"Anakku, suamiku... Aku merindukanmu, maafkan ummi..."
Air matakupun berlinang ketika aku mengingat anak dan suamiku di kampung
3 tahun yang lalu, kami masih berkumpul dalam sebuah rumah kecil namun penuh kebahagiaan. Namun karena anak kami semakin besar dan memerlukan biaya sekolah yang tidak sedikit ditambah lagi suamiku yang sakit yang butuh biaya perawatan, aku memutuskan meninggalkan rumah kecil itu untuk memberanikan diri merantau jauh dari mereka. Aku kini bekerja di salah satu negera di Asia sebagai TKW.
Awalnya, rencana itu sangat ditentang suamiku. Namun aku bersikeras untuk tetap menjadi TKW. Sudah 3 tahun aku tidak pulang karena majikanku tidak mengizinkan. 2 tahun yang lalu aku masih berkomunikasi dengan suami dan anakku namun entah kenapa setahun belakangan ini aku tak bisa lagi menghubunginya.
Suatu hari secara sembunyi-sembunyi kucoba menghubungi bapak RT di kampungku itu. Namun saat telpon sudah tersambung, tiba-tiba majikanku mengambil handphoneku itu dan menyitanya.
Majikanku marah besar karena kejadian itu. Memang salahku juga, di waktu jam kerja aku menelpon di kamar. Mulai saat itu dia sangat keras kepadaku. Setiap aku melakukan kesalahan kecil seperi memecahkan gelas, aku disiksanya. Apalah dayaku. Aku hanya seorang pembantu.
"Aku sudah tak tahan disini" ucapku dalam hati
Bahkan gajiku tak pernah diberikan lagi.
Dalam heningnya malam aku mengadu merintih kepada Allah "Ya Allah, lindungi hambaMu yang lemah ini. Tunjukkanku jalan keluar atas semua ini"
Keesokan harinya, majikanku sekeluarga berangkat liburan di Singapura. Karena takut aku kabur dari rumah, aku dikuncikan dalam rumah sendiri. Telpon rumah dimatikan, semua pintu digembok dari luar. Aku tak dapat berbuat apapun.
3 hari aku telah terkurung di rumah ini, tiap hari aku hanya habiskan untuk beribadah kepada Allah. Kumanfaatkan waktuku ini. Sangat jarang aku bisa melantunkan ayat suci Al Quran seperti sekarang ini. Walaupun dalam keadaan terkurung seperti itu, namun hatiku damai karena aku merasa Allah sangat dekat denganku.
Kembali malam harinya, kuhabiskan waktuku untuk bertahajjud. Dalam keheningan itu, tiba-tiba kudengar bunyi alarm di kamar anak majikanku. Aku mencoba masuk ke dalam kamar, dan kulihat alarm itu dari handphone anak majikaku yang ada di bawah tempat tidurnya. Isi alarmnya adalah "ultah rini".
Setelah itu aku langsung mengecek pulsa dalam handphone itu, dan alhamdulillah ada. Kucoba menghubungi pemerintah Indonesia yang ada di negara itu.
"Tolong saya, saya dikurung dan disiksa oleh majikan saya. Alamat saya.... Segera bebaskan saya"
Alhamdulillah, pemerintah Indonesia segera memproses laporanku. Beberapa jam menunggu akhirnya polisi negara tersebut beserta perwakilan pemerintah indonesia datang. Mereka berusaha membuka gembok dan pintu rumah, syukur dengan cepat pintu dan gembok itu terbuka.
Akupun akhirnya keluar dari rumah itu, dan dibawa ke kantor pemerintahan Indonesia. Keesokan harinya akupun di izinkan pulang kembali ke Indonesia dengan biaya ditanggung oleh pemerintah Indonesia. Betapa senangnya yang kurasakan saat itu. Dalam bayanganku sudah tergambar ketika aku datang ke kampung dan bertemu keluargaku.
Akhirnya aku tiba di bandara soekarno-hatta, tanpa beristirahat kulanjutkan perjalananku ke kampung.
Sesampaiku di kampung, aku langsung menuju ke rumah kecilku dan saat itu...
Aku melihat rumah kecil itu sudah rata dengan tanah. Entah apa yang terjadi saat aku menjadi TKW. Namun di sana aku menemukan sebuah buku kecil, buku itu adalah buku yang pernah kuhadiahkan kepada anakku saat ia sudah pintar membaca. Dalam buku itu anakku mencurahkan segala isi hatinya. Buku itu ia jadikan buku diarynya.
Air mataku tak tertahankan ketika membacanya.
"Ummi, tolong kami. Kemarin malam, ada kelompok orang yang datang. Mereka memaksa kami meninggalkan rumah ini. Namun, kami menolaknya. Pagi tadi ketika aku berangkat sekolah ternyata mereka datang. Pulang sekolah aku menemukan abi kesakitan karena bekas pukulan"
"Ummi, maafkan kami. Handphone yang kami miliki satu-satunya disita oleh ibu warung tempat kami sering mengutang"
"Ummi, hari ini air mataku bercucuran. Pulang sekolah tadi, aku menemukan abi kembali kesakitan karena kelompok orang itu datang lagi, tanpa modal apapun aku membawa ayah ke rumah sakit namun saat di ayah masuk ke ruang ICU ayah menghembuskan nafas terakhirnya. Aku sendiri ummi. Setelah ayah dimakamkan aku memberanikan diri untuk bertahan di rumah kita ini."
"Ummi, aku takut. Sangat takut. Aku menulis ini dalam keadaan gelap. Ada orang mengetuk pintu sangat keras di luar, dan sepertinya ia memadamkan lampu rumah kita. Ummi"
"Ummi, ummi, aku sangat takut. Tolon
Setelah membacanya aku langsung menuju ke rumah pak RT. Namun ia seakan enggan bercerita apapun tentang kejadian yang menimpa keluargaku.
"Anakku, dimana kamu?? Apa yang terjadi padamu??"
Sehari berkeliling kampung aku tak menemukannya. Entah dimana malam ini aku harus menginap. Kulihat di depanku ada mushala, dan kuputuskan untuk beristirahat di sana.
Keesokan harinya, setelah melaksanakan shalat subuh. Aku bersegera untuk mencari kembali anakku. Namun hal itu tertunda karena aku pingsan ketika akan meninggalkan mushala itu. Untungnya saat itu aku ditolong oleh seorang penjaga mushala.
Saat aku bangun, aku melihat sosok gadis cantik dengan busana yang sopan. Gadis itu sangat menandakan dirinya adalah seorang muslimah. Tutur katanya yang lembut, tangannya yang begitu ringan menolong menambah kesempurnaan dirinya.
Ku coba memandangnya lagi, ada rasa getar dalam dadaku. Tiba-tiba ia memelukku dan berkata "ummi..." Ia menangis memelukku. "Anakku".
Akhirnya aku bertemu dengan buah hatiku. Aku bangga padanya. Di tengah kesulitan ini ia bisa bangkit dan tegar seperti sekarang ini.
Hari itu jugapun aku dibawanya ke makam ayahnya. Di sana aku dan anakku memanjatkan doa keselamatan kepada suamiku.
@rahmisyam