Rabu, 15 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (12)

Diposting oleh Rahmi Andriyani Syam di 07.51
Diluar itu,  untuk  mencapai  tingkat  pengertian  yang  lebih
tinggi,  orang  sudah dibutakan oleh harta benda duniawi, oleh
kenikmatan hidup sejenak yang dirasakannya. Untuk  kepentingan
duniawi  itu, untuk memburu saat sejenak itu, mereka berperang
dan bertempur. Tak ada  sesuatu  yang  akan  dapat  menghambat
mereka  menancapkan  kuku  dan  gigi  mereka  ke  batang leher
kebenaran, kebaikan dan  pengertian  moral  yang  tinggi  itu.
Lalu,  kesempurnaan  yang  paling suci artinya itu oleh mereka
akan diinjak-injak di bawah telapak kaki yang sudah kotor.

Bagaimana pendapat kita tentang orang-orang Arab  Quraisy  itu
yang  melihat  Muhammad makin sehari makin banyak pengikutnya?
Mereka kuatir, kebenaran yang sudah diproklamirkan  itu  suatu
ketika  akan menguasai mereka, akan menguasai orang-orang yang
sudah setia kepada mereka,  yang  lalu  akan  menjalar  sampai
kepada  orang-orang Arab di seluruh jazirah. Sebelum melakukan
itu mereka harus memotong leher  orang  itu  dulu  jika  dapat
mereka  lakukan. Lebih dulu mereka harus melakukan propaganda,
pemboikotan,  blokade,  penyiksaan  dan   kekerasan   terhadap
musuh-musuh besar mereka itu.

Sebab  ketiga keberatan mereka menjadi pengikut Muhammad ialah
mereka takut sekali pada hari kebangkitan serta  siksa  neraka
pada  Hari  Perhitungan  kelak.  Kita sudah melihat masyarakat
yang begitu hanyut dalam hidup  bersenang-senang  dengan  cara
yang  berlebih-lebihan. Mereka menganggap perdagangan dan riba
itu wajar. Bagi orang kaya di  kalangan  mereka  itu  tak  ada
sesuatu  yang  dipandang  hina,  yang harus dijauhi. Disamping
itu, dengan  membawakan  sesajen  segala  kejahatan  dan  dosa
mereka  itu  sudah  dapat  ditebus.  Seseorang  cukup  mengadu
nasibnya dengan qidh (anak panah) di depan Hubal,  sebelum  ia
melakukan  sesuatu  tindakan.  Tanda  yang diberikan oleh anak
panah,  itulah  perintah  yang  datang  dari   Hubal.   Supaya
kejahatan-kejahatan   dan   dosa-dosanya   itu  diampuni  oleh
berhala-berhala,   cukup   ia   menyembelih   binatang   untuk
berhala-berhala itu. Ia dapat dibenarkan melakukan pembunuhan,
perampokan, melakukan kejahatan, ia tidak dilarang menjalankan
pelacuran  selama  ia  mampu memberi suap kepada dewa-dewa itu
berupa kurban-kurban dan penyembelihan-penyembelihan.

Sekarang datang  Muhammad  membawakan  ayat-ayat  yang  begitu
menakutkan,   membuat  jantung  mereka  rasakan  pecah  karena
ngerinya, sebab  Tuhan  selalu  mengawasi  mereka.  Pada  Hari
Kemudian  mereka  akan  dibangkitkan  kembali sebagai kejadian
baru, dan bahwa yang akan  menjadi  penolong  mereka  hanyalah
perbuatan mereka sendiri.

"Apabila   datang   suara  dahsyat  yang  memekakkan.  Tatkala
seseorang lari meninggalkan saudaranya.  Ibunya  dan  bapanya.
Isterinya  dan  anak-anaknya.  Setiap  orang  hari  itu dengan
urusannya sendiri. Wajah-wajah pada hari itu ada yang berseri.
Tertawa  dan  bergembira. Dan ada pula wajah-wajah kelabu pada
hari itu. Tertutup kegelapan. Mereka itulah  orang-orang  yang
ingkar, orang-orang yang sudah rusak." (Qur'an, 80: 33-42)

Dan suara dahsyat itu datang.

"Apabila   langit   sudah   bagaikan   hancuran   logam.   Dan
gunung-gunung bagaikan gumpalan bulu. Dan tak akan  ada  kawan
akrab  menanyakan  kawannya.  Padahal  mereka menampakkan diri
kepada mereka. Ingin sekali orang jahat itu akan dapat menebus
diri  dari  siksaan  hari  itu dengan memberikan anak-anaknya.
Isterinya, saudaranya. Dan keluarganya yang melindunginya. Dan
semua yang ada di bumi; kemudian ia hendak menyelamatkan diri.
Tidak sekali-kali. Itu adalah api menyala.  Lapisan  kepalapun
tercabut. Dipanggilnya orang yang telah pergi membelakangi dan
yang   berpaling.   Yang   telah   menyimpan   kekayaan    dan
menyembunyikannya." (Qur'an, 70: 8-18)

"Hari  itulah kamu dihadapkan akan diadili. Perbuatanmu takkan
ada yang  tersembunyi.  Barangsiapa  yang  suratnya  diberikan
kepadanya  dengan  tangan  kanan,  ia  akan  berkata  ini dia!
Bacakan suratku.  Sudah  percaya  benar  aku  bahwa  aku  akan
nmenemui  perhitungan.  Lalu ia berada dalam kenikmatan hidup.
Dalam  taman  yang  tinggi.  Buah-buahannyapun  dekat  sekali.
Makanlah,  dan minumlah sepuas hati, sesuai dengan amalmu yang
kamu sediakan masa lampau. Tetapi, barangsiapa  yang  suratnya
diberikan  dengan  tangan  kiri, ia akan berkata: Ah, coba aku
tidak diberi surat! Dan tidak lagi aku  mengetahui,  bagaimana
perhitunganku!  Ah,  sekiranya aku mati saja. Kekayaanku tidak
dapat menolong  aku.  Hancurlah  sudah  kekuasaanku.  Sekarang
bawalah dia dan belenggukan. Sesudah itu, campakkan ia kedalam
api neraka. Lalu masukkan ia ke dalam mata rantai,  panjangnya
tujuhpuluh  hasta.  Tadinya ia tiada beriman kepada Tuhan yang
Maha Agung. Dan tiada pula mendorong memberikan makanan kepada
orang  miskin.  Maka,  sekarang  disini  tak  ada  lagi  kawan
setianya. Tiada makanan baginya selain daripada kotoran.  Yang
hanya dimakan oleh mereka yang penuh dosa."(Qur'an, 69: 18-37)

Sudahkah  orang  membacanya?  Sudahkah  mendengarnya? Tidakkah
merasa ngeri, merasa takut? Ini hanya  sebahagian  kecil  dari
yang  pernah diperingatkan Muhammad kepada masyarakatnya. Kita
membacanya sekarang, dan sebelum itupun sudah pula membacanya,
mendengarnya,  berulang  kali.  Segala  gambaran  neraka  yang
terdapat dalam Qur'an hidup lagi dalam  pikiran  kita,  ketika
kita membacanya kembali.

"...  Setiap  kulit-kulit  mereka itu sudah matang, Kami ganti
dengan kulit lain lagi, supaya siksaan  itu  mereka  rasakan."
(Qur'an, 4: 56)

Dengan  merasakan  adanya  kengerian  itu,  orang  akan  mudah
memperkirakan betapa sebenarnya perasaan Quraisy dan  terutama
orang-orang  kayanya,  tatkala  mendengarkan kata-kata semacam
itu, sebab sebelum mereka mendapat peringatan  tentang  siksa,
mereka  sudah  merasa  dirinya  jauh  dan aman dari itu, dalam
lindungan dewa-dewa dan berhala-berhala mereka.

Juga sesudah itu orang akan mudah  pula  memperkirakan  betapa
meluapnya  semangat  mereka  mendustakan  Muhammad, mengadakan
tantangan dan penghinaan. Mereka memang tidak pernah  mengenal
arti  Hari  Kebangkitan, juga mereka tidak pernah mengakui apa
yang didengarnya itu.  Tidak  ada  diantara  mereka  itu  yang
membayangkan,  bahwa  setelah orang meninggalkan hidup ini, ia
akan mendapat balasan atas segala perbuatan  selama  hidupnya.
Tetapi  apa  yang mereka takutkan dalam hidup mereka pada hari
kemudian itu, ialah mereka takut  akan  penyakit,  takut  akan
mengalami  bencana  pada  harta benda, pada turunan, kedudukan
dan kekuasaannya. Hidup sekarang ini bagi mereka ialah seluruh
tujuan  hidupnya. Seluruh perhatian mereka hanya tertuju untuk
memupuk segala macam kesenangan dan menolak segala macam  yang
mereka  takuti.  Bagi  mereka hari kemudian ialah masalah gaib
yang masih tertutup. Dalam  hati  mereka  sudah  merasa  bahwa
apabila  perbuatan  mereka itu jahat dunia gaib itu boleh jadi
akan  mendatangkan  bencana   kepada   mereka.   Lalu   mereka
menantikan adanya alamat baik atau alamat buruk. Segera mereka
mengadukan nasib  itu  dengan  permainan  anak  panah,  dengan
mengocok   batu-batu   kerikil   dan   menolak  burung3  serta
menyembelih kurban. Semua  itu  merupakan  penangkal  terhadap
segala yang mereka takuti dalam hidup mereka di kemudian hari.

Sebaliknya,  segala yang mengenai adanya balasan sesudah mati,
mengenai hari kebangkitan tatkala sangkakala ditiup,  mengenai
surga  yang  disediakan  untuk mereka yang takwa, neraka untuk
mereka yang aniaya,  mengenai  semua  itu  memang  tak  pernah
terlintas dalam pikiran mereka.

Pada  dasarnya  mereka  sudah pernah mendengar semua itu dalam
agama Yahudi dan Nasrani. Tetapi mereka belum pernah mendengar
dengan  gambaran  yang begitu kuat dan menakutkan seperti yang
mereka dengar melalui wahyu  kepada  Muhammad  itu,  dan  yang
memberi  peringatan  kepada  mereka  -  akan siksa abadi dalam
perut neraka, yang sangat menggamakkan hati karena rasa  takut
hanya  dengan  mendengar gambarannya saja - kalau mereka masih
juga  seperti  keadaan  itu,  bersukaria  dan   berlumba-lumba
memperbanyak  harta  dengan  melakukan  penindasan terhadap si
lemah, makan  harta  anak  piatu,  membiarkan  kemiskinan  dan
melakukan  riba  secara  berlebih-lebihan. Apalagi kalau orang
dapat  melihat  dengan  hati  nuraninya  jalan  yang  ditempuh
manusia  dengan  langkah  yang  begitu  sempit selama hidupnya
menuju mati, sesudah kebangkitan kembali kelak  dengan  segala
suka dan dukanya.

Sebaliknya  surga  yang  dijanjikan Tuhan yang luasnya seperti
langit dan bumi, disitu takkan terdengar  cakap  kosong,  juga
tak  ada  perbuatan  dosa. Yang ada hanyalah ucapan "selamat."
Segala yang menyenangkan hati, menyedapkan  mata  itulah  yang
ada.  Tetapi Quraisy menyangsikan semua itu. Dan yang menambah
lagi kesangsian mereka karena mereka menginginkan segala  yang
segera.  Mereka  ingin  melihat  kenikmatan  itu  nyata  dalam
kehidupan dunia ini. Mereka tidak betah menunggu  sampai  hari
pembalasan,  sebab  mereka  memang  tidak  percaya  pada  hari
pembalasan itu.

Boleh  jadi  orang  akan  merasa   heran   bagaimana   jantung
orang-orang  Arab  itu  sampai begitu rapat tertutup tidak mau
menerima  persepsi  hidup  akhirat  serta  balasan  yang  ada.
Padahal  perjuangan  antara  yang  baik  dengan yang jahat itu
sudah  berkecamuk  dalam  sejarah  manusia  sejak  dunia   ini
berkembang,   tak   pernah   berhenti  dan  tak  pernah  diam.
Orang-orang Mesir purbakala, ribuan  tahun  sebelum  kerasulan
Muhammad  melengkapi  mayat  mereka  dengan  segala perbekalan
untuk keperluan akhirat, dalam kafannya diletakkan pula "Kitab
Orang    Mati"    lengkap    dengan    nyanyian-nyanyian   dan
peringatan-peringatan. Pada kuil-kuil mereka  dilukiskan  pula
gambar-gambar  timbangan,  perhitungan,  taubat  dan  siksaan.
Orang-orang  India  menggambarkan  jiwa  bahagia   itu   dalam
Nirwana.  Sedang  penitisan  ruh jahat dilukiskan dalam bentuk
makhluk-makhluk yang sejak ribuan dan  jutaan  tahun  tersiksa
sampai   ia  ditelan  oleh  kebenaran,  supaya  menjadi  suci.
Kemudian ia kembali  lagi  melakukan  kebaikan,  karena  ingin
mencapai Nirwana.

Juga orang-orang Majusi di Persia. Mereka tidak menolak adanya
perjuangan yang baik dan  yang  jahat,  Dewa  Gelap  dan  Dewa
Cahaya.  Juga  agama  yang  dibawa  Musa,  agama  yang  dibawa
Kristus, sama-sama melukiskan  adanya  kehidupan  yang  kekal,
adanya  kesukaan  Tuhan dan kemurkaanNya. Sekarang orang-orang
Arab. Tidakkah semua itu pernah sampai kepada  mereka?  Mereka
adalah  pedagang-pedagang  yang dalam perjalanan mereka pernah
mengadakan hubungan dengan agama-agama  itu  semua.  Bagaimana
mereka  tidak  mengenalnya?  Bagaimana  tidak mungkin itu akan
menimbulkan suatu persepsi khusus pada mereka?  Mereka  adalah
orang-orang  pedalaman  yang  banyak sekali berhubungan dengan
alam lepas tak terbatas. Lebih mudah  bagi  mereka  melukiskan
ruh-ruh  yang  terdapat  dalam  wujud ini, menjelma pada siang
hari yang terang  menyala  atau  pada  senja  menjelang  malam
gulita.  Ruh-ruh yang baik dan yang jahat, ruh-ruh yang mereka
anggap  bersemayam  dalam  diri  berhala-berhala   yang   akan
mendekatkan mereka kepada Tuhan itu.

Jadi  sudah  tentu  mereka  juga mempunyai konsep tentang alam
gaib yang ada di sekitar mereka. Akan tetapi,  mereka  sebagai
masyarakat  pedagang,  jiwa  mereka  lebih cenderung pada yang
nyata   saja.   Juga    karena    kegemaran    mereka    hidup
bersenang-senang,  minum  minuman  keras,  sama  sekali mereka
menolak adanya balasan hari kemudian. Apa yang diperoleh orang
dalam  hidupnya,  menurut  anggapan  mereka,  baik  atau buruk
adalah balasan atas perbuatannya. Dan  tak  ada  balasan  lagi
sesudah   hidup   ini.  Oleh  karena  itu  wahyu  yang  berisi
peringatan  dan  berita  gembira  pada  mula   kerasulan   itu
kebanyakannya  turun  di  Mekah; karena ia ingin menyelamatkan
ruh mereka, tempat Muhammad diutus itu. Sudah sepatutnya  pula
bila ia mengingatkan mereka atas dosa dan kesesatan yang telah
mereka lakukan  itu.  Sudah  sepatutnya  pula  bila  ia  ingin
mengangkat  mereka  dari  lembah  penyembahan  berhala  kepada
penyembahan Allah Yang Tunggal, Maka Kuasa.

Demi keselamatan rohani keluarga dan umat manusia  seluruhnya,
Muhammad  serta  orang-orang  yang beriman sudi memikul segala
macam siksaan dan pengorbanan, memikul penderitaan rohani  dan
jasmani,  dan  kemudian pergi meninggalkan tanah tumpah darah,
menjauhi permusuhan sanak-keluarga, yang  sepintas-lalu  sudah
kita  lihat  di  atas.  Dan  seolah cinta Muhammad makin dalam
kepada  mereka,  makin  besar  hasratnya  ingin  menyelamatkan
mereka, setiap ia mengalami penderitaan dan siksaan yang lebih
besar  lagi  dari  mereka  itu.  Hari  Kebangkitan  dan   Hari
Perhitungan  adalah  ayat-ayat yang harus diperingatkan kepada
mereka  guna  menolong  mereka  dari  penyakit  paganisma  dan
gelimang   dosa  yang.menimpa  mereka  itu.  Pada  tahun-tahun
permulaan itu tiada henti-hentinya  wahyu  memperingatkan  dan
membukakan mata mereka.

Sungguhpun begitu mereka tetap gigih tidak mau mengakui, tetap
menolak, sampai-sampai  mereka  terdorong  mengobarkan  perang
mati-matian.  Bahaya  dan  bencana  peperangan  itu baru padam
sesudah   Islam    mendapat    kemenangan,    sesudah    Allah
menempatkannya diatas segala agama.

Catatan kaki:

 1 Juru penerang yang mempesonakan, Juru pesona bahasa
   atau pesona bahasa hampir merupakan terjemahan harfiah
   dari ungkapan Sahir'-bayan atau Sihr'l-bayan, yang
   sukar diterjemahkan, yakni suatu retorika, yang karena
   kefasihan dan keindahan bahasanya, orang yang
   mendengarnya terpesona seperti kena sihir lalu cepat
   sekali menerima (A).
   
 2 Nama panggilan Abu Jahl (A).
   
 3 Menolak burung artinya melempari burung dengan batu
   kerikil atau mengusirnya dengan suara. Kalau burung
   terbang ke arah kanan, maka itu alamat buruk.
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah

Rabu, 15 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (12)

Diluar itu,  untuk  mencapai  tingkat  pengertian  yang  lebih
tinggi,  orang  sudah dibutakan oleh harta benda duniawi, oleh
kenikmatan hidup sejenak yang dirasakannya. Untuk  kepentingan
duniawi  itu, untuk memburu saat sejenak itu, mereka berperang
dan bertempur. Tak ada  sesuatu  yang  akan  dapat  menghambat
mereka  menancapkan  kuku  dan  gigi  mereka  ke  batang leher
kebenaran, kebaikan dan  pengertian  moral  yang  tinggi  itu.
Lalu,  kesempurnaan  yang  paling suci artinya itu oleh mereka
akan diinjak-injak di bawah telapak kaki yang sudah kotor.

Bagaimana pendapat kita tentang orang-orang Arab  Quraisy  itu
yang  melihat  Muhammad makin sehari makin banyak pengikutnya?
Mereka kuatir, kebenaran yang sudah diproklamirkan  itu  suatu
ketika  akan menguasai mereka, akan menguasai orang-orang yang
sudah setia kepada mereka,  yang  lalu  akan  menjalar  sampai
kepada  orang-orang Arab di seluruh jazirah. Sebelum melakukan
itu mereka harus memotong leher  orang  itu  dulu  jika  dapat
mereka  lakukan. Lebih dulu mereka harus melakukan propaganda,
pemboikotan,  blokade,  penyiksaan  dan   kekerasan   terhadap
musuh-musuh besar mereka itu.

Sebab  ketiga keberatan mereka menjadi pengikut Muhammad ialah
mereka takut sekali pada hari kebangkitan serta  siksa  neraka
pada  Hari  Perhitungan  kelak.  Kita sudah melihat masyarakat
yang begitu hanyut dalam hidup  bersenang-senang  dengan  cara
yang  berlebih-lebihan. Mereka menganggap perdagangan dan riba
itu wajar. Bagi orang kaya di  kalangan  mereka  itu  tak  ada
sesuatu  yang  dipandang  hina,  yang harus dijauhi. Disamping
itu, dengan  membawakan  sesajen  segala  kejahatan  dan  dosa
mereka  itu  sudah  dapat  ditebus.  Seseorang  cukup  mengadu
nasibnya dengan qidh (anak panah) di depan Hubal,  sebelum  ia
melakukan  sesuatu  tindakan.  Tanda  yang diberikan oleh anak
panah,  itulah  perintah  yang  datang  dari   Hubal.   Supaya
kejahatan-kejahatan   dan   dosa-dosanya   itu  diampuni  oleh
berhala-berhala,   cukup   ia   menyembelih   binatang   untuk
berhala-berhala itu. Ia dapat dibenarkan melakukan pembunuhan,
perampokan, melakukan kejahatan, ia tidak dilarang menjalankan
pelacuran  selama  ia  mampu memberi suap kepada dewa-dewa itu
berupa kurban-kurban dan penyembelihan-penyembelihan.

Sekarang datang  Muhammad  membawakan  ayat-ayat  yang  begitu
menakutkan,   membuat  jantung  mereka  rasakan  pecah  karena
ngerinya, sebab  Tuhan  selalu  mengawasi  mereka.  Pada  Hari
Kemudian  mereka  akan  dibangkitkan  kembali sebagai kejadian
baru, dan bahwa yang akan  menjadi  penolong  mereka  hanyalah
perbuatan mereka sendiri.

"Apabila   datang   suara  dahsyat  yang  memekakkan.  Tatkala
seseorang lari meninggalkan saudaranya.  Ibunya  dan  bapanya.
Isterinya  dan  anak-anaknya.  Setiap  orang  hari  itu dengan
urusannya sendiri. Wajah-wajah pada hari itu ada yang berseri.
Tertawa  dan  bergembira. Dan ada pula wajah-wajah kelabu pada
hari itu. Tertutup kegelapan. Mereka itulah  orang-orang  yang
ingkar, orang-orang yang sudah rusak." (Qur'an, 80: 33-42)

Dan suara dahsyat itu datang.

"Apabila   langit   sudah   bagaikan   hancuran   logam.   Dan
gunung-gunung bagaikan gumpalan bulu. Dan tak akan  ada  kawan
akrab  menanyakan  kawannya.  Padahal  mereka menampakkan diri
kepada mereka. Ingin sekali orang jahat itu akan dapat menebus
diri  dari  siksaan  hari  itu dengan memberikan anak-anaknya.
Isterinya, saudaranya. Dan keluarganya yang melindunginya. Dan
semua yang ada di bumi; kemudian ia hendak menyelamatkan diri.
Tidak sekali-kali. Itu adalah api menyala.  Lapisan  kepalapun
tercabut. Dipanggilnya orang yang telah pergi membelakangi dan
yang   berpaling.   Yang   telah   menyimpan   kekayaan    dan
menyembunyikannya." (Qur'an, 70: 8-18)

"Hari  itulah kamu dihadapkan akan diadili. Perbuatanmu takkan
ada yang  tersembunyi.  Barangsiapa  yang  suratnya  diberikan
kepadanya  dengan  tangan  kanan,  ia  akan  berkata  ini dia!
Bacakan suratku.  Sudah  percaya  benar  aku  bahwa  aku  akan
nmenemui  perhitungan.  Lalu ia berada dalam kenikmatan hidup.
Dalam  taman  yang  tinggi.  Buah-buahannyapun  dekat  sekali.
Makanlah,  dan minumlah sepuas hati, sesuai dengan amalmu yang
kamu sediakan masa lampau. Tetapi, barangsiapa  yang  suratnya
diberikan  dengan  tangan  kiri, ia akan berkata: Ah, coba aku
tidak diberi surat! Dan tidak lagi aku  mengetahui,  bagaimana
perhitunganku!  Ah,  sekiranya aku mati saja. Kekayaanku tidak
dapat menolong  aku.  Hancurlah  sudah  kekuasaanku.  Sekarang
bawalah dia dan belenggukan. Sesudah itu, campakkan ia kedalam
api neraka. Lalu masukkan ia ke dalam mata rantai,  panjangnya
tujuhpuluh  hasta.  Tadinya ia tiada beriman kepada Tuhan yang
Maha Agung. Dan tiada pula mendorong memberikan makanan kepada
orang  miskin.  Maka,  sekarang  disini  tak  ada  lagi  kawan
setianya. Tiada makanan baginya selain daripada kotoran.  Yang
hanya dimakan oleh mereka yang penuh dosa."(Qur'an, 69: 18-37)

Sudahkah  orang  membacanya?  Sudahkah  mendengarnya? Tidakkah
merasa ngeri, merasa takut? Ini hanya  sebahagian  kecil  dari
yang  pernah diperingatkan Muhammad kepada masyarakatnya. Kita
membacanya sekarang, dan sebelum itupun sudah pula membacanya,
mendengarnya,  berulang  kali.  Segala  gambaran  neraka  yang
terdapat dalam Qur'an hidup lagi dalam  pikiran  kita,  ketika
kita membacanya kembali.

"...  Setiap  kulit-kulit  mereka itu sudah matang, Kami ganti
dengan kulit lain lagi, supaya siksaan  itu  mereka  rasakan."
(Qur'an, 4: 56)

Dengan  merasakan  adanya  kengerian  itu,  orang  akan  mudah
memperkirakan betapa sebenarnya perasaan Quraisy dan  terutama
orang-orang  kayanya,  tatkala  mendengarkan kata-kata semacam
itu, sebab sebelum mereka mendapat peringatan  tentang  siksa,
mereka  sudah  merasa  dirinya  jauh  dan aman dari itu, dalam
lindungan dewa-dewa dan berhala-berhala mereka.

Juga sesudah itu orang akan mudah  pula  memperkirakan  betapa
meluapnya  semangat  mereka  mendustakan  Muhammad, mengadakan
tantangan dan penghinaan. Mereka memang tidak pernah  mengenal
arti  Hari  Kebangkitan, juga mereka tidak pernah mengakui apa
yang didengarnya itu.  Tidak  ada  diantara  mereka  itu  yang
membayangkan,  bahwa  setelah orang meninggalkan hidup ini, ia
akan mendapat balasan atas segala perbuatan  selama  hidupnya.
Tetapi  apa  yang mereka takutkan dalam hidup mereka pada hari
kemudian itu, ialah mereka takut  akan  penyakit,  takut  akan
mengalami  bencana  pada  harta benda, pada turunan, kedudukan
dan kekuasaannya. Hidup sekarang ini bagi mereka ialah seluruh
tujuan  hidupnya. Seluruh perhatian mereka hanya tertuju untuk
memupuk segala macam kesenangan dan menolak segala macam  yang
mereka  takuti.  Bagi  mereka hari kemudian ialah masalah gaib
yang masih tertutup. Dalam  hati  mereka  sudah  merasa  bahwa
apabila  perbuatan  mereka itu jahat dunia gaib itu boleh jadi
akan  mendatangkan  bencana   kepada   mereka.   Lalu   mereka
menantikan adanya alamat baik atau alamat buruk. Segera mereka
mengadukan nasib  itu  dengan  permainan  anak  panah,  dengan
mengocok   batu-batu   kerikil   dan   menolak  burung3  serta
menyembelih kurban. Semua  itu  merupakan  penangkal  terhadap
segala yang mereka takuti dalam hidup mereka di kemudian hari.

Sebaliknya,  segala yang mengenai adanya balasan sesudah mati,
mengenai hari kebangkitan tatkala sangkakala ditiup,  mengenai
surga  yang  disediakan  untuk mereka yang takwa, neraka untuk
mereka yang aniaya,  mengenai  semua  itu  memang  tak  pernah
terlintas dalam pikiran mereka.

Pada  dasarnya  mereka  sudah pernah mendengar semua itu dalam
agama Yahudi dan Nasrani. Tetapi mereka belum pernah mendengar
dengan  gambaran  yang begitu kuat dan menakutkan seperti yang
mereka dengar melalui wahyu  kepada  Muhammad  itu,  dan  yang
memberi  peringatan  kepada  mereka  -  akan siksa abadi dalam
perut neraka, yang sangat menggamakkan hati karena rasa  takut
hanya  dengan  mendengar gambarannya saja - kalau mereka masih
juga  seperti  keadaan  itu,  bersukaria  dan   berlumba-lumba
memperbanyak  harta  dengan  melakukan  penindasan terhadap si
lemah, makan  harta  anak  piatu,  membiarkan  kemiskinan  dan
melakukan  riba  secara  berlebih-lebihan. Apalagi kalau orang
dapat  melihat  dengan  hati  nuraninya  jalan  yang  ditempuh
manusia  dengan  langkah  yang  begitu  sempit selama hidupnya
menuju mati, sesudah kebangkitan kembali kelak  dengan  segala
suka dan dukanya.

Sebaliknya  surga  yang  dijanjikan Tuhan yang luasnya seperti
langit dan bumi, disitu takkan terdengar  cakap  kosong,  juga
tak  ada  perbuatan  dosa. Yang ada hanyalah ucapan "selamat."
Segala yang menyenangkan hati, menyedapkan  mata  itulah  yang
ada.  Tetapi Quraisy menyangsikan semua itu. Dan yang menambah
lagi kesangsian mereka karena mereka menginginkan segala  yang
segera.  Mereka  ingin  melihat  kenikmatan  itu  nyata  dalam
kehidupan dunia ini. Mereka tidak betah menunggu  sampai  hari
pembalasan,  sebab  mereka  memang  tidak  percaya  pada  hari
pembalasan itu.

Boleh  jadi  orang  akan  merasa   heran   bagaimana   jantung
orang-orang  Arab  itu  sampai begitu rapat tertutup tidak mau
menerima  persepsi  hidup  akhirat  serta  balasan  yang  ada.
Padahal  perjuangan  antara  yang  baik  dengan yang jahat itu
sudah  berkecamuk  dalam  sejarah  manusia  sejak  dunia   ini
berkembang,   tak   pernah   berhenti  dan  tak  pernah  diam.
Orang-orang Mesir purbakala, ribuan  tahun  sebelum  kerasulan
Muhammad  melengkapi  mayat  mereka  dengan  segala perbekalan
untuk keperluan akhirat, dalam kafannya diletakkan pula "Kitab
Orang    Mati"    lengkap    dengan    nyanyian-nyanyian   dan
peringatan-peringatan. Pada kuil-kuil mereka  dilukiskan  pula
gambar-gambar  timbangan,  perhitungan,  taubat  dan  siksaan.
Orang-orang  India  menggambarkan  jiwa  bahagia   itu   dalam
Nirwana.  Sedang  penitisan  ruh jahat dilukiskan dalam bentuk
makhluk-makhluk yang sejak ribuan dan  jutaan  tahun  tersiksa
sampai   ia  ditelan  oleh  kebenaran,  supaya  menjadi  suci.
Kemudian ia kembali  lagi  melakukan  kebaikan,  karena  ingin
mencapai Nirwana.

Juga orang-orang Majusi di Persia. Mereka tidak menolak adanya
perjuangan yang baik dan  yang  jahat,  Dewa  Gelap  dan  Dewa
Cahaya.  Juga  agama  yang  dibawa  Musa,  agama  yang  dibawa
Kristus, sama-sama melukiskan  adanya  kehidupan  yang  kekal,
adanya  kesukaan  Tuhan dan kemurkaanNya. Sekarang orang-orang
Arab. Tidakkah semua itu pernah sampai kepada  mereka?  Mereka
adalah  pedagang-pedagang  yang dalam perjalanan mereka pernah
mengadakan hubungan dengan agama-agama  itu  semua.  Bagaimana
mereka  tidak  mengenalnya?  Bagaimana  tidak mungkin itu akan
menimbulkan suatu persepsi khusus pada mereka?  Mereka  adalah
orang-orang  pedalaman  yang  banyak sekali berhubungan dengan
alam lepas tak terbatas. Lebih mudah  bagi  mereka  melukiskan
ruh-ruh  yang  terdapat  dalam  wujud ini, menjelma pada siang
hari yang terang  menyala  atau  pada  senja  menjelang  malam
gulita.  Ruh-ruh yang baik dan yang jahat, ruh-ruh yang mereka
anggap  bersemayam  dalam  diri  berhala-berhala   yang   akan
mendekatkan mereka kepada Tuhan itu.

Jadi  sudah  tentu  mereka  juga mempunyai konsep tentang alam
gaib yang ada di sekitar mereka. Akan tetapi,  mereka  sebagai
masyarakat  pedagang,  jiwa  mereka  lebih cenderung pada yang
nyata   saja.   Juga    karena    kegemaran    mereka    hidup
bersenang-senang,  minum  minuman  keras,  sama  sekali mereka
menolak adanya balasan hari kemudian. Apa yang diperoleh orang
dalam  hidupnya,  menurut  anggapan  mereka,  baik  atau buruk
adalah balasan atas perbuatannya. Dan  tak  ada  balasan  lagi
sesudah   hidup   ini.  Oleh  karena  itu  wahyu  yang  berisi
peringatan  dan  berita  gembira  pada  mula   kerasulan   itu
kebanyakannya  turun  di  Mekah; karena ia ingin menyelamatkan
ruh mereka, tempat Muhammad diutus itu. Sudah sepatutnya  pula
bila ia mengingatkan mereka atas dosa dan kesesatan yang telah
mereka lakukan  itu.  Sudah  sepatutnya  pula  bila  ia  ingin
mengangkat  mereka  dari  lembah  penyembahan  berhala  kepada
penyembahan Allah Yang Tunggal, Maka Kuasa.

Demi keselamatan rohani keluarga dan umat manusia  seluruhnya,
Muhammad  serta  orang-orang  yang beriman sudi memikul segala
macam siksaan dan pengorbanan, memikul penderitaan rohani  dan
jasmani,  dan  kemudian pergi meninggalkan tanah tumpah darah,
menjauhi permusuhan sanak-keluarga, yang  sepintas-lalu  sudah
kita  lihat  di  atas.  Dan  seolah cinta Muhammad makin dalam
kepada  mereka,  makin  besar  hasratnya  ingin  menyelamatkan
mereka, setiap ia mengalami penderitaan dan siksaan yang lebih
besar  lagi  dari  mereka  itu.  Hari  Kebangkitan  dan   Hari
Perhitungan  adalah  ayat-ayat yang harus diperingatkan kepada
mereka  guna  menolong  mereka  dari  penyakit  paganisma  dan
gelimang   dosa  yang.menimpa  mereka  itu.  Pada  tahun-tahun
permulaan itu tiada henti-hentinya  wahyu  memperingatkan  dan
membukakan mata mereka.

Sungguhpun begitu mereka tetap gigih tidak mau mengakui, tetap
menolak, sampai-sampai  mereka  terdorong  mengobarkan  perang
mati-matian.  Bahaya  dan  bencana  peperangan  itu baru padam
sesudah   Islam    mendapat    kemenangan,    sesudah    Allah
menempatkannya diatas segala agama.

Catatan kaki:

 1 Juru penerang yang mempesonakan, Juru pesona bahasa
   atau pesona bahasa hampir merupakan terjemahan harfiah
   dari ungkapan Sahir'-bayan atau Sihr'l-bayan, yang
   sukar diterjemahkan, yakni suatu retorika, yang karena
   kefasihan dan keindahan bahasanya, orang yang
   mendengarnya terpesona seperti kena sihir lalu cepat
   sekali menerima (A).
   
 2 Nama panggilan Abu Jahl (A).
   
 3 Menolak burung artinya melempari burung dengan batu
   kerikil atau mengusirnya dengan suara. Kalau burung
   terbang ke arah kanan, maka itu alamat buruk.
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 

Thinkmii Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez