Diluar itu, untuk mencapai tingkat pengertian yang lebih
tinggi, orang sudah dibutakan oleh harta benda duniawi, oleh
kenikmatan hidup sejenak yang dirasakannya. Untuk kepentingan
duniawi itu, untuk memburu saat sejenak itu, mereka berperang
dan bertempur. Tak ada sesuatu yang akan dapat menghambat
mereka menancapkan kuku dan gigi mereka ke batang leher
kebenaran, kebaikan dan pengertian moral yang tinggi itu.
Lalu, kesempurnaan yang paling suci artinya itu oleh mereka
akan diinjak-injak di bawah telapak kaki yang sudah kotor.
Bagaimana pendapat kita tentang orang-orang Arab Quraisy itu
yang melihat Muhammad makin sehari makin banyak pengikutnya?
Mereka kuatir, kebenaran yang sudah diproklamirkan itu suatu
ketika akan menguasai mereka, akan menguasai orang-orang yang
sudah setia kepada mereka, yang lalu akan menjalar sampai
kepada orang-orang Arab di seluruh jazirah. Sebelum melakukan
itu mereka harus memotong leher orang itu dulu jika dapat
mereka lakukan. Lebih dulu mereka harus melakukan propaganda,
pemboikotan, blokade, penyiksaan dan kekerasan terhadap
musuh-musuh besar mereka itu.
Sebab ketiga keberatan mereka menjadi pengikut Muhammad ialah
mereka takut sekali pada hari kebangkitan serta siksa neraka
pada Hari Perhitungan kelak. Kita sudah melihat masyarakat
yang begitu hanyut dalam hidup bersenang-senang dengan cara
yang berlebih-lebihan. Mereka menganggap perdagangan dan riba
itu wajar. Bagi orang kaya di kalangan mereka itu tak ada
sesuatu yang dipandang hina, yang harus dijauhi. Disamping
itu, dengan membawakan sesajen segala kejahatan dan dosa
mereka itu sudah dapat ditebus. Seseorang cukup mengadu
nasibnya dengan qidh (anak panah) di depan Hubal, sebelum ia
melakukan sesuatu tindakan. Tanda yang diberikan oleh anak
panah, itulah perintah yang datang dari Hubal. Supaya
kejahatan-kejahatan dan dosa-dosanya itu diampuni oleh
berhala-berhala, cukup ia menyembelih binatang untuk
berhala-berhala itu. Ia dapat dibenarkan melakukan pembunuhan,
perampokan, melakukan kejahatan, ia tidak dilarang menjalankan
pelacuran selama ia mampu memberi suap kepada dewa-dewa itu
berupa kurban-kurban dan penyembelihan-penyembelihan.
Sekarang datang Muhammad membawakan ayat-ayat yang begitu
menakutkan, membuat jantung mereka rasakan pecah karena
ngerinya, sebab Tuhan selalu mengawasi mereka. Pada Hari
Kemudian mereka akan dibangkitkan kembali sebagai kejadian
baru, dan bahwa yang akan menjadi penolong mereka hanyalah
perbuatan mereka sendiri.
"Apabila datang suara dahsyat yang memekakkan. Tatkala
seseorang lari meninggalkan saudaranya. Ibunya dan bapanya.
Isterinya dan anak-anaknya. Setiap orang hari itu dengan
urusannya sendiri. Wajah-wajah pada hari itu ada yang berseri.
Tertawa dan bergembira. Dan ada pula wajah-wajah kelabu pada
hari itu. Tertutup kegelapan. Mereka itulah orang-orang yang
ingkar, orang-orang yang sudah rusak." (Qur'an, 80: 33-42)
Dan suara dahsyat itu datang.
"Apabila langit sudah bagaikan hancuran logam. Dan
gunung-gunung bagaikan gumpalan bulu. Dan tak akan ada kawan
akrab menanyakan kawannya. Padahal mereka menampakkan diri
kepada mereka. Ingin sekali orang jahat itu akan dapat menebus
diri dari siksaan hari itu dengan memberikan anak-anaknya.
Isterinya, saudaranya. Dan keluarganya yang melindunginya. Dan
semua yang ada di bumi; kemudian ia hendak menyelamatkan diri.
Tidak sekali-kali. Itu adalah api menyala. Lapisan kepalapun
tercabut. Dipanggilnya orang yang telah pergi membelakangi dan
yang berpaling. Yang telah menyimpan kekayaan dan
menyembunyikannya." (Qur'an, 70: 8-18)
"Hari itulah kamu dihadapkan akan diadili. Perbuatanmu takkan
ada yang tersembunyi. Barangsiapa yang suratnya diberikan
kepadanya dengan tangan kanan, ia akan berkata ini dia!
Bacakan suratku. Sudah percaya benar aku bahwa aku akan
nmenemui perhitungan. Lalu ia berada dalam kenikmatan hidup.
Dalam taman yang tinggi. Buah-buahannyapun dekat sekali.
Makanlah, dan minumlah sepuas hati, sesuai dengan amalmu yang
kamu sediakan masa lampau. Tetapi, barangsiapa yang suratnya
diberikan dengan tangan kiri, ia akan berkata: Ah, coba aku
tidak diberi surat! Dan tidak lagi aku mengetahui, bagaimana
perhitunganku! Ah, sekiranya aku mati saja. Kekayaanku tidak
dapat menolong aku. Hancurlah sudah kekuasaanku. Sekarang
bawalah dia dan belenggukan. Sesudah itu, campakkan ia kedalam
api neraka. Lalu masukkan ia ke dalam mata rantai, panjangnya
tujuhpuluh hasta. Tadinya ia tiada beriman kepada Tuhan yang
Maha Agung. Dan tiada pula mendorong memberikan makanan kepada
orang miskin. Maka, sekarang disini tak ada lagi kawan
setianya. Tiada makanan baginya selain daripada kotoran. Yang
hanya dimakan oleh mereka yang penuh dosa."(Qur'an, 69: 18-37)
Sudahkah orang membacanya? Sudahkah mendengarnya? Tidakkah
merasa ngeri, merasa takut? Ini hanya sebahagian kecil dari
yang pernah diperingatkan Muhammad kepada masyarakatnya. Kita
membacanya sekarang, dan sebelum itupun sudah pula membacanya,
mendengarnya, berulang kali. Segala gambaran neraka yang
terdapat dalam Qur'an hidup lagi dalam pikiran kita, ketika
kita membacanya kembali.
"... Setiap kulit-kulit mereka itu sudah matang, Kami ganti
dengan kulit lain lagi, supaya siksaan itu mereka rasakan."
(Qur'an, 4: 56)
Dengan merasakan adanya kengerian itu, orang akan mudah
memperkirakan betapa sebenarnya perasaan Quraisy dan terutama
orang-orang kayanya, tatkala mendengarkan kata-kata semacam
itu, sebab sebelum mereka mendapat peringatan tentang siksa,
mereka sudah merasa dirinya jauh dan aman dari itu, dalam
lindungan dewa-dewa dan berhala-berhala mereka.
Juga sesudah itu orang akan mudah pula memperkirakan betapa
meluapnya semangat mereka mendustakan Muhammad, mengadakan
tantangan dan penghinaan. Mereka memang tidak pernah mengenal
arti Hari Kebangkitan, juga mereka tidak pernah mengakui apa
yang didengarnya itu. Tidak ada diantara mereka itu yang
membayangkan, bahwa setelah orang meninggalkan hidup ini, ia
akan mendapat balasan atas segala perbuatan selama hidupnya.
Tetapi apa yang mereka takutkan dalam hidup mereka pada hari
kemudian itu, ialah mereka takut akan penyakit, takut akan
mengalami bencana pada harta benda, pada turunan, kedudukan
dan kekuasaannya. Hidup sekarang ini bagi mereka ialah seluruh
tujuan hidupnya. Seluruh perhatian mereka hanya tertuju untuk
memupuk segala macam kesenangan dan menolak segala macam yang
mereka takuti. Bagi mereka hari kemudian ialah masalah gaib
yang masih tertutup. Dalam hati mereka sudah merasa bahwa
apabila perbuatan mereka itu jahat dunia gaib itu boleh jadi
akan mendatangkan bencana kepada mereka. Lalu mereka
menantikan adanya alamat baik atau alamat buruk. Segera mereka
mengadukan nasib itu dengan permainan anak panah, dengan
mengocok batu-batu kerikil dan menolak burung3 serta
menyembelih kurban. Semua itu merupakan penangkal terhadap
segala yang mereka takuti dalam hidup mereka di kemudian hari.
Sebaliknya, segala yang mengenai adanya balasan sesudah mati,
mengenai hari kebangkitan tatkala sangkakala ditiup, mengenai
surga yang disediakan untuk mereka yang takwa, neraka untuk
mereka yang aniaya, mengenai semua itu memang tak pernah
terlintas dalam pikiran mereka.
Pada dasarnya mereka sudah pernah mendengar semua itu dalam
agama Yahudi dan Nasrani. Tetapi mereka belum pernah mendengar
dengan gambaran yang begitu kuat dan menakutkan seperti yang
mereka dengar melalui wahyu kepada Muhammad itu, dan yang
memberi peringatan kepada mereka - akan siksa abadi dalam
perut neraka, yang sangat menggamakkan hati karena rasa takut
hanya dengan mendengar gambarannya saja - kalau mereka masih
juga seperti keadaan itu, bersukaria dan berlumba-lumba
memperbanyak harta dengan melakukan penindasan terhadap si
lemah, makan harta anak piatu, membiarkan kemiskinan dan
melakukan riba secara berlebih-lebihan. Apalagi kalau orang
dapat melihat dengan hati nuraninya jalan yang ditempuh
manusia dengan langkah yang begitu sempit selama hidupnya
menuju mati, sesudah kebangkitan kembali kelak dengan segala
suka dan dukanya.
Sebaliknya surga yang dijanjikan Tuhan yang luasnya seperti
langit dan bumi, disitu takkan terdengar cakap kosong, juga
tak ada perbuatan dosa. Yang ada hanyalah ucapan "selamat."
Segala yang menyenangkan hati, menyedapkan mata itulah yang
ada. Tetapi Quraisy menyangsikan semua itu. Dan yang menambah
lagi kesangsian mereka karena mereka menginginkan segala yang
segera. Mereka ingin melihat kenikmatan itu nyata dalam
kehidupan dunia ini. Mereka tidak betah menunggu sampai hari
pembalasan, sebab mereka memang tidak percaya pada hari
pembalasan itu.
Boleh jadi orang akan merasa heran bagaimana jantung
orang-orang Arab itu sampai begitu rapat tertutup tidak mau
menerima persepsi hidup akhirat serta balasan yang ada.
Padahal perjuangan antara yang baik dengan yang jahat itu
sudah berkecamuk dalam sejarah manusia sejak dunia ini
berkembang, tak pernah berhenti dan tak pernah diam.
Orang-orang Mesir purbakala, ribuan tahun sebelum kerasulan
Muhammad melengkapi mayat mereka dengan segala perbekalan
untuk keperluan akhirat, dalam kafannya diletakkan pula "Kitab
Orang Mati" lengkap dengan nyanyian-nyanyian dan
peringatan-peringatan. Pada kuil-kuil mereka dilukiskan pula
gambar-gambar timbangan, perhitungan, taubat dan siksaan.
Orang-orang India menggambarkan jiwa bahagia itu dalam
Nirwana. Sedang penitisan ruh jahat dilukiskan dalam bentuk
makhluk-makhluk yang sejak ribuan dan jutaan tahun tersiksa
sampai ia ditelan oleh kebenaran, supaya menjadi suci.
Kemudian ia kembali lagi melakukan kebaikan, karena ingin
mencapai Nirwana.
Juga orang-orang Majusi di Persia. Mereka tidak menolak adanya
perjuangan yang baik dan yang jahat, Dewa Gelap dan Dewa
Cahaya. Juga agama yang dibawa Musa, agama yang dibawa
Kristus, sama-sama melukiskan adanya kehidupan yang kekal,
adanya kesukaan Tuhan dan kemurkaanNya. Sekarang orang-orang
Arab. Tidakkah semua itu pernah sampai kepada mereka? Mereka
adalah pedagang-pedagang yang dalam perjalanan mereka pernah
mengadakan hubungan dengan agama-agama itu semua. Bagaimana
mereka tidak mengenalnya? Bagaimana tidak mungkin itu akan
menimbulkan suatu persepsi khusus pada mereka? Mereka adalah
orang-orang pedalaman yang banyak sekali berhubungan dengan
alam lepas tak terbatas. Lebih mudah bagi mereka melukiskan
ruh-ruh yang terdapat dalam wujud ini, menjelma pada siang
hari yang terang menyala atau pada senja menjelang malam
gulita. Ruh-ruh yang baik dan yang jahat, ruh-ruh yang mereka
anggap bersemayam dalam diri berhala-berhala yang akan
mendekatkan mereka kepada Tuhan itu.
Jadi sudah tentu mereka juga mempunyai konsep tentang alam
gaib yang ada di sekitar mereka. Akan tetapi, mereka sebagai
masyarakat pedagang, jiwa mereka lebih cenderung pada yang
nyata saja. Juga karena kegemaran mereka hidup
bersenang-senang, minum minuman keras, sama sekali mereka
menolak adanya balasan hari kemudian. Apa yang diperoleh orang
dalam hidupnya, menurut anggapan mereka, baik atau buruk
adalah balasan atas perbuatannya. Dan tak ada balasan lagi
sesudah hidup ini. Oleh karena itu wahyu yang berisi
peringatan dan berita gembira pada mula kerasulan itu
kebanyakannya turun di Mekah; karena ia ingin menyelamatkan
ruh mereka, tempat Muhammad diutus itu. Sudah sepatutnya pula
bila ia mengingatkan mereka atas dosa dan kesesatan yang telah
mereka lakukan itu. Sudah sepatutnya pula bila ia ingin
mengangkat mereka dari lembah penyembahan berhala kepada
penyembahan Allah Yang Tunggal, Maka Kuasa.
Demi keselamatan rohani keluarga dan umat manusia seluruhnya,
Muhammad serta orang-orang yang beriman sudi memikul segala
macam siksaan dan pengorbanan, memikul penderitaan rohani dan
jasmani, dan kemudian pergi meninggalkan tanah tumpah darah,
menjauhi permusuhan sanak-keluarga, yang sepintas-lalu sudah
kita lihat di atas. Dan seolah cinta Muhammad makin dalam
kepada mereka, makin besar hasratnya ingin menyelamatkan
mereka, setiap ia mengalami penderitaan dan siksaan yang lebih
besar lagi dari mereka itu. Hari Kebangkitan dan Hari
Perhitungan adalah ayat-ayat yang harus diperingatkan kepada
mereka guna menolong mereka dari penyakit paganisma dan
gelimang dosa yang.menimpa mereka itu. Pada tahun-tahun
permulaan itu tiada henti-hentinya wahyu memperingatkan dan
membukakan mata mereka.
Sungguhpun begitu mereka tetap gigih tidak mau mengakui, tetap
menolak, sampai-sampai mereka terdorong mengobarkan perang
mati-matian. Bahaya dan bencana peperangan itu baru padam
sesudah Islam mendapat kemenangan, sesudah Allah
menempatkannya diatas segala agama.
Catatan kaki:
1 Juru penerang yang mempesonakan, Juru pesona bahasa
atau pesona bahasa hampir merupakan terjemahan harfiah
dari ungkapan Sahir'-bayan atau Sihr'l-bayan, yang
sukar diterjemahkan, yakni suatu retorika, yang karena
kefasihan dan keindahan bahasanya, orang yang
mendengarnya terpesona seperti kena sihir lalu cepat
sekali menerima (A).
2 Nama panggilan Abu Jahl (A).
3 Menolak burung artinya melempari burung dengan batu
kerikil atau mengusirnya dengan suara. Kalau burung
terbang ke arah kanan, maka itu alamat buruk.
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah