ORANG-ORANG Quraisy tidak dapat memahami arti isra', juga
mereka yang sudah Islam banyak yang tidak memahami artinya
seperti sudah disebutkan tadi. Itu sebabnya, ada kelompok yang
lalu meninggalkan Muhammad yang tadinya sudah sekian lama
menjadi pengikutnya. Permusuhan Quraisy terhadap Muhammad dan
terhadap kaum Muslimin makin keras juga, sehingga mereka sudah
merasa sungguh kesal karenanya. Rasanya tak ada lagi harapan
bagi Muhammad akan mendapat dukungan kabilah-kabilah sesudah
ternyata Thaqif dari Ta'if menolaknya dengan cara yang tidak
baik. Demikian juga kemudian kabilah-kabilah Kinda, Kalb, Banu
'Amir dan Banu Hanifa semua menolaknya, ketika ia datang
mengenalkan diri kepada mereka pada musim ziarah.
Sesudah itu Muhammad merasa, bahwa tiada seorangpun dari
Quraisy itu nampaknya yang dapat diharapkan diajak kepada
kebenaran. Kabilah-kabilah lain di luar Quraisy yang berada di
sekitar Mekah dan yang datang berziarah ke tempat itu dari
segenap penjuru daerah Arab, melihat keadaannya yang
dikucilkan itu dan melihat sikap permusuhan Quraisy kepadanya
demikian rupa, membuat setiap orang yang mendukungnya jadi
memusuhi mereka. Sekarang sikap Quraisy tambah keras pula
menentangnya.
Meskipun Muhammad sudah merasa berbesar hati karena adanya
Hamzah dan 'Umar, dan meskipun ia sudah yakin, bahwa Quraisy
tidak akan terlalu membahayakan melebihi yang sudah-sudah
mengingat adanya pertahanan pihak keluarganya dari Banu Hasyim
dan Banu Abd'l-Muttalib, tapi ia melihat -sampai pada waktu
itu- bahwa risalah Tuhan itu akan terhenti hanya pada suatu
lingkaran pengikutnya saja. Mereka yang terdiri dari
orang-orang yang masih lemah dan sedikit sekali jumlahnya,
hampir-hampir saja punah atau tergoda meninggalkan agamanya
kalau tidak segera datang kemenangan dan pertolongan Tuhan.
Hal ini berjalan cukup lama. Muhammad makin dikucilkan di
tengah-tengah keluarganya, kedengkian Quraisy juga bertambah
besar.
Adakah pengasingan yang demikian ini telah melemahkan jiwanya
dan dapat mematahkan semangatnya? Sekali-kali tidak! Bahkan
kepercayaannya akan kebenaran yang datang dari Tuhan itu lebih
luhur daripada sekedar pertimbangan-pertimbangan yang akan
dapat melemahkan jiwa biasa. Bagi orang yang berjiwa luar
biasa hal ini justru akan lebih memperkuat kepercayaannya.
Dalam keadaan terasing itu - dengan sahabat-sahabat di
sekelilingnya - Muhammad yakin sekali Tuhan akan memberikan
pertolongan kepadanya dan agamanyapun akan mengatasi semua
agama. Badai kedengkian tidak sampai menggoyangkan hatinya.
Bahkan tetap ia tinggal di Mekah selama beberapa tahun. Tidak
peduli ia harta Khadijah dan hartanya sendiri akan habis.
Keadaannya yang sangat miskin tidak sampai melemahkan hatinya.
Jiwanya tak pernah gandrung kepada apapun selain dari
pertolongan Tuhan yang sudah pasti akan diberikan kepadanya.
Apabila musim ziarah sudah tiba, orang-orang dari segenap
jazirah Arab sudah berkumpul lagi di Mekah, iapun mulai
menemui kabilah-kabilah itu. Diajaknya mereka memahami
kebenaran agama yang dibawanya itu. Tidak peduli ia apakah
kabilah-kabilah tidak mau menerima ajakannya, atau akan
mengusirnya secara kasar. Beberapa orang pandir dari Quraisy
berusaha menghasut ketika diketahui ia terus menyampaikan
amanat Tuhan itu kepada orang ramai. Mereka memperlakukannya
dengan segala kejahatan. Tetapi semua itu tidak mengubah
ketenangan jiwanya dan ia yakin sekali akan hari esok. Allah
Maha Agung telah mengutusnya demi kebenaran. Sudah tentu
Dialah Pembela dan Pendukung kebenaran itu. Tuhan juga Yang
telah mewahyukan kepadanya, supaya dalam berdebat hendaknya
dilakukan dengan cara yang sebaik-baiknya.
"Sehingga permusuhan antara engkau dengan dia itu sudah
seperti persahabatan yang erat sekali. (Qur'an, 41: 34) Dan
supaya bicara dengan mereka dengan lemah-lembut, kalau-kalau
mereka mau sadar dan merasa gentar. Jadi, tabahkanlah hati
menghadapi siksaan mereka. Tuhan bersama mereka yang tabah
hati.
Tidak selang berapa tahun kemudian Muhammad menunggu tiba-tiba
tampak tanda permulaan kemenangan itu datang dari arah
Yathrib. Bagi Muhammad Yathrib mempunyai arti hubungan bukan
hubungan dagang, tetapi suatu hubungan yang dekat sekali. Di
tempat itu ada sebuah kuburan, dan sebelum wafat, sekali
setahun ibunya berziarah ke tempat itu. Sedang
famili-familinya, dari pihak Banu Najjar, ialah keluarga
kakeknya Abd'l-Muttalib dari pihak ibu. Kuburan itu ialah
makam ayahnya, Abdullah b. Abd'l-Muttalib. Ke makam inilah
Aminah sebagai isteri yang setia berziarah. Dulu
Abd'l-Muttalib juga sebagai ayah yang kehilangan anak yang
sedang muda belia dan tegap, pernah berziarah. Ketika berusia
enam tahun, Muhammad juga pernah ke Yathrib menemani ibunya.
Jadi bersama ibunya ia juga ziarah ke makam ayahnya itu.
Kemudian mereka berdua kembali pulang. Aminah jatuh sakit di
tengah perjalanan, sampai wafat. Lalu dikuburkan di Abwa' -
pertengahan jalan antara Yathrib dengan Mekah.
Jadi tidak heranlah apabila tanda-tanda kemenangan bagi
Muhammad itu dimulai dari jurusan sebuah kota yang mempunyai
hubungan sedemikian rupa. Ke arah ini jugalah dulu ia
menghadap, tatkala dalam sembahyang itu al-Masjid'l-Aqsha di
Bait'l-Maqdis dijadikan kiblatnya, tempat sesepuhnya Musa dan
Isa. Tidak heran apabila nasib baik itu akan jatuh di Yathrib.
Di tempat ini Muhammad akan beroleh kemenangan, di tempat ini
Islam akan beroleh kemenangan, di tempat ini pula Islam akan
memperoleh sukses dan berkembang.
Nasib baik telah jatuh di Yathrib, suatu hal yang tidak
terjadi pada kota yang lain. Waktu itu dua kabilah Aus dan
Khazraj adalah penyembah berhala di Yathrib. Mereka saling
bertetangga dengan orang-orang Yahudi. Sering pula timbul
kebencian antara mereka itu dan dari kebencian ini sampai
timbul pula peperangan.
Sejarah memperlihatkan bahwa orang-orang Masehi di Syam, yang
berada di bawah pengaruh Rumawi Timur (Bizantium) sangat
membenci orang-orang Yahudi, sebab mereka percaya bahwa mereka
inilah yang telah menyiksa dan menyalib Isa al-Masih. Mereka
menyerbu Yathrib guna memerangi orang-orang Yahudi. Akan
tetapi karena tidak berhasil mereka lalu membujuk dan meminta
bantuan Aus dan Khazraj. Tidak sedikit jumlah orang-orang
Yahudi itu kemudian yang mereka bunuh. Dengan demikian
kedudukan orang-orang Yahudi sebagai yang dipertuan
dijatuhkan, dan orang-orang Arab kabilah Aus dan Khazraj yang
tadinya terbatas hanya sebagai kuli telah dinaikkan. Sesudah
itu orang-orang Arab itu berusaha lagi akan menghantam
orang-orang Yahudi supaya kekuasaan mereka atas kota yang
makmur dan subur dengan pertanian dan air itu lebih besar
lagi. Siasat mereka ini berhasil baik sekali.
Tetapi pihak Yahudi sendiri kemudian menyadari akan bencana
yang menimpa diri mereka itu. Permusuhan dan kebencian pihak
Yahudi Yathrib terhadap Aus dan Khazraj makin mendalam, Aus
dan Khazrajpun demikian juga terhadap Yahudi.
Sekarang pengikut-pengikut Musa ini melihat, bahwa pertempuran
yang dilawan dengan pertempuran berarti akan menghabiskan
mereka sama sekali, apalagi kalau Aus dan Khazraj sampai
bersahabat baik2 dengan orang-orang Arab, yang seagama dengan
Ahli Kitab. Maka dalam siasat mereka, mereka menempuh suatu
cara bukan mencari kemenangan dalam pertempuran, melainkan
dengan menggunakan siasat memecah-belah. Mereka melakukan
intrik di kalangan Aus dengan Khazraj, menyebarkan provokasi
permusuhan dan kebencian di kalangan mereka, supaya
masing-masing pihak selalu bersiap-siap akan saling bertempur.
Dengan demikian selamatlah propaganda mereka itu. Mereka
sekarang dapat memperbesar perdagangan dan kekayaan mereka.
Kekuasaan mereka yang sudah hilang dapat mereka rebut kembali,
termasuk rumah-rumah dan harta tidak bergerak lainnya.
Di samping konflik karena berebut kedaulatan dan kekuasaan
dalam hidup bertetangga Yahudi-Arab Yathrib itu, masih ada
pengaruh lain yang lebih dalam pada pihak Aus dan Khazraj
melebihi penduduk jazirah Arab yang manapun juga - yaitu dalam
arti pengaruh rohani.
Orang-orang Yahudi sebagai Ahli Kitab dan penganjur
monotheisma sangat mencela tetangga-tetangga mereka yang
terdiri dari kaum pagan dengan penyembah berhala sebagai
pendekatan kepada Tuhan.
Mereka diperingatkan bahwa kelak akan ada seorang nabi yang
akan menghabiskan mereka dan mendukung Yahudi. Tetapi
propaganda ini tidak sampai membuat orang-orang Arab itu mau
menganut agama Yahudi. Soalnya karena dua sebab: pertama
karena selalu ada perang antara kaum Nasrani dan kaum Yahudi,
yang lalu membuat Yahudi Yathrib hanya hidup cari selamat,
yang berarti akan menjamin lancarnya perdagangan mereka.
Kedua, orang-orang Yahudi beranggapan, bahwa mereka adalah
bangsa pilihan Tuhan, dan mereka tidak mau ada bangsa lain
memegang kedudukan ini. Disamping itu mereka memang tidak
pernah mengajak orang lain menganut agamanya dan merekapun
tidak pula keluar dari lingkungan Keluarga Israil. Atas dasar
ke dua sebab tersebut, hubungan tetangga dan hubungan dagang
antara Yahudi dengan Arab -Aus dan Khazraj - membuat lebih
banyak mengetahui cerita-cerita kerohanian dan masalah-masalah
agama lainnya di banding dengan golongan Arab yang lain. Ini
menunjukkan bahwa tak ada suatu golongan dari kalangan Arab
yang dapat menerima ajakan Muhammad dalam arti spiritual
seperti yang dilakukan oleh penduduk Yathrib itu.
Suwaid bin'sh-Shamit adalah seorang bangsawan terkemuka di
Yathrib. Karena ketabahannya, pengetahuannya, kebangsawanan
dan keturunannya, masyarakatnya sendiri menamakannya al-Ramil
(yang sempurna). Pada waktu membicarakan ini Suwaid sedang
berada di Mekah berziarah. Muhammad lalu menemuinya dan
diajaknya ia mengenal Tuhan dan menganut Islam.
"Barangkali yang ada padamu itu sama dengan yang ada padaku,"
kata Suwaid.
"Apa yang ada padamu?" tanya Muhammad.
"Kata-kata mutiara oleh Luqman."
Lalu Muhammad minta supaya hal itu dikemukakan.
"Memang itu kata-kata yang baik," kata Muhammad setelah oleh
Suwaid dikemukakan. "Tapi yang ada padaku lebih utama
tentunya, yaitu Qur'an sebagai bimbingan dan cahaya."
Lalu dibacakannya ayat-ayat Qur'an itu kepadanya disertai
ajakan agar ia sudi menerima Islam. Gembira sekali Suwaid
mendengar ini.
"Memang baik sekali ini," katanya. Lalu ia pergi hendak
memikirkan hal tersebut. Ada sementara orang yang berkata
ketika ia dibunuh oleh Khazraj, bahwa ia mati sebagai Muslim.
Peristiwa Suwaid b. Shamit ini bukan contoh satu-satunya yang
menunjukkan adanya pengaruh Yahudi dan Arab di Yathrib yang
bertetangga itu, dari segi rohani.
Keadaan Aus dan Khazraj yang begitu bermusuhan sebagai akibat
provokasi pihak Yahudi seperti yang sudah kita ketahui, satu
sama lain mencari sekutu di kalangan kabilah-kabilah Arab
untuk memerangi lawannya. Dalam hal ini kedatangan Abu'l
Haisar Ans b. Rafi' ke Mekah disertai pemuda-pemuda dari Banu
Abd'l-Asyhal - termasuk Iyas b. Mu'adh - adalah dalam rangka
mencari persekutuan dengan pihak Quraisy dan golongannya
sendiri dari pihak Khazraj. Muhammad mengetahui hal ini.
Ditemuinya mereka itu, dan diperkenalkannya Islam kepada
mereka. Lalu dibacanya ayat-ayat Qur'an kepada mereka.
Pada waktu itu, Iyas b.Mu'adh sebagai pemuda remaja
mengatakan: "Kawan-kawan, ini adalah lebih baik daripada apa
yang ada pada kita semua."
Mereka kemudian kembali pulang ke Yathrib. Tak ada yang masuk
Islam diantara mereka itu, selain Iyas. Mereka semua sedang
sibuk mencari sekutu sebagai suatu persiapan karena adanya
insiden Bu'ath yang telah melibatkan Aus dan Khazraj ke dalam
api perang saudara itu, tidak lama sesudah Abu'l Haisar dan
rombongannya kembali dari Mekah. Akan tetapi kata-kata
Muhammad 'alaihissalam telah meninggalkan bekas yang dalam ke
dalam jiwa mereka setelah terjadinya insiden itu, yang lalu
membuat Aus dan Khazraj menantikan Muhammad sebagai Nabi,
sebagai Rasul, sebagai wakil dan pemuka mereka.
Memang, terjadinya insiden Bu'ath itu tidak lama sesudah
Abu'l-Haisar kembali ke Yathrib. Pada waktu itulah pertempuran
sengit antara Aus dan Khazraj terjadi, yang membawa akibat
timbulnya permusuhan yang berakar dalam sekali. Setiap
golongan lalu bertanya-tanya kalau-kalau mereka itu yang
menang: akan tetapkah mereka dengan kawan-kawan mereka itu,
ataukah akan dikikis habis. Abu Usaid Hudzair sebagai pemuka
Aus, sangat dendam sekali kepada Khazraj.
Tatkala pertempuran sudah dimulai, pihak Aus mengalami suatu
kekacauan. Mereka lari tunggang-langgang ke arah Najd, yang
oleh pihak Khazraj lalu diejek. Hudzair yang mendengarkan
ejekan itu menetakkan ujung lembingnya ke pahanya; lalu turun
dengan mengatakan:
"Sungguh luarbiasa! Tidak akan tinggal diam sebelum aku mati
terbunuh. Wahai masyarakat Aus, kalau kamu mau menyerahkan
aku, lakukanlah!"
Pihak Aus sekarang mau bertempur lagi. Pengalaman pahit yang
telah menimpa mereka menyebabkan mereka kini berjuang
mati-matian. Khazraj dapat mereka hancurkan. Rumah-rumah dan
kebun kurma Khazraj oleh Aus dibakar. Kemudian Sa'd b. Mu'adh
al-Asyhadi bertindak melindungi Khazraj. Sementara itu Hudzair
bermaksud akan mendatangi rumah demi rumah, membunuhi
satu-satu mereka sampai tak ada yang hidup lagi, kalau tidak
segera Abu Qais ibn'l-Aslat kemudian datang mencegahnya guna
menjaga solidaritas kepercayaan mereka. "Bertetangga dengan
mereka lebih baik daripada bertetangga dengan rubah."
Sejak itu orang-orang Yahudi dapat mengembalikan kedudukannya
di Yathrib. Baik yang menang maupun yang kalah dari kalangan
Aus dan Khazraj sama-sama berpendapat tentang akibat buruk
yang telah mereka lakukan itu. Hal ini yang sekarang terpikir
oleh mereka, dan mereka sudah mempertimbangkan pula akan
mengangkat seorang raja atas mereka itu. Untuk itu mereka lalu
memilih Abdullah b. Muhammad dari pihak Khazraj yang sudah
kalah, mengingat kedudukan dan pandangannya yang baik. Akan
tetapi karena perkembangan situasi yang begitu pesat,
keinginan mereka itu tidak sampai terlaksana. Soalnya ialah
karena ada beberapa orang dari Khazraj pergi ke Mekah pada
musim ziarah.
Di tempat ini Muhammad menemui mereka dan menanyakan keadaan
mereka, yang kemudian diketahuinya, bahwa mereka adalah
kawan-kawan orang-orang Yahudi. Ketika itu orang-orang Yahudi
di Yathrib mengatakan apabila mereka saling berselisih.
"Sekarang akan ada seorang nabi utusan Tuhan yang sudah dekat
waktunya. Kami akan jadi pengikutnya dan kami dengan dia akan
memerangi kamu seperti dalam perang 'Ad dan Iram."
Setelah Nabi bicara dengan mereka dan diajaknya mereka
bertauhid kepada Allah, satu sama lain mereka saling
berpandang-pandangan.
"Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang Yahudi
kepada kita," kata mereka. "Jangan sampai mereka mendahului
kita."
Seruan Muhammad mereka sambut dengan baik dan menyatakan diri
mereka masuk Islam. Lalu kata mereka:
"Kami telah meninggalkan golongan kami - yakni Aus dan Khazraj
- dan tidak ada lagi golongan yang saling bermusuhan dan
saling mengancam. Mudah-mudahan Tuhan mempersatukan mereka
dengan tuan. Bila mereka itu sudah dapat dipertemukan dengan
tuan, maka tak adalah orang yang lebih mulia dari tuan."
Orang-orang itu lalu kembali ke Medinah. Dua orang diantara
mereka itu dari Banu'n-Najjar, keluarga Abd'l-Muttalib dari
pihak ibu - kakek Muhammad yang telah mengasuhnya sejak kecil.
Kepada masyarakatnya itu mereka menyatakan sudah menganut
Islam. Ternyata merekapun menyambut pula dengan senang hati
agama ini, yang berarti akan membuat mereka menjadi golongan
monotheis seperti orang-orang Yahudi. Bahkan membuat lebih
baik dari mereka. Dengan demikian tiada suatu keluargapun,
baik Aus atau Khazraj, yang tidak menyebut nama Muhammad
'alaihissalam.
Tiba giliran tahun berikutnya, bulan-bulan sucipun datang lagi
bersama datangnya musim ziarah ke Mekah, dan ke tempat itu
datang pula duabelas orang penduduk Yathrib. Mereka ini
bertemu dengan Nabi di 'Aqaba. Di tempat inilah mereka
menyatakan ikrar atau berjanji kepada Nabi (yang kemudian
dikenal dengan nama) Ikrar 'Aqaba pertama. Mereka berikrar
kepadanya untuk tidak menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak
berzina, tidak membunuh anak-anak, tidak mengumpat dan
memfitnah, baik di depannya atau di belakang. Jangan menolak
berbuat kebaikan. Barangsiapa mematuhi semua itu ia mendapat
pahala surga, dan kalau ada yang mengecoh, maka soalnya
kembali kepada Tuhan. Tuhan berkuasa menyiksa, juga berkuasa
mengampuni segala dosa.
Dalam hal ini Muhammad menugaskan kepada Mush'ab bin 'Umair
supaya membacakan Qur'an kepada mereka, mengajarkan Islam
serta seluk-beluk hukum agama.
Setelah adanya ikrar ini Islam makin tersebar di Yathrib.
Mush'ab bertugas memberikan pelajaran agama di kalangan
Muslimin Aus dan Khazraj. Gembira sekali ia melihat kaum
Anshar itu makin teguh kepercayaannya kepada Allah dan kepada
kebenaran. Menjelang bulan-bulan suci akan tiba, ia datang
lagi ke Mekah dan kepada Muhammad diceritakannya keadaan
Muslimin di Yathrib itu; tentang ketahanan dan kekuatan
mereka, dan bahwa pada musim haji tahun ini mereka akan datang
lagi ke Mekah dalam jumlah yang lebih besar dengan iman kepada
Tuhan yang sudah lebih kuat.
Berita-berita yang disampaikan oleh Mush'ab ini membuat
Muhammad berpikir lebih lama lagi. Pengikut-pengikutnya di
Yathrib kini makin sehari makin berkuasa dan bertambah kuat
juga. Dari orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik mereka
tidak mendapat gangguan seperti yang dialami oleh
kawan-kawannya di Mekah karena gangguan Quraisy. Di samping
itu Yathrib lebih makmur daripada Mekah - ada pertanian, ada
kebun kurma, ada anggur. Bukankah lebih baik sekali apabila
Muslimin Mekah itu hijrah saja ke tempat saudara-saudara
mereka di sana, yang akan terasa lebih aman? Mereka akan bebas
dari Quraisy yang selalu memfitnah agama mereka.
Selama Muhammad berpikir-pikir itu teringat olehnya akan
orang-orang dari Yathrib, mereka yang mula-mula masuk Islam
itu, dan yang menceritakan adanya permusuhan antara golongan
Aus dan Khazraj. Apabila dengan perantaraannya mereka itu
sudah dapat dipersatukan Tuhan, maka tak ada orang yang lebih
mulia dari Muhammad. Sekarang mereka sudah dipertemukan Allah
bersama dia, bukankah lebih baik apabila dia juga hijrah? Ia
tidak ingin membalas kejahatan Quraisy itu. Iapun sadar bahwa
ia lebih lemah dari mereka. Kalaupun Keluarga Hasyim dan
Keluarga Muttalib melindunginya dari penganiayaan, mereka
tidak akan membelanya dalam melakukan penganiayaan. Dan mereka
yang sudah menjadi pengikutnya juga takkan dapat melindungi
diri dari penganiayaan Quraisy dan segala macam kejahatannya.
oleh Muhammad Husain Haekal