semati
dengan  tuan-tuan.  Tuan-tuan  adalah  saya  dan  saya  adalah
tuan-tuan.  Saya  akan  memerangi  siapa  saja  yang tuan-tuan
perangi,  dan  saya  akan  berdamai  dengan  siapa  saja  yang
tuan-tuan ajak berdamai."

Tatkala  mereka  siap  akan  mengadakan  ikrar  itu, 'Abbas b.
'Ubada datang menyela dengan mengatakan: "Saudara-saudara dari
Khazraj.  Untuk  apakah  kalian  memberikan ikrar kepada orang
ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia tidak  melakukan  perang
terhadap  yang hitam dan yang merah4 melawan orang-orang itu.5
Kalau tuan-tuan merasa, bahwa jika harta benda tuan-tuan habis
binasa  dan  pemuka-pemuka  tuan-tuan mati terbunuh, tuan-tuan
akan menyerahkan dia (kepada musuh), maka  (lebih  baik)  dari
sekarang tinggalkan saja dia. Kalaupun itu juga yang tuan-tuan
lakukan,  ini  adalah  suatu  perbuatan  hina  dunia  akhirat.
Sebaliknya, bila tuan-tuan memang dapat menepati janji seperti
yang tuan-tuan berikan kepadanya  itu,  sekalipun  harta-benda
tuan-tuan   akan   habis  dan  bangsawan-bangsawan  akan  mati
terbunuh, maka silakan saja tuan-tuan terima dia. Itulah suatu
perbuatan yang baik, dunia akhirat."

Orang ramai itu menjawab:

"Akan   kami   terima,   sekalipun   harta-benda  kami  habis,
bangsawan-bangsawan kami terbunuh. Tetapi,  Rasulullah,  kalau
dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"

"Surga," jawab Muhammad dengan tenang dan pasti.

Mereka  lalu  mengulurkan  tangan  dan  dia juga membentangkan
tangannya. Ketika itu mereka menyatakan ikrar kepadanya.

Selesai ikrar itu, Nabi berkata kepada mereka:

"Pilihkan dua belas orang  pemimpin  dari  kalangan  tuan-tuan
yang akan menjadi penanggung-jawab masyarakatnya."

Mereka lalu memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang
dari Aus. Kemudian kepada pemimpin-pemimpin itu Nabi berkata:

"Tuan-tuan  adalah   penanggung-jawab   masyarakat   tuan-tuan
seperti  pertanggung-jawaban pengikut-pengikut Isa bin Mariam.
Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggungjawab."

Dalam ikrar kedua ini mereka berkata:

"Kami berikrar mendengar dan setia di waktu suka dan duka,  di
waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar
di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapapun
atas jalan Allah ini."

Peristiwa  ini  selesai  pada  tengah  malam  di  celah gunung
'Aqaba, jauh dari masyarakat ramai,  atas  dasar  kepercayaan,
bahwa hanya Allah Yang mengetahui keadaan mereka. Akan tetapi,
begitu peristiwa itu selesai, tiba-tiba mereka  mendengar  ada
suara  berteriak  yang ditujukan kepada Quraisy: "Muhammad dan
orang-orang yang pindah kepercayaan itu sudah  berkumpul  akan
memerangi kamu!"

Suara itu datangnya dari seseorang yang keluar untuk urusannya
sendiri. Mengetahui keadaan mereka itu sedikit dengan  melalui
pendengarannya   yang   selintas,  ia  lalu  bermaksud  hendak
mengacaukan rencana itu dan mau menanamkan  kegelisahan  dalam
hati  mereka,  bahwa  rencana mereka malam itu diketahui. Akan
tetapi pihak Khazraj dan Aus tetap pada janji  mereka.  Bahkan
'Abbas  b.  'Ubada - setelah mendengar suara simata-mata itu -
berkata kepada Muhammad:

"Demi Allah Yang telah mengutus  tuan  atas  dasar  kebenaran,
kalau  sekiranya  tuan sudi, penduduk Mina itu besok akan kami
habiskan dengan pedang kami."

Ketika itu Muhammad menjawab:

"Kami tidak  diperintahkan  untuk  itu.  Kembalilah  ke  kemah
tuan-tuan."

Merekapun  kembali  ke  tempat  mereka  bermalam,  lalu tidur.
Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun.

Akan tetapi pagi itu  juga  Quraisy  sudah  mengetahui  berita
adanya   ikrar   itu.   Mereka   terkejut   sekali.  Pagi  itu
pemuka-pemuka  Quraisy   mendatangi   Khazraj   di   tempatnya
masing-masing.  Mereka  menyesalkan  Khazraj  dan  mengatakan,
bahwa mereka tidak  ingin  berperang  dengan  Khazraj.  Tetapi
kenapa  mau bersekutu dengan Muhammad memerangi mereka. Ketika
itu   juga   orang-orang   musyrik   dari   kalangan   Khazraj
bersumpah-sumpah  bahwa hal semacam itu tidak ada sama sekali.
Sedang Muslimin malah diam  saja  setelah  dilihatnya  Quraisy
lagaknya  akan mempercayai keterangan orang-orang yang seagama
dengan mereka itu.

Sekarang Quraisy kembali tanpa dapat mengiakan atau meniadakan
berita  tersebut. Tetapi mereka terus menyelidiki, kalau-kalau
dapat mengungkapkan keadaan  yang  sebenarnya.  Sementara  itu
orang-orang  Yathrib  sudah  mengangkat  perbekalan mereka dan
kembali menuju negeri mereka sebelum pihak Quraisy  mengetahui
benar apa yang mereka lakukan itu.

Setelah  kemudian  Quraisy mengetahui, bahwa berita itu memang
benar,  mereka  berangkat  mencari  orang-orang  Yathrib  itu.
Tetapi sudah tak ada lagi yang akan dapat mereka jumpai selain
Sa'd b. 'Ubada, yang lalu diambil dan dibawanya ke  Mekah.  Ia
disiksa.   Tetapi  kemudian  Jubair  b.  Mut'im  b.  'Adi  dan
al-Harith b. Umayya datang menolongnya. Dulu orang ini  pernah
menolong  mereka ketika mereka dalam perjalanan perdagangan ke
Syam lewat Yathrib.

Kalau    begitu    kekuatiran    Quraisy     kiranya     tidak
berlebih-lebihan, begitu juga dalam mengejar jejak mereka yang
telah ikrar kepada Muhammad akan memerangi mereka itu.  Mereka
telah  mengenalnya selama tigabelas tahun terus-menerus, sejak
permulaan  kenabiannya.  Mereka  sudah  berusaha   mati-matian
melancarkan  perang  pasif  itu  kepadanya,  dan masing-masing
sudah pula menghadapinya. Mereka mengetahui itu adalah  karena
keyakinannya  kepada  Tuhan, karena teguhnya ia berpegang pada
ajaran yang benar. Ia sudah tak dapat dilunakkan dan tak dapat
pula  dibujuk.  Ia  tak  pernah  gentar  menghadapi  gangguan,
menghadapi siksaan,  menghadapi  pembunuhan.  Sesudah  ia  dan
pengikut-pengikutnya  disakiti dengan pelbagai macam gangguan,
sesudah ia dikepung di  celah-celah  bukit,  seluruh  penduduk
Mekah  diteror  dengan  bermacam-macam ketakutan supaya jangan
jadi pengikutnya, terbayang oleh Quraisy  bahwa  mereka  sudah
hampir  mengalahkannya,  kegiatannya hanya akan terbatas dalam
lingkaran sempit  pengikut-pengikutnya  yang  masih  berpegang
pada  agama  itu  saja.  Dia dan sahabat-sahabatnya tidak lama
lagi sudah akan  jemu  dalam  pengasingan,  dan  akan  kembali
tunduk menyerah di bawah kekuasaan mereka.

Tetapi  sekarang,  dengan  adanya  perjanjian persekutuan baru
ini, pintu harapan akan menang jadi terbuka  didepan  Muhammad
dan  pengikut-pengikutnya.  Setidak-tidaknya harapan kebebasan
menyebarkan  agama,  serta   menyerang   berhala-berhala   dan
penyembah-penyembahnya. Siapa tahu apa yang akan terjadi kelak
terhadap masyarakat  seluruh  jazirah  Arab  itu,  bila  sudah
mendapat  bantuan  Yathrib  berikut  Aus  dan  Khazrajnya, dan
sesudah mendapat perlindungan dari  serangan  musuh,  disertai
adanya  kebebasan melakukan upacara agama serta mengajak pihak
lain turut  bergabung.  Kalau  Quraisy  tidak  dapat  mengikis
gerakan  ini  di tanah tumpah darahnya sendiri maka kekuatiran
mereka pada  hari  kemudiannya  tetap  selalu  membayang,  dan
kemenangan Muhammad terhadap mereka masih tetap menggelisahkan
mereka.

Oleh karena itu sungguh-sungguh  mereka  memikirkan  apa  yang
harus  mereka  lakukan  guna  menggagalkan usaha Muhammad itu,
serta menghancurkan gerakan barunya. Demikian juga dia sendiri
tidak kurang dari Quraisy dalam memikirkan hal ini. Pintu yang
telah dibukakan Tuhan di hadapannya itu ialah pintu kehormatan
bagi  agama  Allah,  pintu  yang akan memberi tempat pada arti
kebenaran. Perjuangan  yang  sekarang  berkecamuk  antara  dia
dengan pihak Quraisy, adalah suatu peristiwa yang paling hebat
terjadi sejak masa kerasulannya, yakni suatu perjuangan  hidup
atau  mati bagi kedua belah pihak. Sudah tentu, kemenangan itu
ada pada pihak yang benar. Keputusannya sudah bulat.  Bolehlah
ia  minta  pertolong  an Tuhan. Biarlah, segala tipu-daya yang
sudah dilakukan  Quraisy  itu  akan  bersifat  lebih  menghina
mereka  sendiri melebihi yang sudah-sudah. Ia akan terus maju,
tapi dengan sikap bijaksana, tenang dan hati-hati.  Masalahnya
adalah   masalah  kecekatan  politik  dan  kecerdikan  seorang
pemimpin yang saksama.

Dimintanya sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum  Anshar  ke
Yathrib.  Hanya saja dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka
terpencar-pencar, supaya jangan sampai  menimbulkan  kepanikan
pihak Quraisy terhadap mereka.

Mulailah kaum Muslimin melakukan hijrah secara sendiri-sendiri
atau kelompok-kelompok kecil.  Akan  tetapi  hal  itu  rupanya
sudah  diketahui  oleh pihak Quraisy. Mereka segera bertindak,
berusaha mengembalikan yang masih dapat  dikembalikan  itu  ke
Mekah untuk kemudian dibujuk supaya kembali kepada kepercayaan
mereka, kalau tidak akan disiksa dan  dianiaya.  Sampai-sampai
tindakan  itu  ialah dengan cara memisahkan suami dari isteri;
kalau si isteri dari pihak Quraisy ia tidak  dibolehkan  pergi
ikut  suami.  Yang  tidak  menurut, isterinya yang masih dapat
mereka kurung,  dikurung.

Akan tetapi mereka takkan dapat berbuat lebih dari itu. Mereka
kuatir  akan  pecah  perang  saudara antar-kabilah jika mereka
mencoba membunuh salah seorang dari kabilah itu.

Berturut-turut  kaum  Muslimin  hijrah  ke   Yathrib,   sedang
Muhammad   tetap   berada   di  posnya.  Tak  ada  orang  yang
mengetahui, dia akan tetap tinggal di tempatnya itu atau sudah
mengambil keputusan akan hijrah juga. Dahulu juga mereka tidak
mengetahui,  ketika  sahabat-sahabatnya  diijinkan  hijrah  ke
Abisinia,   sedang  dia  sendiri  tetap  di  Mekah  menyerukan
anggota-anggota keluarganya yang lain ke dalam  Islam.  Bahkan
Abu  Bakrpun,  ketika minta ijin akan turut hijrah ke Yathrib,
ia hanya  berkata:  "Jangan  tergesa-gesa;  kalau-kalau  Tuhan
menyertakan seorang kawan." Dan tidak lebih dari itu.

Sungguhpun  begitu  pihak  Quraisy  sendiri  sudah seribu kali
memperhitungkan  hijrah  Nabi  ke  Yahtrib  itu.  Jumlah  kaum
Muslimin  di  sana  sudah begitu banyak sehingga hampir-hampir
mereka itu menjadi pihak yang menentukan. Sekarang datang pula
mereka  yang  hijrah  dari  Mekah menggabungkan diri, sehingga
mereka jadi  bertambah  kuat  juga  adanya.  Dalam  pada  itu,
apabila  Muhammad - orang yang sudah mereka kenal berpendirian
teguh dengan pendapatnya yang tepat dan  berpandangan  jauh  -
sampai menyusul ke Yathrib, mereka kuatir penduduk Yathrib itu
kelak akan menyerbu Mekah, atau akan menutup jalur  perjalanan
perdagangan  mereka  ke  Syam  atau  akan  membuat mereka mati
kelaparan seperti yang pernah  mereka  lakukan  dulu  terhadap
Muhammad  dan sahabat-sahabatnya tatkala mereka membuat piagam
pemboikotan dan memaksa mereka tinggal di  celah-celah  gunung
selama tigapuluh bulan.

Apabila  Muhammad  masih  tinggal  di  Mekah dan berusaha akan
meninggalkan tempat itu, maka  mereka  masih  merasa  terancam
oleh  adanya  tindakan  pihak  Yathrib  dalam membela Nabi dan
Rasul. Jadi tak ada jalan keluar  bagi  mereka  selain  dengan
membunuhya.  Dengan  begitu  mereka lepas dari malapetaka yang
terus-menerus itu. Tetapi kalau juga mereka membunuhnya, tentu
Keluarga  Hasyim  dan  Keluarga  Muttalib akan menuntut balas.
Maka pecahlah perang saudara di Mekah, dan suatu bencana  yang
sangat mereka takuti juga akan datang dari pihak Yathrib.

Sekarang  mereka  mengadakan pertemuan di Dar'n-Nadwa membahas
semua  persoalan  itu  serta  cara-cara  pencegahannya.  Salah
seorang dari mereka mengusulkan:

"Masukkan   dia   dalam   kurungan  besi  dan  tutup  pintunya
rapat-rapat kemudian awasi biar dia  mengalami  nasib  seperti
penyair-penyair  semacamnya  sebelum  dia;  seperti Zuhair dan
Nabigha."

Tetapi pendapat ini tidak mendapat suara.

"Kita keluarkan dia dari  lingkungan  kita,  kita  buang  dari
negeri  kita.  Sesudah  itu  tidak  perlu  kita pedulikan lagi
urusannya," demikian terdengar suara yang lain. Tetapi  mereka
kuatir  ia  akan terus menyusul ke Medinah dan apa yang mereka
takuti justru akan menimpa mereka.

Akhirnya mereka memutuskan, dari setiap kabilah  akan  diambil
seorang   pemuda  yang  tegap,  dan  setiap  pemuda  itu  akan
dipersenjatai dengan sebilah pedang yang  tajam,  yang  secara
bersama-sama sekaligus mereka akan menghantamnya, dan darahnya
dapat dipencarkan antar-kabilah.  Dengan  demikian  Banu  'Abd
Manaf takkan dapat memerangi mereka semua. Mereka akan menebus
darah itu kemudian dengan harta. Maka terlepaslah Quraisy  dan
orang   yang   membuat   porak-poranda  dan  mencerai-beraikan
kabilah-kabilah mereka itu.

Mereka menyetujui pendapat ini dan merasa cukup  puas.  Mereka
mengadakan  seleksi  di  kalangan pemuda-pemuda mereka. Mereka
menganggap bahwa soal Muhammad akan  sudah  selesai.  Beberapa
hari  lagi  ia  akan  terkubur  habis  ke dalam tanah, bersama
ajarannya, dan  mereka  yang  sudah  hijrah  ke  Yathrib  akan
kembali  ke  tengah-tengah  masyarakat,  akan  kembali  kepada
kepercayaan dan kepada dewa-dewa mereka.  Quraisy  dan  negeri
Arab  yang  sudah dipecah-belah, kedudukannya yang sudah mulai
lemah, dengan demikian akan kembali bersatu.

Catatan kaki:

 1 Bai'at'l-'Aqaba, secara harfiah berarti pernyataan
   dan sumpah setia yang diadakan di bukit 'Aqaba (A).
   
 2 Hilf (amak ahlaf) pernyataan sumpah setia-kawan atau
   bersahabat baik antar kabilah bersangkutan yang biasa
   berlaku dalam tradisi masyarakat Arab pada masa itu.
   Halif (jamak hulafa'), yakni pihak yang mengadakan
   persahabatan, kawan-kawan sepersekutuan (A).
   
 3 Hari-hari Tasyriq ialah tiga hari berturut-turut
   setelah hari Raya Kurban (lebaran Haji) (A).
   
 4 Yakni berperang habis-habisan melawan semua orang
   (A).
   
 5 Yakni Quraisy (A).
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah

Sabtu, 18 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (15)

Apabila iman itu merupakan landasan  yang  paling  kuat,  yang
akan  membuat  segalanya  di  hadapan  kita menjadi kecil, dan
untuk itu dengan segala senang hati orang  mengorbankan  harta
bendanya,  kesenangan, kebebasan dan seluruh hidupnya, apabila
penganiayaan itu dengan sendirinya akan membuat iman seseorang
bertambah   dalam,  maka  penganiayaan  dan  pengorbanan  yang
terus-menerus itu  bagi  seorang  mukmin  akan  membuatnya  ia
merenungkan  lebih  dalam  lagi,  akan memberinya ruangan yang
lebih luas serta pengertian tentang kebenaran yang lebih dalam
dan   kuat.   Dahulu   Muhammad   pernah  menganjurkan  kepada
pengikut-pengikutnya  supaya  mereka  mengungsi  ke   Abisinia
daerah Kristen, karena di situ ada kebenaran, ada seorang raja
yang adil. Maka akan lebih baiklah bila sekarang kaum Muslimin
itu  mengungsi ke Yathrib, dapat saling memperkuat diri dengan
sahabat-sahabat  kaum   Muslimin   di   sana,   dapat   saling
tolong-menolong  dalam  menahan  bahaya  yang  mungkin menimpa
mereka. Dengan begitu mereka  akan  mendapat  kebebasan  dalam
merenungkan  agama serta berterang-terang pula guna mengangkat
martabat mereka, sebagai jaminan suksesnya dakwah  agama  ini,
suatu  dakwah  yang tidak mengenal paksaan, melainkan dasarnya
adalah kasih-sayang, dapat  meyakinkan  dan  bertukar  pikiran
dengan cara yang baik.

Tahun ini - 622 M - jemaah haji dari Yathrib praktis jumlahnya
banyak sekali, terdiri dari tujuhpuluh lima orang,  tujuhpuluh
tiga  pria  dan  dua wanita. Mengetahui kedatangan mereka ini,
terpikir oleh Muhammad akan mengadakan suatu ikrar lagi, tidak
terbatas  hanya  pada  seruan kepada Islam seperti selama ini,
yang selama tigabelas tahun  ini  terus-menerus  dilakukannya,
dengan  lemah-lembut,  dengan  segala  kesabaran  menang  gung
pelbagai macam pengorbanan  dan  kesakitan  -  melainkan  kini
lebih  jauh  lagi  dari itu. Ikrar itu hendaknya menjadi suatu
pakta persekutuan, yang dengan demikian  kaum  Muslimin  dapat
mempertahankan  diri: pukulan dibalas dengan pukulan, serangan
dengan serangan. Muhammad lalu  mengadakan  pertemuan  rahasia
dengan pemimpin-pemimpin mereka.

Setelah ada kesediaan mereka, dijanjikannya pertemuan itu akan
diadakan di 'Aqaba pada tengah malam pada hari-hari  Tasyriq.3
Peristiwa  ini  oleh  Muslimin Yathrib tetap dirahasiakan dari
kaum musyrik yang datang bersama-sama mereka. Menunggu  sampai
lewat  sepertiga  malam  dari janji mereka dengan Nabi, mereka
keluar  meninggalkan  kemah,  pergi  mengendap-endap   seperti
burung  ayam-ayam, sembunyi-sembunyi jangan sampai rahasia itu
terbongkar.

Sesampai mereka  di  gunung  'Aqaba,  mereka  semua  memanjati
lereng-lereng gunung tersebut, demikian juga kedua wanita itu.
Mereka tinggal di tempat ini menunggu kedatangan Rasul.

Kemudian Muhammad  pun  datang,  bersama  pamannya  'Abbas  b.
Abd'l-Muttalib   -   yang   pada   waktu  itu  masih  menganut
kepercayaan golongannya sendiri. Akan tetapi sejak sebelum itu
ia  sudah  mengetahui  dari kemenakannya ini akan adanya suatu
pakta persekutuan; dan adakalanya hal ini dapat  mengakibatkan
perang. Disebutkan juga, bahwa dia sudah mengadakan perjanjian
dengan Keluarga Muttalib dan Keluarga Hasyim untuk  melindungi
Muhammad.  Maka  dimintanya  ketegasan  kemanakannya  itu  dan
ketegasan golongannya  sendiri,  supaya  jangan  kelak  timbul
bencana   yang  akan  menimpa  Keluarga  Hasyim  dan  Keluarga
Muttalib, dan dengan demikian berarti orang-orang Yathrib  itu
akan  kehilangan  pembela. Atas dasar itulah, maka 'Abbas yang
pertama kali bicara.

"Saudara-saudara dari Khazraj!" kata 'Abbas. "Posisi  Muhammad
di  tengah-tengah kami sudah sama-sama tuan-tuan ketahui. Kami
dan mereka yang sepaham dengan kami telah  melindunginya  dari
gangguan  masyarakat  kami  sendiri.  Dia  adalah  orang  yang
terhormat di kalangan masyarakatnya dan mempunyai kekuatan  di
negerinya sendiri. Tetapi dia ingin bergabung dengan tuan-tuan
juga. Jadi kalau memang tuan-tuan merasa dapat menepati  janji
seperti   yang  tuan-tuan  berikan  kepadanya  itu  dan  dapat
melindunginya dari mereka yang menentangnya,  maka  silakanlah
tuan-tuan   laksanakan.  Akan  tetapi,  kalau  tuan-tuan  akan
menyerahkan dia dan membiarkannya terlantar sesudah berada  di
tempat  tuan-tuan,  maka  dari  sekarang lebih baik tinggalkan
sajalah."

Setelah mendengar keterangan 'Abbas  pihak  Yathrib  menjawab:
"Sudah  kami  dengar  apa  yang tuan katakan. Sekarang silakan
Rasulullah bicara. Kemukakanlah  apa  yang  tuan  senangi  dan
disenangi Tuhan."

Setelah  membacakan  ayat-ayat  Qur'an  dan  memberi  semangat
Islam, Muhammad menjawab:

"Saya minta ikrar tuan-tuan akan membela saya seperti  membela
isteri-isteri dan anak-anak tuan-tuan sendiri."

Ketika  itu  Al-Bara'  b.  Ma'rur  hadir. Dia seorang pemimpin
masyarakat dan yang  tertua  di  antara  mereka.  Sejak  ikrar
'Aqaba pertama ia sudah Islam, dan menjalankan semua kewajiban
agama, kecuali dalam sembahyang ia berkiblat ke Ka'bah, sedang
Muhammad  dan  seluruh kaum Muslimin waktu itu masih berkiblat
ke  al-Masjid'l-Aqsha.  Oleh  karena  ia  berselisih  pendapat
dengan  masyarakatnya  sendiri,  begitu mereka sampai di Mekah
segera  mereka  minta  pertimbangan  Nabi.  Muhammad  melarang
Al-Bara' berkiblat ke Ka'bah.

Setelah  tadi  Muhammad  minta  kepada Muslimin Yathrib supaya
membelanya seperti mereka membela isteri dan anak-anak  mereka
sendiri,   Al-Bara'   segera   mengulurkan  tangan  menyatakan
ikrarnya seraya berkata:  "Rasulullah,  kami  sudah  berikrar.
Kami  adalah  orang  peperangan  dan ahli bertempur yang sudah
kami warisi dari leluhur kami."

Tetapi  sebelum   Al-Bara'   selesai   bicara,   Abu'l-Haitham
ibn't-Tayyihan datang menyela:

"Rasulullah,  kami  dengan orang-orang itu - yakni orang-orang
Yahudi  -  terikat  oleh  perjanjian,  yang  sudah  akan  kami
putuskan. Tetapi apa jadinya kalau kami lakukan ini lalu kelak
Tuhan memberikan kemenangan kepada  tuan,  tuan  akan  kembali
kepada masyarakat tuan dan meninggalkan kami?"

Muhammad  tersenyum,  dan katanya: "Tidak, saya sehidup semati
dengan  tuan-tuan.  Tuan-tuan  adalah  saya  dan  saya  adalah
tuan-tuan.  Saya  akan  memerangi  siapa  saja  yang tuan-tuan
perangi,  dan  saya  akan  berdamai  dengan  siapa  saja  yang
tuan-tuan ajak berdamai."

Tatkala  mereka  siap  akan  mengadakan  ikrar  itu, 'Abbas b.
'Ubada datang menyela dengan mengatakan: "Saudara-saudara dari
Khazraj.  Untuk  apakah  kalian  memberikan ikrar kepada orang
ini? Kamu menyatakan ikrar dengan dia tidak  melakukan  perang
terhadap  yang hitam dan yang merah4 melawan orang-orang itu.5
Kalau tuan-tuan merasa, bahwa jika harta benda tuan-tuan habis
binasa  dan  pemuka-pemuka  tuan-tuan mati terbunuh, tuan-tuan
akan menyerahkan dia (kepada musuh), maka  (lebih  baik)  dari
sekarang tinggalkan saja dia. Kalaupun itu juga yang tuan-tuan
lakukan,  ini  adalah  suatu  perbuatan  hina  dunia  akhirat.
Sebaliknya, bila tuan-tuan memang dapat menepati janji seperti
yang tuan-tuan berikan kepadanya  itu,  sekalipun  harta-benda
tuan-tuan   akan   habis  dan  bangsawan-bangsawan  akan  mati
terbunuh, maka silakan saja tuan-tuan terima dia. Itulah suatu
perbuatan yang baik, dunia akhirat."

Orang ramai itu menjawab:

"Akan   kami   terima,   sekalipun   harta-benda  kami  habis,
bangsawan-bangsawan kami terbunuh. Tetapi,  Rasulullah,  kalau
dapat kami tepati semua ini, apa yang akan kami peroleh?"

"Surga," jawab Muhammad dengan tenang dan pasti.

Mereka  lalu  mengulurkan  tangan  dan  dia juga membentangkan
tangannya. Ketika itu mereka menyatakan ikrar kepadanya.

Selesai ikrar itu, Nabi berkata kepada mereka:

"Pilihkan dua belas orang  pemimpin  dari  kalangan  tuan-tuan
yang akan menjadi penanggung-jawab masyarakatnya."

Mereka lalu memilih sembilan orang dari Khazraj dan tiga orang
dari Aus. Kemudian kepada pemimpin-pemimpin itu Nabi berkata:

"Tuan-tuan  adalah   penanggung-jawab   masyarakat   tuan-tuan
seperti  pertanggung-jawaban pengikut-pengikut Isa bin Mariam.
Terhadap masyarakat saya, sayalah yang bertanggungjawab."

Dalam ikrar kedua ini mereka berkata:

"Kami berikrar mendengar dan setia di waktu suka dan duka,  di
waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar
di mana saja kami berada, dan kami tidak takut kritik siapapun
atas jalan Allah ini."

Peristiwa  ini  selesai  pada  tengah  malam  di  celah gunung
'Aqaba, jauh dari masyarakat ramai,  atas  dasar  kepercayaan,
bahwa hanya Allah Yang mengetahui keadaan mereka. Akan tetapi,
begitu peristiwa itu selesai, tiba-tiba mereka  mendengar  ada
suara  berteriak  yang ditujukan kepada Quraisy: "Muhammad dan
orang-orang yang pindah kepercayaan itu sudah  berkumpul  akan
memerangi kamu!"

Suara itu datangnya dari seseorang yang keluar untuk urusannya
sendiri. Mengetahui keadaan mereka itu sedikit dengan  melalui
pendengarannya   yang   selintas,  ia  lalu  bermaksud  hendak
mengacaukan rencana itu dan mau menanamkan  kegelisahan  dalam
hati  mereka,  bahwa  rencana mereka malam itu diketahui. Akan
tetapi pihak Khazraj dan Aus tetap pada janji  mereka.  Bahkan
'Abbas  b.  'Ubada - setelah mendengar suara simata-mata itu -
berkata kepada Muhammad:

"Demi Allah Yang telah mengutus  tuan  atas  dasar  kebenaran,
kalau  sekiranya  tuan sudi, penduduk Mina itu besok akan kami
habiskan dengan pedang kami."

Ketika itu Muhammad menjawab:

"Kami tidak  diperintahkan  untuk  itu.  Kembalilah  ke  kemah
tuan-tuan."

Merekapun  kembali  ke  tempat  mereka  bermalam,  lalu tidur.
Keesokan harinya pagi-pagi baru mereka bangun.

Akan tetapi pagi itu  juga  Quraisy  sudah  mengetahui  berita
adanya   ikrar   itu.   Mereka   terkejut   sekali.  Pagi  itu
pemuka-pemuka  Quraisy   mendatangi   Khazraj   di   tempatnya
masing-masing.  Mereka  menyesalkan  Khazraj  dan  mengatakan,
bahwa mereka tidak  ingin  berperang  dengan  Khazraj.  Tetapi
kenapa  mau bersekutu dengan Muhammad memerangi mereka. Ketika
itu   juga   orang-orang   musyrik   dari   kalangan   Khazraj
bersumpah-sumpah  bahwa hal semacam itu tidak ada sama sekali.
Sedang Muslimin malah diam  saja  setelah  dilihatnya  Quraisy
lagaknya  akan mempercayai keterangan orang-orang yang seagama
dengan mereka itu.

Sekarang Quraisy kembali tanpa dapat mengiakan atau meniadakan
berita  tersebut. Tetapi mereka terus menyelidiki, kalau-kalau
dapat mengungkapkan keadaan  yang  sebenarnya.  Sementara  itu
orang-orang  Yathrib  sudah  mengangkat  perbekalan mereka dan
kembali menuju negeri mereka sebelum pihak Quraisy  mengetahui
benar apa yang mereka lakukan itu.

Setelah  kemudian  Quraisy mengetahui, bahwa berita itu memang
benar,  mereka  berangkat  mencari  orang-orang  Yathrib  itu.
Tetapi sudah tak ada lagi yang akan dapat mereka jumpai selain
Sa'd b. 'Ubada, yang lalu diambil dan dibawanya ke  Mekah.  Ia
disiksa.   Tetapi  kemudian  Jubair  b.  Mut'im  b.  'Adi  dan
al-Harith b. Umayya datang menolongnya. Dulu orang ini  pernah
menolong  mereka ketika mereka dalam perjalanan perdagangan ke
Syam lewat Yathrib.

Kalau    begitu    kekuatiran    Quraisy     kiranya     tidak
berlebih-lebihan, begitu juga dalam mengejar jejak mereka yang
telah ikrar kepada Muhammad akan memerangi mereka itu.  Mereka
telah  mengenalnya selama tigabelas tahun terus-menerus, sejak
permulaan  kenabiannya.  Mereka  sudah  berusaha   mati-matian
melancarkan  perang  pasif  itu  kepadanya,  dan masing-masing
sudah pula menghadapinya. Mereka mengetahui itu adalah  karena
keyakinannya  kepada  Tuhan, karena teguhnya ia berpegang pada
ajaran yang benar. Ia sudah tak dapat dilunakkan dan tak dapat
pula  dibujuk.  Ia  tak  pernah  gentar  menghadapi  gangguan,
menghadapi siksaan,  menghadapi  pembunuhan.  Sesudah  ia  dan
pengikut-pengikutnya  disakiti dengan pelbagai macam gangguan,
sesudah ia dikepung di  celah-celah  bukit,  seluruh  penduduk
Mekah  diteror  dengan  bermacam-macam ketakutan supaya jangan
jadi pengikutnya, terbayang oleh Quraisy  bahwa  mereka  sudah
hampir  mengalahkannya,  kegiatannya hanya akan terbatas dalam
lingkaran sempit  pengikut-pengikutnya  yang  masih  berpegang
pada  agama  itu  saja.  Dia dan sahabat-sahabatnya tidak lama
lagi sudah akan  jemu  dalam  pengasingan,  dan  akan  kembali
tunduk menyerah di bawah kekuasaan mereka.

Tetapi  sekarang,  dengan  adanya  perjanjian persekutuan baru
ini, pintu harapan akan menang jadi terbuka  didepan  Muhammad
dan  pengikut-pengikutnya.  Setidak-tidaknya harapan kebebasan
menyebarkan  agama,  serta   menyerang   berhala-berhala   dan
penyembah-penyembahnya. Siapa tahu apa yang akan terjadi kelak
terhadap masyarakat  seluruh  jazirah  Arab  itu,  bila  sudah
mendapat  bantuan  Yathrib  berikut  Aus  dan  Khazrajnya, dan
sesudah mendapat perlindungan dari  serangan  musuh,  disertai
adanya  kebebasan melakukan upacara agama serta mengajak pihak
lain turut  bergabung.  Kalau  Quraisy  tidak  dapat  mengikis
gerakan  ini  di tanah tumpah darahnya sendiri maka kekuatiran
mereka pada  hari  kemudiannya  tetap  selalu  membayang,  dan
kemenangan Muhammad terhadap mereka masih tetap menggelisahkan
mereka.

Oleh karena itu sungguh-sungguh  mereka  memikirkan  apa  yang
harus  mereka  lakukan  guna  menggagalkan usaha Muhammad itu,
serta menghancurkan gerakan barunya. Demikian juga dia sendiri
tidak kurang dari Quraisy dalam memikirkan hal ini. Pintu yang
telah dibukakan Tuhan di hadapannya itu ialah pintu kehormatan
bagi  agama  Allah,  pintu  yang akan memberi tempat pada arti
kebenaran. Perjuangan  yang  sekarang  berkecamuk  antara  dia
dengan pihak Quraisy, adalah suatu peristiwa yang paling hebat
terjadi sejak masa kerasulannya, yakni suatu perjuangan  hidup
atau  mati bagi kedua belah pihak. Sudah tentu, kemenangan itu
ada pada pihak yang benar. Keputusannya sudah bulat.  Bolehlah
ia  minta  pertolong  an Tuhan. Biarlah, segala tipu-daya yang
sudah dilakukan  Quraisy  itu  akan  bersifat  lebih  menghina
mereka  sendiri melebihi yang sudah-sudah. Ia akan terus maju,
tapi dengan sikap bijaksana, tenang dan hati-hati.  Masalahnya
adalah   masalah  kecekatan  politik  dan  kecerdikan  seorang
pemimpin yang saksama.

Dimintanya sahabat-sahabatnya supaya menyusul kaum  Anshar  ke
Yathrib.  Hanya saja dalam meninggalkan Mekah hendaknya mereka
terpencar-pencar, supaya jangan sampai  menimbulkan  kepanikan
pihak Quraisy terhadap mereka.

Mulailah kaum Muslimin melakukan hijrah secara sendiri-sendiri
atau kelompok-kelompok kecil.  Akan  tetapi  hal  itu  rupanya
sudah  diketahui  oleh pihak Quraisy. Mereka segera bertindak,
berusaha mengembalikan yang masih dapat  dikembalikan  itu  ke
Mekah untuk kemudian dibujuk supaya kembali kepada kepercayaan
mereka, kalau tidak akan disiksa dan  dianiaya.  Sampai-sampai
tindakan  itu  ialah dengan cara memisahkan suami dari isteri;
kalau si isteri dari pihak Quraisy ia tidak  dibolehkan  pergi
ikut  suami.  Yang  tidak  menurut, isterinya yang masih dapat
mereka kurung,  dikurung.

Akan tetapi mereka takkan dapat berbuat lebih dari itu. Mereka
kuatir  akan  pecah  perang  saudara antar-kabilah jika mereka
mencoba membunuh salah seorang dari kabilah itu.

Berturut-turut  kaum  Muslimin  hijrah  ke   Yathrib,   sedang
Muhammad   tetap   berada   di  posnya.  Tak  ada  orang  yang
mengetahui, dia akan tetap tinggal di tempatnya itu atau sudah
mengambil keputusan akan hijrah juga. Dahulu juga mereka tidak
mengetahui,  ketika  sahabat-sahabatnya  diijinkan  hijrah  ke
Abisinia,   sedang  dia  sendiri  tetap  di  Mekah  menyerukan
anggota-anggota keluarganya yang lain ke dalam  Islam.  Bahkan
Abu  Bakrpun,  ketika minta ijin akan turut hijrah ke Yathrib,
ia hanya  berkata:  "Jangan  tergesa-gesa;  kalau-kalau  Tuhan
menyertakan seorang kawan." Dan tidak lebih dari itu.

Sungguhpun  begitu  pihak  Quraisy  sendiri  sudah seribu kali
memperhitungkan  hijrah  Nabi  ke  Yahtrib  itu.  Jumlah  kaum
Muslimin  di  sana  sudah begitu banyak sehingga hampir-hampir
mereka itu menjadi pihak yang menentukan. Sekarang datang pula
mereka  yang  hijrah  dari  Mekah menggabungkan diri, sehingga
mereka jadi  bertambah  kuat  juga  adanya.  Dalam  pada  itu,
apabila  Muhammad - orang yang sudah mereka kenal berpendirian
teguh dengan pendapatnya yang tepat dan  berpandangan  jauh  -
sampai menyusul ke Yathrib, mereka kuatir penduduk Yathrib itu
kelak akan menyerbu Mekah, atau akan menutup jalur  perjalanan
perdagangan  mereka  ke  Syam  atau  akan  membuat mereka mati
kelaparan seperti yang pernah  mereka  lakukan  dulu  terhadap
Muhammad  dan sahabat-sahabatnya tatkala mereka membuat piagam
pemboikotan dan memaksa mereka tinggal di  celah-celah  gunung
selama tigapuluh bulan.

Apabila  Muhammad  masih  tinggal  di  Mekah dan berusaha akan
meninggalkan tempat itu, maka  mereka  masih  merasa  terancam
oleh  adanya  tindakan  pihak  Yathrib  dalam membela Nabi dan
Rasul. Jadi tak ada jalan keluar  bagi  mereka  selain  dengan
membunuhya.  Dengan  begitu  mereka lepas dari malapetaka yang
terus-menerus itu. Tetapi kalau juga mereka membunuhnya, tentu
Keluarga  Hasyim  dan  Keluarga  Muttalib akan menuntut balas.
Maka pecahlah perang saudara di Mekah, dan suatu bencana  yang
sangat mereka takuti juga akan datang dari pihak Yathrib.

Sekarang  mereka  mengadakan pertemuan di Dar'n-Nadwa membahas
semua  persoalan  itu  serta  cara-cara  pencegahannya.  Salah
seorang dari mereka mengusulkan:

"Masukkan   dia   dalam   kurungan  besi  dan  tutup  pintunya
rapat-rapat kemudian awasi biar dia  mengalami  nasib  seperti
penyair-penyair  semacamnya  sebelum  dia;  seperti Zuhair dan
Nabigha."

Tetapi pendapat ini tidak mendapat suara.

"Kita keluarkan dia dari  lingkungan  kita,  kita  buang  dari
negeri  kita.  Sesudah  itu  tidak  perlu  kita pedulikan lagi
urusannya," demikian terdengar suara yang lain. Tetapi  mereka
kuatir  ia  akan terus menyusul ke Medinah dan apa yang mereka
takuti justru akan menimpa mereka.

Akhirnya mereka memutuskan, dari setiap kabilah  akan  diambil
seorang   pemuda  yang  tegap,  dan  setiap  pemuda  itu  akan
dipersenjatai dengan sebilah pedang yang  tajam,  yang  secara
bersama-sama sekaligus mereka akan menghantamnya, dan darahnya
dapat dipencarkan antar-kabilah.  Dengan  demikian  Banu  'Abd
Manaf takkan dapat memerangi mereka semua. Mereka akan menebus
darah itu kemudian dengan harta. Maka terlepaslah Quraisy  dan
orang   yang   membuat   porak-poranda  dan  mencerai-beraikan
kabilah-kabilah mereka itu.

Mereka menyetujui pendapat ini dan merasa cukup  puas.  Mereka
mengadakan  seleksi  di  kalangan pemuda-pemuda mereka. Mereka
menganggap bahwa soal Muhammad akan  sudah  selesai.  Beberapa
hari  lagi  ia  akan  terkubur  habis  ke dalam tanah, bersama
ajarannya, dan  mereka  yang  sudah  hijrah  ke  Yathrib  akan
kembali  ke  tengah-tengah  masyarakat,  akan  kembali  kepada
kepercayaan dan kepada dewa-dewa mereka.  Quraisy  dan  negeri
Arab  yang  sudah dipecah-belah, kedudukannya yang sudah mulai
lemah, dengan demikian akan kembali bersatu.

Catatan kaki:

 1 Bai'at'l-'Aqaba, secara harfiah berarti pernyataan
   dan sumpah setia yang diadakan di bukit 'Aqaba (A).
   
 2 Hilf (amak ahlaf) pernyataan sumpah setia-kawan atau
   bersahabat baik antar kabilah bersangkutan yang biasa
   berlaku dalam tradisi masyarakat Arab pada masa itu.
   Halif (jamak hulafa'), yakni pihak yang mengadakan
   persahabatan, kawan-kawan sepersekutuan (A).
   
 3 Hari-hari Tasyriq ialah tiga hari berturut-turut
   setelah hari Raya Kurban (lebaran Haji) (A).
   
 4 Yakni berperang habis-habisan melawan semua orang
   (A).
   
 5 Yakni Quraisy (A).
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 

Thinkmii Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez