Langkah kaki Fatimah semakin cepat menuju stasiun senen. Langkah itupun diiringi dengan penyesalan akan yang ia lakukan selama ini. Ia takut ketinggalan kereta yang akan membawanya ke kampung halamannya.
Akhirnya, dia tiba juga di stasiun. Hampir saja dia ketinggalan kereta.
Fatimah adalah seorang gadis yang datang merantau ke jakarta guna mengadu nasib. Dia adalah gadis pemberani. Di jakarta ia hanya hidup sendiri. Ia memberanikan diri ke ibu kota guna mencari uang untuk keluarganya di Semarang.
Beberapa tahun yang lalu dengan rasa cemas ia meminta izin kepada kedua ayah ibunya yang sudah tua.
"bu, pak."
"kenapa nak?"
"fatimah sudah semakin dewasa, apalah guna fatimah sebagai anak jika hanya berdiam diri di dalam rumah ini dan hanya terus meminta kepada ayah ibu. Izinkan Fatimah untuk ke Jakarta yah. Fatimah mau cari pekerjaan di sana"
"kamu tidak takut nak hidup sendiri di sana?"
"kalau seperti ini terus, kapan beraninya fatimah? Bu, pak. . . Izinkan fatimah yah"
"bapak dan ibu tak mungkin melarangmu nak. Yang terpenting kamu bisa jaga diri. Kapan kamu mau berangkat?"
"minggu depan pak"
setelah mendapat izin, fatimahpun bergegas mengurus berkas-berkas yang dibutuhkan.
Hari demi hari berlalu. Air mata ibu fatimah kian hari kian menjadi. Ia sangat menyayangi anak gadisnya itu. Yang merupakan anak semata wayangnya. Ia belum bisa hidup tanpa Fatimah namun apalah yang bisa dia perbuat. Ayah fatimah sudah memberi izin dan putrinyapun sangat ingin ke jakarta.
Ia hanya mampu mendoakan anaknya. Setiap malam sebelum fatimah berangkat. Ia shalat malam di kamar fatimah. Hal itu dilakukannya tanpa sepengetahuan fatimah.
"Ya Allah, lindungilah anakku dimanapun ia berada nantinya. Hanya kepadaMulah doa ini tercurah"
setelah berdoa, ia langsung mengusap rambut anaknya dan mendaratkan kecupan bibir di pipi anak gadisnya itu.
Hari itupun tiba, fatimahpun berangkat ke jakarta.
Di kereta, ia baru menyadari bahwa ibunya menyelipkan sebuah buku kecil di dalam ransel fatimah. Selama di perjalanan ia membaca isi buku kecil itu. Halaman pertama
"anakku. . Yang cantik dan yang manis. .
Ibu sangat sayang padamu. ."
halaman kedua berisi foto fatimah sewaktu kecil bersama ibu.
Sampai halaman pertengahan, fatimah mulai mengantuk dan memutuskan melanjutkannya sesampainya nanti di Jakarta.
Iapun tertidur. Ia terbangun ketika kereta sudah sampai di Jakarta.
"alhamdulillah, akhirnya aku dapat menginjakkan kaki di kota ini"
iapun bergegas menuju ke sebuah tempat kos yang sebelumnya sudah ia pesan.
Sampai di kos, ia menata barang-barangnya. Dan selesai itupun bersiap-siap untuk mencari pekerjaan.
"panasnya jakarta ini. Susah juga yah mencari pekerjaan" ucapnya ketika berjalan mencari pekerjaan.
Kantor pertama ia ditolak. Begitupun dengan kantor ke2, 3, 4, dan 5.
Iapun memutuskan untuk melanjutkannya esok hari.
Karena kecapean, sesampainya di kosan ia langsung tertidur. Iapun lupa mendirikan shalat isya.
Keesokan harinya ia baru menyadari kalau semalam
Ia lalai shalat isya. Iapun menyesal dan bergegas mendirikan shalat subuh.
"ya Allah, ampuni hambaMu ini."
sementara di kampung halamannya itu Ibunya hanya terus mengaji dan berdoa agar kesalamatan tercurah kepada anaknya.
"Ya Allah, anakku jauh disana. Ingatkan dia terus agar tak melupakan kewajibanya. Lancarkan dan mudahkanlah urusannya di sana"
doa seorang ibu memang mustajab. Seketika hari itu juga, fatimah mendapatkan pekerjaan.
"Alhamdulillah" ucap fatimah
Kemudian dia langsung memberi kabar kepada kedua orang tuanya dengan menulis sebuah surat dan segera mengirimnya ke kantor pos.
Di desa Fatimah belum ada telpon apalagi hp. Karena daerah fatimah adalah di semarang yang merupakan daerah pedalaman. Sangat jauh dari jangkauan jaringan.
3 hari kemudian surat itupun sampai. Dan membuat ayah ibu fatimah bahagia. Ibu fatimahpun membalas surat itu.
"Nak, jangan lupa bersyukur kepada Allah swt. Allahlah yang membuatmu bisa diterima di perusahaan itu"
Surat ibunya kemudian diantarkan ke kos-kosan fatimah. Namun karena fatimah sudah mulai sibuk dengan pekerjaannya ia tak sempat membacanya. Ia bekerja dari pagi sampa sore dan sampai di kosan setelah isya karena macet. Sampai di kosanpun dia langsung ketiduran. Setiap hari ia seperti itu kecuali hari minggu. Di hari minggupun ia menghabiskan waktunya untuk beristirahat full di rumah ataupun memanjakan mata dan tubuhnya sejenak di mall bersama teman-teman kantornya.
Ia mulai meninggalkan kebiasaannya di kampung. Setiap malam mengaji. Bahkan kewajiban shalatnyapun kadang-kadang ia lupakan karena kecapean ataupun karena kesibukan kerjanya. Ia lupa akan pesan orang tuanya agar kewajibannya itu jangan sampai ditinggalkan.
Mungkin karena kekuatan batin anak dan ibu. Di desa kecil itu ibunya merasa gelisah. Dan selalu memikirkan anaknya.
Waktu berlalu dengan cepat. 3 tahun Fatimah tak pernah pulang dan memberi kabar. Membuat ayah dan ibu yang sudah tua itu tambah gelisah. Namun ibu tak tega meninggalkan ayah yang sekarang sakit-sakitan. Ibu hanya terus mengirimkan surat kepada fatimah. Dan tak lupa pula setiap malam mendoakan anaknya itu.
Sementara di Jakarta, Fatimah sibuk bekerja. Suatu hari ketika Fatimah akan berangkat bekerja. Di tengah jalan, angkot yang ditumpanginya mengalami kecelakaan. Iapun tak sadarkan diri selama 2 hari. Ketika sadar, ia menangis. Ketika ia sakit seperti ini biasanya selalu ada ayah dan ibu yang merawatnya. Namun sekarang ia hanya sendiri di rumah sakit.
Ia baru menyadari semuanya. Selama ini ia telah lalai dari pesan-pesan orang tuanya. Ia baru merasakan dahsyatnya kerinduan pada ayah ibunya.
Keluar dari rumah sakit, ia kembali ke kos-kosannya.
"Imah, 2 hari yg lalu ada surat untukmu dari kampung. Ini"
"Terima kasih pak" ucapnya kepada penjaga kos-kosannya.
Ia baru ingat ada beberapa surat dari ibu yang belum dibacanya. Ia juga baru ingat buku kecil yang belum sempat dibacanya.
Iapun membaca kembali buku kecil itu.
"Anakku..
Sampai kapanpun kasih ibu takkan pernah terputus.."
Iapun menangis. Ia semakin rindu pada ibunya itu.
Di halaman terakhir ibu menulis "pulanglah nak secepat-cepatnya. Ibu merindukanmu sangat. Ibu sangat merindukanmu semenjak hari pertama kamu meninggalkan ibu"
Kemudian membaca surat-surat ibunya yang lain. Dan terakhir ia membaca surat yang baru datang itu. Ternyata surat itu dari pak lurah di kampungnya. Isinya
"Nak, pulanglah sekarang. Ibumu meninggal dunia dan sekarang ayahmu sakit keras"
Air matanya jatuh begitu deras. Ia melihat tanggal surat itu dan ternyata pak lurah menuliskannya 5 hari yang lalu. Ia bergegas menuju ke stasiun tanpa membawa sehelai bajupun. Saat itupun ia langsung memesan tiket di telpon. Dan ternyata kereta sejam lagi akan segera berangkat.
Akhirnya sampai juga di semarang namun ia harus memesan mobil lagi yang akan mengantarnya ke tempat kelahirannya itu. Sebuah desa kecil. Sampai di sana ia langsung berlari ke sebuah gang kecil tempat ia dibesarkan.
Dengan penuh airmata itu, ia sampai di rumah dan melihat ayahnya yang ternyata telah meninggal pula. Ayahnya baru saja menghembuskan nafas terakhirnya. Betapa menyesalnya fatimah.
Ia menyesal karena sebuah pekerjaan ia melupakan kedua orang tuanya. Ia bahkan tak sempat berbicara kepada ayahnya.
Mulai saat itu ia berjanji tak akan melupakan semua pesan-pesan ayah ibunya.
"Ya Allah, hamba bertobat akan semua dosa-dosa hamba"
Diapun meninggalkan pekerjaannya di Jakarta dan menetap di kampung halamannya dan membuka sebuah usaha. sambil menjalankan usaha ia tak pernah lupakan satupun pesan-pesan orang tuanya. Sampai akhirnya usahanya berkembang dan sekarang ia menjadi pengusaha sukses berkat Allah dan orang tuanya.