Jumat, 24 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (20)

Diposting oleh Rahmi Andriyani Syam di 06.39
Begitu setianya ia, sehingga  bila  ada  orang  menyebut  nama
Khadijah,  selalu  menimbulkan kenangan yang indah baginya. Di
sinilah Aisyah berkata: "Saya tidak pernah iri  hati  terhadap
seorang   wanita  seperti  terhadap  Khadijah,  bilamana  saja
mendengar  ia  mengenangkannya."  Ketika  ada  seorang  wanita
datang   ia   menyambutnya   begitu  gembira  dan  ditanyainya
baik-baik. Bila wanita itu sudah pergi,  ia  berkata:  "Ketika
masih  ada Khadijah ia suka mengunjungi kami." Bahwa mengingat
hubungan  baik  masa  lampau  adalah  termasuk  iman.   Begitu
halusnya  perasaannya, begitu lembutnya hatinya, ia membiarkan
cucunya bermain-main dengan dia ketika ia  sembahyang.  Bahkan
ia bersembahyang dengan Umama, puteri Zainab puterinya, sambil
dibawa di atas bahunya; bila  ia  sujud  diletakkan,  bila  ia
berdiri dibawanya lagi.
 
Kebaikan   dan   kasih-sayang   yang   sudah   menjadi   sendi
persaudaraan itu, yang dalam peradaban dunia  modern  sekarang
juga  menjadi  dasar  bagi  seluruh  umat  manusia tidak hanya
terbatas sampai  di  situ  saja,  melainkan  melampaui  sampai
kepada binatang juga. Dia sendiri yang bangun membukakan pintu
untuk seekor kucing yang sedang berlindung di tempat itu.  Dia
sendiri  yang  merawat  seekor  ayam jantan yang sedang sakit;
kudanya dielus-elusnya dengan lengan bajunya. Bila  dilihatnya
Aisyah   naik  seekor  unta,  karena  menemui  kesukaran  lalu
binatang itu ditarik-tariknya,  iapun  ditegurnya:  "Hendaknya
kau berlaku lemah-lembut." Kasih-sayangnya itu meliputi segala
hal, dan selalu memberi perlindungan kepada  siapa  saja  yang
memerlukannya.
 
Tetapi  ini  bukan  sikap  kasih-sayang  karena lemah atau mau
menyerah, juga bersih dari segala sifat  mau  menghitung  jasa
atau  sikap  tinggi  diri. Ini adalah persaudaraan dalam Tuhan
antara Muhammad dengan semua mereka  yang  berhubungan  dengan
dia.  Disinilah  dasar  peradaban  Islam  yang  berbeda dengan
sebahagian besar peradaban-peradaban  lain.  Islam  menekankan
pada  keadilan  disamping  persaudaraan  itu,  dan berpendapat
bahwa tanpa adanya keadilan  ini  persaudaraan  tidak  mungkin
ada.
 
"Barangsiapa  menyerang  kamu, seranglah dengan yang seimbang,
seperti mereka menyerang kamu." (Qur'an, 2: 194)
 
"Dengan hukum qishash berarti kelangsungan  hidup  bagi  kamu,
hai orang-orang yang mengerti." (Qur'an, 2: 179)
 
Sifatnya  harus  untuk  mempertahankan jiwa semata-mata dengan
kemauan yang bebas sepenuhnya dan  untuk  mencari  rida  Tuhan
tanpa   ada  maksud  lain.  Itulah  sumber  persaudaraan  yang
meliputi segala kebaikan dan kasih-sayang. Ini harus bersumber
juga  dari  jiwa  yang  kuat,  tidak  mengenal menyerah selain
kepada Allah, dan dengan  ketaatan  kepadaNya  ia  tidak  pula
merasa  lemah.  Tak  ada  rasa  takut akan menyelinap ke dalam
hatinya  kecuali  dari  perbuatan  maksiat  atau   dosa   yang
dilakukannya. Dan jiwa itu tidak akan jadi kuat kalau ia masih
di bawah kekuasaan yang lain dan tidak akan jadi kuat kalau ia
masih   di   bawah   kekuasaan   hawa-nafsunya.  Muhammad  dan
sahabat-sahabatnya  telah  hijrah  dari  Mekah  supaya  jangan
berada  di  bawah kekuasaan Quraisy dan jangan ada jiwa mereka
yang akan jadi lemah karenanya. Jiwa itu akan menyerah  kepada
kekuasaan  hawa-nafsu  kalau sudah jasmani yang dapat berkuasa
kedalam rohani dan akal pikiran dapat dikalahkan oleh kehendak
nafsu.  Dan  akhirnya  kehidupan  materi  ini  juga yang dapat
menguasai hidup kita, padahal kita sudah tidak memerlukan yang
demikian,  sebab  ini  memang  sudah berada di bawah kekuasaan
kita.
 
Di sini Muhammad adalah contoh kekuatan jiwa yang ideal sekali
atas  kehidupan  ini,  suatu  kekuatan  yang membuat dia sudah
tidak peduli lagi akan  memberikan  segala  yang  ada  padanya
kepada   orang  lain.  Itu  sebabnya  sampai  ada  orang  yang
mengatakan:  Dalam  memberi   Muhammad   sudah   tidak   takut
kekurangan. Dan supaya jangan ada sesuatu dalam hidup ini yang
dapat menguasainya, sebaliknya dia yang harus menguasai,  maka
ia  keras  sekali  menahan  diri dalam arti hidup materi, sama
kerasnya dengan keinginannya hendak mengetahui segala  rahasia
yang  ada  dalam  hidup  materi  itu, ingin mengetahui hakekat
sesungguhnya tentang semua itu. Begitu jauhnya ia menahan diri
sehingga  lapik tempat dia tidur hanya terdiri dari kulit yang
diisi dengan serat. Makannya tak pernah kenyang. Tak pernah ia
makan  roti  dari  tepung  sya'ir6  dua  hari  berturut-turut.
Sebagian besar makannya adalah  bubur.7  Pada  hari-hari  yang
lain  ia  makan  kurma. Jarang sekali ia dan keluarganya dapat
makanan roti sop.8 Bukan sekali saja ia harus  menahan  lapar.
Sudah  pernah  perutnya  diganjal  dengan  batu  untuk menahan
teriakan rongga pencernaannya itu.
 
Itulah yang sudah biasa dikenal tentang makannya, meskipun ini
tidak  berarti  ia  pantang  sekali-sekali  makan makanan yang
enak-enak.  Juga  ia  dikenal  suka  sekali  makan  kaki  anak
kambing, labu, madu dan manisan.
 
Begitu  juga  kesederhanaannya  dalam hal pakaian sama seperti
dalam  makanan.  Suatu  hari  ada  seorang  wanita  memberikan
sehelai  pakaian  kepadanya  yang  memang  diperlukan.  Tetapi
kemudian diminta oleh orang lain yang juga memerlukannya  guna
mengkafani  mayat.  Pakaian  itu diberikannya. Pakaiannya yang
dikenal terdiri dari sebuah baju dalam  dan  baju  luar,  yang
terbuat   dari   wol,   katun   atau  sebangsa  serat.  Tetapi
sekali-sekali ia tidak menolak memakai  pakaian  dari  tenunan
Yaman  sebagai  pakaian  yang  mewah  sesuai dengan acara bila
memang menghendaki demikian. Juga alas  kaki  yang  dipakainya
sederhana  sekali.  Tak  pernah ia memakai sepatu selain waktu
mendapat  hadiah  dari  Najasyi  berupa  sepasang  sepatu  dan
seluar.
 
Sungguhpun  begitu dalam hal menahan diri dan menjauhi masalah
duniawi bukanlah berarti ia hidup menyiksa diri. Cara ini juga
tidak sesuai dengan ajaran agama. Dalam Qur'an dapat dibaca:
 
"Makanlah  dari  makanan  yang  baik  yang  sudah Kami berikan
kepadamu." (Qur'an, 2: 57)
 
"Dan tempuhlah kebahagiaan akhirat seperti yang  dianugerahkan
Allah  kepadamu, tapi juga jangan kaulupakan kebahagiaan hidup
duniawi. Dan berbuatlah kebaikan  kepada  orang  lain  seperti
Allah telah berbuat baik kepadamu." (Qur'an, 28: 77)
 
Dan  dalam  hadis:  "Berbuatlah  untuk duniamu seolah-olah kau
akan hidup selama-lamanya, dan berbuat  pula  untuk  akhiratmu
seolah-olah kau akan mati besok."
 
Akan  tetapi  Muhammad  ingin  memberikan  teladan yang begitu
tinggi kepada manusia tentang arti kekuatan  dalam  menghadapi
hidup  itu,  suatu  kekuatan  yang  tak dapat dipengaruhi oleh
perasaan lemah,  tak  dapat  diperbudak  oleh  kekayaan,  oleh
harta-benda,  oleh  kekuasaan  atau  oleh  apa  saja yang akan
menguasainya,  selain  Allah.  Persaudaraan  yang   didasarkan
kepada  kekuatan,  yang  manifestasinya  telah  diberikan oleh
Muhammad sebagai teladan tertinggi  seperti  yang  sudah  kita
lihat  itu,  adalah persaudaraan murni yang sungguh ikhlas dan
mulia, suatu persaudaraan  yang  bersih  samasekali.  Sebabnya
ialah   karena   adanya  rasa  keadilan  yang  terjalin  dalam
kasih-sayang dan karena yang bersangkutan hanya didorong  oleh
kemauan  sendiri  yang bebas mutlak. Tetapi, oleh karena Islam
menyertakan rasa keadilan  disamping  rasa  kasih-sayang  itu,
maka  ia  juga  menyertakan  maaf disamping keadilan itu, maaf
yang dapat diberikan bila mampu.  Rasa  kasih-sayang  demikian
itu   hendaklah  dengan  hati  terbuka  dan  benar-benar,  dan
hendaklah  dengan   tujuan   mau   mencapai   perbaikan   yang
sungguh-sungguh.
 
Inilah   dasar  yang  telah  diletakkan  oleh  Muhammad  dalam
membangun peradaban baru  itu,  yang  dengan  jelas  tersimpul
dalam  cerita  yang  diambil  dari Ali bin Abi Talib ketika ia
bertanya kepada Rasulullah tentang sunahnya,  dengan  dijawab:
"Ma'rifat  adalah  modalku, akal-pikiran sumber agamaku, cinta
adalah dasar hidupku, rindu kendaraanku, berzikir kepada Allah
adalah  kawan dekatku, keteguhan perbendaharaanku, duka adalah
kawanku, ilmu adalah senjataku,  ketabahan  adalah  pakaianku,
kerelaan  sasaranku,  faqr  adalah  kebanggaanku, menahan diri
adalah    pekerjaanku,    keyakinan    makananku,    kejujuran
perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad perangaiku dan
hiburanku adalah dalam sembahyang."

Ajaran-ajaran  Muhammad  serta  teladan  dan  bimbingan   yang
diberikannya  telah  meninggalkan  pengaruh  yang dalam sekali
kedalam  jiwa  orang,  sehingga  tidak  sedikit   orang   yang
berdatangan menyatakan masuk Islam, dan kaum Musliminpun makin
bertambah kuat di Medinah. Ketika  itulah  orang-orang  Yahudi
mulai  memikirkan  kembali posisi mereka terhadap Muhammad dan
sahabat-sahabatnya.  Mereka  dengan   dia   telah   mengadakan
perjanjian.  Mereka  bermaksud  ingin  merangkulnya  ke  pihak
mereka dan supaya ketahanan  mereka  bertambah  kuat  terhadap
orang-orang Kristen. Dan dia lebih kuat dari mereka itu semua,
ajarannya  bertambah  kuat.  Malah  sekarang   ia   memikirkan
orang-orang  Quraisy  yang telah mengusirnya dan mengusir kaum
Muhajirin  dari  Mekah  serta  godaan  mereka  terhadap   kaum
Muslimin   yang   dapat  mereka  goda  dari  agamanya.  Adakah
orang-orang  Yahudi  itu  akan  membiarkan   dakwahnya   terus
tersebar  dan  kekuasaan  rohaninya makin meluas, dengan cukup
puas berada disampingnya dalam aman sentosa yang berarti  akan
menarnbah  keuntungan  dan  kekayaan dalam perdagangan mereka?
Barangkali  memang  akan  begitu  kalau  mereka  yakin   bahwa
dakwahnya  itu  tidak  akan  sampai  kepada orang-orang Yahudi
sendiri dan tidak akan sampai meluas kepada orang-orang  awam,
sedang  ajaran  mereka  yang berlaku ialah tidak akan mengakui
adanya seorang nabi yang bukan dari Keluarga Israil.
 
Akan  tetapi  ada  seorang  rabbi  yang  cerdik-pandai,  yaitu
Abdullah  b.  Sallam  yang telah berhubungan dengan Nabi iapun
lalu memeluk Islam; dan dianjurkannya pula  keluarganya.  Lalu
merekapun bersama-sama memeluk agama Islam.
 
Tetapi  Abdullah  bin  Sallam  masih  merasa  kuatir  akan ada
kata-kata yang tidak biasa yang akan  dilontarkan  orang-orang
Yahudi  jika  mereka  mengetahui ia sudah menganut Islam. Maka
dimintanya kepada Nabi untuk menanyai mereka  tentang  dirinya
itu  sebelum mereka mengetahui bahwa dia sudah Islam. Ternyata
mereka berkata: dia pemimpin  kami,  pendeta  kami  dan  orang
cerdik-pandai  kami. Setelah Abdullah berhadapan dengan mereka
dan sekarang jelas  sudah  sikapnya,  bahkan  mengajak  mereka
menganut  ajaran  Islam, merekapun merasa kuatir akan nasibnya
itu nanti. Maka di seluruh perkampungan Yahudi itu iapun mulai
difitnah  dan diumpat dengan kata-kata yang tak senonoh. Dalam
hal ini mereka lalu sepakat akan berkomplot terhadap  Muhammad
menolak  kenabiannya.  Secepat  itu  pula sisa-sisa orang yang
masih musyrik dari kalangan Aus dan Khazraj serta mereka  yang
pura-pura masuk Islam segera menggabungkan diri dengan mereka,
baik karena mau mengejar keuntungan  materi  atau  karena  mau
menyenangkan golongannya atau pihak yang berpengaruh
 
Sekarang  mulai  terjadi  suatu perang polemik antara Muhammad
dengan orang-orang Yahudi,  yang  ternyata  lebih  bengis  dan
lebih  licik  daripada perang polemik yang dulu pernah terjadi
antara dia dengan orang-orang Quraisy di Mekah.  Dalam  perang
yang  terjadi  di Yathrib ini semua orang Yahudi berdiri dalam
satu barisan  menyerang  Muhammad  dan  risalahnya,  menyerang
sahabat-sahabatnya,   kaum   Muhajirin   dan   Anshar,  dengan
mengadakan intrik-intrik, tindakan  bermuka-muka  dengan  ilmu
yang  ada  pada mereka tentang sejarah dan peristiwa-peristiwa
masa lampau mengenai para nabi dan rasul-rasul.
 
Mereka mengadakan intrik melalui pendeta-pendeta  mereka  yang
pura-pura  Islam  dan yang dapat bergaul ke tengah-tengah kaum
Muslimin dengan pura-pura sangat takwa sekali,  yang  kemudian
lalu  sekali-kali  memperlihatkan  kesangsian dan keraguannya.
Mereka itu memajukan pertanyaan-pertanyaan kepada  Muhammad  ,
yang  mereka  kira  akan  dapat menggoncangkan iman umat Islam
kepadanya dan kepada  ajaran  kebenaran  yang  dibawanya  itu.
Kemudian  orang-orang  Aus  dan  Khazraj  yang  juga  Islamnya
pura-pura, menggabungkan diri dengan orang-orang Yahudi  dalam
memajukan    pertanyaan-pertanyaan   dan   dalam   menimbulkan
perselisihan di kalangan kaum Muslimin.  Begitu  keras  kepala
mereka  itu  sampai  ada  diantara  orang  Yahudi sendiri yang
mengingkari isi Taurat - padahal mereka percaya kepada  Allah,
baik  kalangan Keluarga Israil maupun orang-orang musyrik yang
mempergunakan berhala-berhala untuk  mendekatkan  diri  mereka
kepada  Tuhan. Misalnya mereka bertanya kepada Muhammad: Kalau
Allah itu sudah  menciptakan  makhluk  ini,  lalu  siapa  yang
menciptakan  Allah?  Muhammad  hanya  menjawab  mereka  dengan
firman Tuhan:
 
"Katakan: Allah Satu cuma. Allah itu Abadi dan  Mutlak.  Tidak
beranak.  Dan  tidak  pula diperanakkan. Dan tiada satu apapun
yang menyerupaiNya." (Qur'an, 112: 1-4)
 
Pihak Muslimin sekarang menyadari keadaan musuh mereka,  sudah
mengetahui  tujuan  usaha  mereka itu. Ada terlihat pada suatu
hari mereka dalam mesjid sedang berbicara antara sesama mereka
dengan   berbisik-bisik.   Muhammad   meminta   supaya  mereka
dikeluarkan dari dalam mesjid itu  dengan  paksa.  Tetapi  ini
tidak  membuat  mereka  jera melakukan tipu-muslihat dan masih
terus berusaha hendak menjerumuskan kaum Muslimin. Ketika  ada
beberapa   orang   dari   golongan   Aus  dan  Khazraj  sedang
duduk-duduk bersama-sama salah seorang dari  mereka  [Syas  b.
Qais]  lewat.  Ia jadi panas hati melihat dua puak ini menjadi
rukun. Dalam hatinya ia  berkata:  masyarakat  Banu  Qaila  di
negeri  ini  sudah  bersatu. Kita takkan berarti apa-apa kalau
pemuka-pemuka mereka sudah sepakat. Seorang pemuda Yahudi yang
pernah   dengan   mereka   dulu  dimintanya  supaya  mengambil
kesempatan ini dengan menyebut-nyebut kembali peristiwa Bu'ath
dahulu  serta  bagaimana  pula  pihak  Aus  dapat  mengalahkan
Khazraj. Pemuda itu pun lalu bicara. Ternyata hal  ini  memang
menimbulkan  ingatan  masa  lampau pada kedua puak itu. Mereka
lalu bersitegang, saling membanggakan diri  dan  hanyut  dalam
pertengkaran.  "Kalau  kamu  mau  kita  boleh  kembali seperti
dulu," kata mereka satu sama lain.
 
Peristiwa ini sampai juga kepada Muhammad.  Ia  pergi  menemui
mereka   dengan  beberapa  orang  sahabat,  dan  diingatkannya
mereka, bahwa Islam telah  mempersatukan  dan  membuat  mereka
benar-benar  bersaudara,  saling mencintai. Sementara ia masih
di tengah-tengah mereka,  merekapun  menangis,  mereka  saling
berpeluk-pelukan.  Mereka  semua  berdoa bermohon ampun kepada
Tuhan.
 
Polemik antara Muhammad dengan orang-orang  Yahudi  itu  sudah
sampai   dipuncaknya,   sebagaimana  oleh  Qur'an  sudah  pula
diperlihatkan.  Pada  permulaan  Surah  al-Baqara  (2)  sampai
dengan  ayat  81, dan sebahagan besar Surah an-Nisa' (4) semua
menyebutkan tentang orang-orang  Ahli  Kitab  itu  dan  betapa
mereka mengingkari isi-Kitab Suci mereka sendiri. Mereka telah
mendapat kutukan keras karena pembangkangan  dan  pengingkaran
mereka itu:
 
"Dan sesungguhnyalah Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat)
kepada Musa, dan sesudah itu lalu Kami susul pula dengan  para
rasul,  dan Kami telah memberikan bukti-bukti kebenaran kepada
Isa anak Maryam dan Kami perkuat dia dengan Ruh  Suci.  Adakah
setiap  datang seorang rasul kepadamu membawa sesuatu yang tak
sesuai dengan kehendak hatimu, lalu  kamu  bersikap  sonmbong?
Sebagian  kamu dustakan dan yang sebagian lagi kamu bunuh? Dan
mereka berkata: 'hati kami sudah tertutup.' Tetapi Tuhan telah
mengutuk  mereka  karena  keingkaran  mereka juga. Karena itu,
sedikit sekali mereka yang beriman. Dan setelah kepada  mereka
didatangkan  Kitab  dari  Allah, yang membenarkan apa yang ada
pada mereka,  karena  sebelum  itu  mereka  minta  didatangkan
kemenangan   terhadap  orang-orang  yang  masih  ingkar,  maka
setelah  yang  mereka  ketahui  itu  berada  di  tengah-tengah
mereka,  merekapun  juga  tidak  mempercayainya.  Karena  itu,
kutukan Allah menimpa oranz-orang yang ingkar  itu."  (Qur'an,
2: 87-89)
 
Begitu  memuncaknya polemik antara orang-orang Yahudi dan kaum
Muslimin  itu,  sehingga  acapkali  -  sekalipun   sudah   ada
perjanjian  antara  mereka  -  permusuhan  itu  terjadi sampai
dengan main tangan. Sebagai contoh - sekedar sebagai ukuran  -
kita   sudah  mengenal  Abu  Bakr,  yang  begitu  lemah-lembut
perangainya, dengan kesabarannya yang luarbiasa. Ketika itu ia
sedang   bicara  dengan  seorang  orang  Yahudi  yang  bernama
Finhash,  yang  diajaknya  menganut  Islam.   Tetapi   Finhash
menjawab:  "Abu  Bakr, bukan kita yang membutuhkan Tuhan, tapi
Dia yang butuh kepada  kita.  Bukan  kita  yang  meminta-minta
kepadaNya,  tetapi  Dia  yang  meminta-minta kepada kita. Kita
tidak memerlukanNya, tapi Dia yang memerlukan kita. Kalau  Dia
kaya,  tentu Ia tidak akan minta dipinjami harta kita, seperti
yang  didakwakan  oleh  pemimpinmu  itu.  Ia  melarang  kalian
menjalankan  riba,  tapi kita akan diberi jasa. Kalau Ia kaya,
tentu Ia tidak akan menjalankan ini."
 
Maksud Finhash ini ditujukan kepada firman Tuhan:
 
"Siapa yang mau meminjamkan kepada Allah suatu  pinjaman  yang
baik,  Allah  akan selalu membalasnya dengan berlipat ganda."
(Qur'an, 2: 145)
 
Tetapi dalam hal ini Abu Bakr tidak  tahan  mendengar  jawaban
itu. Ia marah. Ditamparnya muka Finhash itu keras-keras.
 
"Demi  Allah,"  kata  Abu  Bakr,  "kalau  tidak  karena adanya
perjanjian antara kami dengan  kamu  sekalian,  pasti  kupukul
kepalamu. Engkaulah musuh Tuhan."
 
Kemudian  Finhash  mengadukan  peristiwa ini kepada Nabi, tapi
apa yang dikatakannya tentang  Tuhan  kepada  Abu  Bakr  tidak
diakuinya. Dalam hal ini firman Tuhan menyebutkan:
 
"Tuhan  sudah  mendengar  kata-kata  mereka  yang menyebutkan:
Tuhan itu miskin, dan kamilah yang kaya.  Akan  Kami  tuliskan
kata-kata  mereka  itu,  begitu juga perbuatan mereka membunuh
nabi-nabi dengan tidak sepantasnya, dan rasakanlah siksa  yang
membakar ini!" (Qur'an, 3: 181)
 
Tidak  cukup  dengan  maksud  mau  menimbulkan  insiden antara
Muhajirin dengan Anshar dan  antara  Aus  dengan  Khazraj  dan
tidak   pula   cukup  dengan  membujuk  kaum  Muslimin  supaya
meninggalkan  agamanya  dan  kembali  menjadi   syirik   tanpa
mencoba-coba  mengajak  mereka  menganut  agama Yahudi, bahkan
lebih dari itu  orang  Yahudi  itu  kini  berusaha  memperdaya
Muhammad  sendiri. Pendekar-pendekar mereka, pemuka-pemuka dan
pemimpin-pemimpin mereka datang menemuinya dengan  mengatakan:
"Tuhan  sudah  mengetahui  keadaan kami, kedudukan kami. Kalau
kami mengikut tuan, orang-orang Yahudipun akan juga  ikut  dan
mereka  tidak  akan  menentang  kami.  Sebenarnya  antara kami
dengan beberapa kelompok golongan kami timbul permusuhan. Lalu
kami  datang ini minta keputusan tuan. Berilah kami keputusan.
Kami akan ikut tuan dan percaya kepada tuan."
 
Di sinilah firman Tuhan menyebutkan:
 
"Dan  hendaklah  engkau  memutuskan  perkara  diantara  mereka
menurut  apa yang sudah diturunkan Allah, dan jangan kauturuti
hawa-nafsu mereka.  Berhati-hatilah  terhadap  mereka.  Jangan
sampai  mereka  memperdayakan kau dari beberapa peraturan yang
sudah  ditentukan  Tuhan   kepadamu.   Tetapi   kalau   mereka
menyimpang,  ketahuilah,  Tuhan akan menurunkan bencana kepada
mereka karena beberapa dosa mereka sendiri juga. Sesungguhnya,
kebanyakan  manusia  itu adalah orang-orang fasik. Adakah yang
mereka kehendaki itu hukum jahiliah? Dan hukum  siapakah  yang
lebih  baik  daripada  hukum  Allah  bagi  mereka yang yakin?"
(Qur'an, 5: 49-50)
 
                                  
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah

Jumat, 24 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (20)

Begitu setianya ia, sehingga  bila  ada  orang  menyebut  nama
Khadijah,  selalu  menimbulkan kenangan yang indah baginya. Di
sinilah Aisyah berkata: "Saya tidak pernah iri  hati  terhadap
seorang   wanita  seperti  terhadap  Khadijah,  bilamana  saja
mendengar  ia  mengenangkannya."  Ketika  ada  seorang  wanita
datang   ia   menyambutnya   begitu  gembira  dan  ditanyainya
baik-baik. Bila wanita itu sudah pergi,  ia  berkata:  "Ketika
masih  ada Khadijah ia suka mengunjungi kami." Bahwa mengingat
hubungan  baik  masa  lampau  adalah  termasuk  iman.   Begitu
halusnya  perasaannya, begitu lembutnya hatinya, ia membiarkan
cucunya bermain-main dengan dia ketika ia  sembahyang.  Bahkan
ia bersembahyang dengan Umama, puteri Zainab puterinya, sambil
dibawa di atas bahunya; bila  ia  sujud  diletakkan,  bila  ia
berdiri dibawanya lagi.
 
Kebaikan   dan   kasih-sayang   yang   sudah   menjadi   sendi
persaudaraan itu, yang dalam peradaban dunia  modern  sekarang
juga  menjadi  dasar  bagi  seluruh  umat  manusia tidak hanya
terbatas sampai  di  situ  saja,  melainkan  melampaui  sampai
kepada binatang juga. Dia sendiri yang bangun membukakan pintu
untuk seekor kucing yang sedang berlindung di tempat itu.  Dia
sendiri  yang  merawat  seekor  ayam jantan yang sedang sakit;
kudanya dielus-elusnya dengan lengan bajunya. Bila  dilihatnya
Aisyah   naik  seekor  unta,  karena  menemui  kesukaran  lalu
binatang itu ditarik-tariknya,  iapun  ditegurnya:  "Hendaknya
kau berlaku lemah-lembut." Kasih-sayangnya itu meliputi segala
hal, dan selalu memberi perlindungan kepada  siapa  saja  yang
memerlukannya.
 
Tetapi  ini  bukan  sikap  kasih-sayang  karena lemah atau mau
menyerah, juga bersih dari segala sifat  mau  menghitung  jasa
atau  sikap  tinggi  diri. Ini adalah persaudaraan dalam Tuhan
antara Muhammad dengan semua mereka  yang  berhubungan  dengan
dia.  Disinilah  dasar  peradaban  Islam  yang  berbeda dengan
sebahagian besar peradaban-peradaban  lain.  Islam  menekankan
pada  keadilan  disamping  persaudaraan  itu,  dan berpendapat
bahwa tanpa adanya keadilan  ini  persaudaraan  tidak  mungkin
ada.
 
"Barangsiapa  menyerang  kamu, seranglah dengan yang seimbang,
seperti mereka menyerang kamu." (Qur'an, 2: 194)
 
"Dengan hukum qishash berarti kelangsungan  hidup  bagi  kamu,
hai orang-orang yang mengerti." (Qur'an, 2: 179)
 
Sifatnya  harus  untuk  mempertahankan jiwa semata-mata dengan
kemauan yang bebas sepenuhnya dan  untuk  mencari  rida  Tuhan
tanpa   ada  maksud  lain.  Itulah  sumber  persaudaraan  yang
meliputi segala kebaikan dan kasih-sayang. Ini harus bersumber
juga  dari  jiwa  yang  kuat,  tidak  mengenal menyerah selain
kepada Allah, dan dengan  ketaatan  kepadaNya  ia  tidak  pula
merasa  lemah.  Tak  ada  rasa  takut akan menyelinap ke dalam
hatinya  kecuali  dari  perbuatan  maksiat  atau   dosa   yang
dilakukannya. Dan jiwa itu tidak akan jadi kuat kalau ia masih
di bawah kekuasaan yang lain dan tidak akan jadi kuat kalau ia
masih   di   bawah   kekuasaan   hawa-nafsunya.  Muhammad  dan
sahabat-sahabatnya  telah  hijrah  dari  Mekah  supaya  jangan
berada  di  bawah kekuasaan Quraisy dan jangan ada jiwa mereka
yang akan jadi lemah karenanya. Jiwa itu akan menyerah  kepada
kekuasaan  hawa-nafsu  kalau sudah jasmani yang dapat berkuasa
kedalam rohani dan akal pikiran dapat dikalahkan oleh kehendak
nafsu.  Dan  akhirnya  kehidupan  materi  ini  juga yang dapat
menguasai hidup kita, padahal kita sudah tidak memerlukan yang
demikian,  sebab  ini  memang  sudah berada di bawah kekuasaan
kita.
 
Di sini Muhammad adalah contoh kekuatan jiwa yang ideal sekali
atas  kehidupan  ini,  suatu  kekuatan  yang membuat dia sudah
tidak peduli lagi akan  memberikan  segala  yang  ada  padanya
kepada   orang  lain.  Itu  sebabnya  sampai  ada  orang  yang
mengatakan:  Dalam  memberi   Muhammad   sudah   tidak   takut
kekurangan. Dan supaya jangan ada sesuatu dalam hidup ini yang
dapat menguasainya, sebaliknya dia yang harus menguasai,  maka
ia  keras  sekali  menahan  diri dalam arti hidup materi, sama
kerasnya dengan keinginannya hendak mengetahui segala  rahasia
yang  ada  dalam  hidup  materi  itu, ingin mengetahui hakekat
sesungguhnya tentang semua itu. Begitu jauhnya ia menahan diri
sehingga  lapik tempat dia tidur hanya terdiri dari kulit yang
diisi dengan serat. Makannya tak pernah kenyang. Tak pernah ia
makan  roti  dari  tepung  sya'ir6  dua  hari  berturut-turut.
Sebagian besar makannya adalah  bubur.7  Pada  hari-hari  yang
lain  ia  makan  kurma. Jarang sekali ia dan keluarganya dapat
makanan roti sop.8 Bukan sekali saja ia harus  menahan  lapar.
Sudah  pernah  perutnya  diganjal  dengan  batu  untuk menahan
teriakan rongga pencernaannya itu.
 
Itulah yang sudah biasa dikenal tentang makannya, meskipun ini
tidak  berarti  ia  pantang  sekali-sekali  makan makanan yang
enak-enak.  Juga  ia  dikenal  suka  sekali  makan  kaki  anak
kambing, labu, madu dan manisan.
 
Begitu  juga  kesederhanaannya  dalam hal pakaian sama seperti
dalam  makanan.  Suatu  hari  ada  seorang  wanita  memberikan
sehelai  pakaian  kepadanya  yang  memang  diperlukan.  Tetapi
kemudian diminta oleh orang lain yang juga memerlukannya  guna
mengkafani  mayat.  Pakaian  itu diberikannya. Pakaiannya yang
dikenal terdiri dari sebuah baju dalam  dan  baju  luar,  yang
terbuat   dari   wol,   katun   atau  sebangsa  serat.  Tetapi
sekali-sekali ia tidak menolak memakai  pakaian  dari  tenunan
Yaman  sebagai  pakaian  yang  mewah  sesuai dengan acara bila
memang menghendaki demikian. Juga alas  kaki  yang  dipakainya
sederhana  sekali.  Tak  pernah ia memakai sepatu selain waktu
mendapat  hadiah  dari  Najasyi  berupa  sepasang  sepatu  dan
seluar.
 
Sungguhpun  begitu dalam hal menahan diri dan menjauhi masalah
duniawi bukanlah berarti ia hidup menyiksa diri. Cara ini juga
tidak sesuai dengan ajaran agama. Dalam Qur'an dapat dibaca:
 
"Makanlah  dari  makanan  yang  baik  yang  sudah Kami berikan
kepadamu." (Qur'an, 2: 57)
 
"Dan tempuhlah kebahagiaan akhirat seperti yang  dianugerahkan
Allah  kepadamu, tapi juga jangan kaulupakan kebahagiaan hidup
duniawi. Dan berbuatlah kebaikan  kepada  orang  lain  seperti
Allah telah berbuat baik kepadamu." (Qur'an, 28: 77)
 
Dan  dalam  hadis:  "Berbuatlah  untuk duniamu seolah-olah kau
akan hidup selama-lamanya, dan berbuat  pula  untuk  akhiratmu
seolah-olah kau akan mati besok."
 
Akan  tetapi  Muhammad  ingin  memberikan  teladan yang begitu
tinggi kepada manusia tentang arti kekuatan  dalam  menghadapi
hidup  itu,  suatu  kekuatan  yang  tak dapat dipengaruhi oleh
perasaan lemah,  tak  dapat  diperbudak  oleh  kekayaan,  oleh
harta-benda,  oleh  kekuasaan  atau  oleh  apa  saja yang akan
menguasainya,  selain  Allah.  Persaudaraan  yang   didasarkan
kepada  kekuatan,  yang  manifestasinya  telah  diberikan oleh
Muhammad sebagai teladan tertinggi  seperti  yang  sudah  kita
lihat  itu,  adalah persaudaraan murni yang sungguh ikhlas dan
mulia, suatu persaudaraan  yang  bersih  samasekali.  Sebabnya
ialah   karena   adanya  rasa  keadilan  yang  terjalin  dalam
kasih-sayang dan karena yang bersangkutan hanya didorong  oleh
kemauan  sendiri  yang bebas mutlak. Tetapi, oleh karena Islam
menyertakan rasa keadilan  disamping  rasa  kasih-sayang  itu,
maka  ia  juga  menyertakan  maaf disamping keadilan itu, maaf
yang dapat diberikan bila mampu.  Rasa  kasih-sayang  demikian
itu   hendaklah  dengan  hati  terbuka  dan  benar-benar,  dan
hendaklah  dengan   tujuan   mau   mencapai   perbaikan   yang
sungguh-sungguh.
 
Inilah   dasar  yang  telah  diletakkan  oleh  Muhammad  dalam
membangun peradaban baru  itu,  yang  dengan  jelas  tersimpul
dalam  cerita  yang  diambil  dari Ali bin Abi Talib ketika ia
bertanya kepada Rasulullah tentang sunahnya,  dengan  dijawab:
"Ma'rifat  adalah  modalku, akal-pikiran sumber agamaku, cinta
adalah dasar hidupku, rindu kendaraanku, berzikir kepada Allah
adalah  kawan dekatku, keteguhan perbendaharaanku, duka adalah
kawanku, ilmu adalah senjataku,  ketabahan  adalah  pakaianku,
kerelaan  sasaranku,  faqr  adalah  kebanggaanku, menahan diri
adalah    pekerjaanku,    keyakinan    makananku,    kejujuran
perantaraku, ketaatan adalah ukuranku, berjihad perangaiku dan
hiburanku adalah dalam sembahyang."

Ajaran-ajaran  Muhammad  serta  teladan  dan  bimbingan   yang
diberikannya  telah  meninggalkan  pengaruh  yang dalam sekali
kedalam  jiwa  orang,  sehingga  tidak  sedikit   orang   yang
berdatangan menyatakan masuk Islam, dan kaum Musliminpun makin
bertambah kuat di Medinah. Ketika  itulah  orang-orang  Yahudi
mulai  memikirkan  kembali posisi mereka terhadap Muhammad dan
sahabat-sahabatnya.  Mereka  dengan   dia   telah   mengadakan
perjanjian.  Mereka  bermaksud  ingin  merangkulnya  ke  pihak
mereka dan supaya ketahanan  mereka  bertambah  kuat  terhadap
orang-orang Kristen. Dan dia lebih kuat dari mereka itu semua,
ajarannya  bertambah  kuat.  Malah  sekarang   ia   memikirkan
orang-orang  Quraisy  yang telah mengusirnya dan mengusir kaum
Muhajirin  dari  Mekah  serta  godaan  mereka  terhadap   kaum
Muslimin   yang   dapat  mereka  goda  dari  agamanya.  Adakah
orang-orang  Yahudi  itu  akan  membiarkan   dakwahnya   terus
tersebar  dan  kekuasaan  rohaninya makin meluas, dengan cukup
puas berada disampingnya dalam aman sentosa yang berarti  akan
menarnbah  keuntungan  dan  kekayaan dalam perdagangan mereka?
Barangkali  memang  akan  begitu  kalau  mereka  yakin   bahwa
dakwahnya  itu  tidak  akan  sampai  kepada orang-orang Yahudi
sendiri dan tidak akan sampai meluas kepada orang-orang  awam,
sedang  ajaran  mereka  yang berlaku ialah tidak akan mengakui
adanya seorang nabi yang bukan dari Keluarga Israil.
 
Akan  tetapi  ada  seorang  rabbi  yang  cerdik-pandai,  yaitu
Abdullah  b.  Sallam  yang telah berhubungan dengan Nabi iapun
lalu memeluk Islam; dan dianjurkannya pula  keluarganya.  Lalu
merekapun bersama-sama memeluk agama Islam.
 
Tetapi  Abdullah  bin  Sallam  masih  merasa  kuatir  akan ada
kata-kata yang tidak biasa yang akan  dilontarkan  orang-orang
Yahudi  jika  mereka  mengetahui ia sudah menganut Islam. Maka
dimintanya kepada Nabi untuk menanyai mereka  tentang  dirinya
itu  sebelum mereka mengetahui bahwa dia sudah Islam. Ternyata
mereka berkata: dia pemimpin  kami,  pendeta  kami  dan  orang
cerdik-pandai  kami. Setelah Abdullah berhadapan dengan mereka
dan sekarang jelas  sudah  sikapnya,  bahkan  mengajak  mereka
menganut  ajaran  Islam, merekapun merasa kuatir akan nasibnya
itu nanti. Maka di seluruh perkampungan Yahudi itu iapun mulai
difitnah  dan diumpat dengan kata-kata yang tak senonoh. Dalam
hal ini mereka lalu sepakat akan berkomplot terhadap  Muhammad
menolak  kenabiannya.  Secepat  itu  pula sisa-sisa orang yang
masih musyrik dari kalangan Aus dan Khazraj serta mereka  yang
pura-pura masuk Islam segera menggabungkan diri dengan mereka,
baik karena mau mengejar keuntungan  materi  atau  karena  mau
menyenangkan golongannya atau pihak yang berpengaruh
 
Sekarang  mulai  terjadi  suatu perang polemik antara Muhammad
dengan orang-orang Yahudi,  yang  ternyata  lebih  bengis  dan
lebih  licik  daripada perang polemik yang dulu pernah terjadi
antara dia dengan orang-orang Quraisy di Mekah.  Dalam  perang
yang  terjadi  di Yathrib ini semua orang Yahudi berdiri dalam
satu barisan  menyerang  Muhammad  dan  risalahnya,  menyerang
sahabat-sahabatnya,   kaum   Muhajirin   dan   Anshar,  dengan
mengadakan intrik-intrik, tindakan  bermuka-muka  dengan  ilmu
yang  ada  pada mereka tentang sejarah dan peristiwa-peristiwa
masa lampau mengenai para nabi dan rasul-rasul.
 
Mereka mengadakan intrik melalui pendeta-pendeta  mereka  yang
pura-pura  Islam  dan yang dapat bergaul ke tengah-tengah kaum
Muslimin dengan pura-pura sangat takwa sekali,  yang  kemudian
lalu  sekali-kali  memperlihatkan  kesangsian dan keraguannya.
Mereka itu memajukan pertanyaan-pertanyaan kepada  Muhammad  ,
yang  mereka  kira  akan  dapat menggoncangkan iman umat Islam
kepadanya dan kepada  ajaran  kebenaran  yang  dibawanya  itu.
Kemudian  orang-orang  Aus  dan  Khazraj  yang  juga  Islamnya
pura-pura, menggabungkan diri dengan orang-orang Yahudi  dalam
memajukan    pertanyaan-pertanyaan   dan   dalam   menimbulkan
perselisihan di kalangan kaum Muslimin.  Begitu  keras  kepala
mereka  itu  sampai  ada  diantara  orang  Yahudi sendiri yang
mengingkari isi Taurat - padahal mereka percaya kepada  Allah,
baik  kalangan Keluarga Israil maupun orang-orang musyrik yang
mempergunakan berhala-berhala untuk  mendekatkan  diri  mereka
kepada  Tuhan. Misalnya mereka bertanya kepada Muhammad: Kalau
Allah itu sudah  menciptakan  makhluk  ini,  lalu  siapa  yang
menciptakan  Allah?  Muhammad  hanya  menjawab  mereka  dengan
firman Tuhan:
 
"Katakan: Allah Satu cuma. Allah itu Abadi dan  Mutlak.  Tidak
beranak.  Dan  tidak  pula diperanakkan. Dan tiada satu apapun
yang menyerupaiNya." (Qur'an, 112: 1-4)
 
Pihak Muslimin sekarang menyadari keadaan musuh mereka,  sudah
mengetahui  tujuan  usaha  mereka itu. Ada terlihat pada suatu
hari mereka dalam mesjid sedang berbicara antara sesama mereka
dengan   berbisik-bisik.   Muhammad   meminta   supaya  mereka
dikeluarkan dari dalam mesjid itu  dengan  paksa.  Tetapi  ini
tidak  membuat  mereka  jera melakukan tipu-muslihat dan masih
terus berusaha hendak menjerumuskan kaum Muslimin. Ketika  ada
beberapa   orang   dari   golongan   Aus  dan  Khazraj  sedang
duduk-duduk bersama-sama salah seorang dari  mereka  [Syas  b.
Qais]  lewat.  Ia jadi panas hati melihat dua puak ini menjadi
rukun. Dalam hatinya ia  berkata:  masyarakat  Banu  Qaila  di
negeri  ini  sudah  bersatu. Kita takkan berarti apa-apa kalau
pemuka-pemuka mereka sudah sepakat. Seorang pemuda Yahudi yang
pernah   dengan   mereka   dulu  dimintanya  supaya  mengambil
kesempatan ini dengan menyebut-nyebut kembali peristiwa Bu'ath
dahulu  serta  bagaimana  pula  pihak  Aus  dapat  mengalahkan
Khazraj. Pemuda itu pun lalu bicara. Ternyata hal  ini  memang
menimbulkan  ingatan  masa  lampau pada kedua puak itu. Mereka
lalu bersitegang, saling membanggakan diri  dan  hanyut  dalam
pertengkaran.  "Kalau  kamu  mau  kita  boleh  kembali seperti
dulu," kata mereka satu sama lain.
 
Peristiwa ini sampai juga kepada Muhammad.  Ia  pergi  menemui
mereka   dengan  beberapa  orang  sahabat,  dan  diingatkannya
mereka, bahwa Islam telah  mempersatukan  dan  membuat  mereka
benar-benar  bersaudara,  saling mencintai. Sementara ia masih
di tengah-tengah mereka,  merekapun  menangis,  mereka  saling
berpeluk-pelukan.  Mereka  semua  berdoa bermohon ampun kepada
Tuhan.
 
Polemik antara Muhammad dengan orang-orang  Yahudi  itu  sudah
sampai   dipuncaknya,   sebagaimana  oleh  Qur'an  sudah  pula
diperlihatkan.  Pada  permulaan  Surah  al-Baqara  (2)  sampai
dengan  ayat  81, dan sebahagan besar Surah an-Nisa' (4) semua
menyebutkan tentang orang-orang  Ahli  Kitab  itu  dan  betapa
mereka mengingkari isi-Kitab Suci mereka sendiri. Mereka telah
mendapat kutukan keras karena pembangkangan  dan  pengingkaran
mereka itu:
 
"Dan sesungguhnyalah Kami telah mendatangkan Al-Kitab (Taurat)
kepada Musa, dan sesudah itu lalu Kami susul pula dengan  para
rasul,  dan Kami telah memberikan bukti-bukti kebenaran kepada
Isa anak Maryam dan Kami perkuat dia dengan Ruh  Suci.  Adakah
setiap  datang seorang rasul kepadamu membawa sesuatu yang tak
sesuai dengan kehendak hatimu, lalu  kamu  bersikap  sonmbong?
Sebagian  kamu dustakan dan yang sebagian lagi kamu bunuh? Dan
mereka berkata: 'hati kami sudah tertutup.' Tetapi Tuhan telah
mengutuk  mereka  karena  keingkaran  mereka juga. Karena itu,
sedikit sekali mereka yang beriman. Dan setelah kepada  mereka
didatangkan  Kitab  dari  Allah, yang membenarkan apa yang ada
pada mereka,  karena  sebelum  itu  mereka  minta  didatangkan
kemenangan   terhadap  orang-orang  yang  masih  ingkar,  maka
setelah  yang  mereka  ketahui  itu  berada  di  tengah-tengah
mereka,  merekapun  juga  tidak  mempercayainya.  Karena  itu,
kutukan Allah menimpa oranz-orang yang ingkar  itu."  (Qur'an,
2: 87-89)
 
Begitu  memuncaknya polemik antara orang-orang Yahudi dan kaum
Muslimin  itu,  sehingga  acapkali  -  sekalipun   sudah   ada
perjanjian  antara  mereka  -  permusuhan  itu  terjadi sampai
dengan main tangan. Sebagai contoh - sekedar sebagai ukuran  -
kita   sudah  mengenal  Abu  Bakr,  yang  begitu  lemah-lembut
perangainya, dengan kesabarannya yang luarbiasa. Ketika itu ia
sedang   bicara  dengan  seorang  orang  Yahudi  yang  bernama
Finhash,  yang  diajaknya  menganut  Islam.   Tetapi   Finhash
menjawab:  "Abu  Bakr, bukan kita yang membutuhkan Tuhan, tapi
Dia yang butuh kepada  kita.  Bukan  kita  yang  meminta-minta
kepadaNya,  tetapi  Dia  yang  meminta-minta kepada kita. Kita
tidak memerlukanNya, tapi Dia yang memerlukan kita. Kalau  Dia
kaya,  tentu Ia tidak akan minta dipinjami harta kita, seperti
yang  didakwakan  oleh  pemimpinmu  itu.  Ia  melarang  kalian
menjalankan  riba,  tapi kita akan diberi jasa. Kalau Ia kaya,
tentu Ia tidak akan menjalankan ini."
 
Maksud Finhash ini ditujukan kepada firman Tuhan:
 
"Siapa yang mau meminjamkan kepada Allah suatu  pinjaman  yang
baik,  Allah  akan selalu membalasnya dengan berlipat ganda."
(Qur'an, 2: 145)
 
Tetapi dalam hal ini Abu Bakr tidak  tahan  mendengar  jawaban
itu. Ia marah. Ditamparnya muka Finhash itu keras-keras.
 
"Demi  Allah,"  kata  Abu  Bakr,  "kalau  tidak  karena adanya
perjanjian antara kami dengan  kamu  sekalian,  pasti  kupukul
kepalamu. Engkaulah musuh Tuhan."
 
Kemudian  Finhash  mengadukan  peristiwa ini kepada Nabi, tapi
apa yang dikatakannya tentang  Tuhan  kepada  Abu  Bakr  tidak
diakuinya. Dalam hal ini firman Tuhan menyebutkan:
 
"Tuhan  sudah  mendengar  kata-kata  mereka  yang menyebutkan:
Tuhan itu miskin, dan kamilah yang kaya.  Akan  Kami  tuliskan
kata-kata  mereka  itu,  begitu juga perbuatan mereka membunuh
nabi-nabi dengan tidak sepantasnya, dan rasakanlah siksa  yang
membakar ini!" (Qur'an, 3: 181)
 
Tidak  cukup  dengan  maksud  mau  menimbulkan  insiden antara
Muhajirin dengan Anshar dan  antara  Aus  dengan  Khazraj  dan
tidak   pula   cukup  dengan  membujuk  kaum  Muslimin  supaya
meninggalkan  agamanya  dan  kembali  menjadi   syirik   tanpa
mencoba-coba  mengajak  mereka  menganut  agama Yahudi, bahkan
lebih dari itu  orang  Yahudi  itu  kini  berusaha  memperdaya
Muhammad  sendiri. Pendekar-pendekar mereka, pemuka-pemuka dan
pemimpin-pemimpin mereka datang menemuinya dengan  mengatakan:
"Tuhan  sudah  mengetahui  keadaan kami, kedudukan kami. Kalau
kami mengikut tuan, orang-orang Yahudipun akan juga  ikut  dan
mereka  tidak  akan  menentang  kami.  Sebenarnya  antara kami
dengan beberapa kelompok golongan kami timbul permusuhan. Lalu
kami  datang ini minta keputusan tuan. Berilah kami keputusan.
Kami akan ikut tuan dan percaya kepada tuan."
 
Di sinilah firman Tuhan menyebutkan:
 
"Dan  hendaklah  engkau  memutuskan  perkara  diantara  mereka
menurut  apa yang sudah diturunkan Allah, dan jangan kauturuti
hawa-nafsu mereka.  Berhati-hatilah  terhadap  mereka.  Jangan
sampai  mereka  memperdayakan kau dari beberapa peraturan yang
sudah  ditentukan  Tuhan   kepadamu.   Tetapi   kalau   mereka
menyimpang,  ketahuilah,  Tuhan akan menurunkan bencana kepada
mereka karena beberapa dosa mereka sendiri juga. Sesungguhnya,
kebanyakan  manusia  itu adalah orang-orang fasik. Adakah yang
mereka kehendaki itu hukum jahiliah? Dan hukum  siapakah  yang
lebih  baik  daripada  hukum  Allah  bagi  mereka yang yakin?"
(Qur'an, 5: 49-50)
 
                                  
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 

Thinkmii Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez