Bunyi alarm handphone berbunyi lebih awal dari biasanya. Tepat pukul 03.30 aku segerakan langkah ini menuju kamar mandi. Aku mandi hari itu sangat cepat. Setelah mandi kubasahi tubuhku dengan wudhu dan bergegas melaksanakan shalat tahajjud.
Setelah shalat, ku heningkan diriku. Ku buka percakapanku dengan Allah dengan membaca ayat suci Al Quran. Kemudian kumulai bercakap dengan Allah.
"Ya Allah, hari ini adalah hari penting dalam hidupku. Lancarkanlah urusanku hari ini. Ya Allah, hamba serahkan semuanya kepadaMu. Di hari ini aku akan melaksanakan sunnah rasul yaitu menikah. Semoga pernikahan ini menjadi yang pertama dan terakhir. Dan semoga dengan jalinan ini, aku dan dirinya bisa semakin dekat denganMu." Ucapku dalam doaku
Dikeheningan tiba-tiba kudengar langkah kaki menuju kamarku dan kemudian mengetuknya.
Kubuka pintu kamarku dan kulihat sosok ibuku.
"Sudah shalat nak?? Mumpung belum subuh"
"Iyah bu, aku sudah shalat"
"Alhamdulillah, kalau begitu bareng ibu bapak tilawah Al Quran"
Akupun menuju ke ruang keluarga. Lantunan ayat suci terdengar begitu merdu di keheningan subuh sampai waktu subuh datang. Kami berjamaah shalat subuh dan setelah itu kesibukanpun dimulai.
Salon Muslimah langgananku kali ini yang datang ke rumah untuk mendandaniku di hari istimewa ini. Setelah selesai, kubergegas bersama keluargaku menuju mesjid tempat aku akan melangsungkan pernikahan.
"Ya Allah, deg-degannya hati ini menunggu ijab kabul berlangsung. Tenangkanlah Ya Allah" ucapku dalam hati
Akupun di bawa ke ruang berlangsungnya akad nikah. Kulihat sosok pria yang sebentar lagi menjadi imamku. Kupandangi di sekelilingku. Kulihat wajah ayah dan ibu. Mata ayah berkaca-kaca saat itu. Tanpa ia sadari aku memerhatikannya. "Aku baru melihat mata itu berkaca-kaca" ucapku. Aku tahu hari ini adalah hari terberat untuk ayahku karena akan melepaskanku.
Ijab kabulpun berlangsung. Dengan tegas dan tanpa pengulangan, pria itu mengucap ijab kabul. Pertanda aku telah halal baginya. Akupun mencium tangannya sebagai tanda kepatuhanku pada seorang pria yang telah menjadi suamiku itu.
Pria yang sekarang ada di hadapanku adalah seorang qori yang mempunyai suara yang merdu dalam membaca ayat suci Al Quran. Kadang terlintas dalam pikiranku "kenapa dia mau meminangku? Sementara aku hanyalah gadis biasa" sedangkan dia adalah seorang pria dambaan semua wanita. Pekerjaannya adalah dokter. Jelaslah dia cerdas.
Ketika pikiranku seperti itu lagi aku mencoba mengaktifkan pikiran positifku. Ku katakan pada diriku "bersyukurlah, Allah memberimu yang terbaik".
1 tahun yang lalu aku pertama kali mengenalnya namun tak pernah kami bertatap muka. Kalaupun kami berbicara tak lain membahas soal organisasi kami dan itupun di balik hijab.
Kemudian 1 bulan yang lalu dia menelponku dan memberitahuku maksud baiknya untuk meminangku. Hari itu juga dia ingin datang ke rumahku untuk bertemu kedua orang tuaku. Dan akupun mengizinkannya untuk datang.
Ayah dan Ibu memberi restu. Dan masa ta'aruf kami sekitar 1 bulan itu. Sampai akhirnya hari ini terjadi.
3 bulan telah berlalu setelah hari istimewa itu. Dan alhamdulillah dokter kandungan di rumah sakit tempat suamiku bekerja mengatakan kalau aku positif hamil. Dalam hatiku berucap "Ya Allah, terima kasih. Semoga bisa kujaga amanahmu ini". Kulihat pula wajah suamiku yang begitu riang mendengar kabar itu. Diapun langsung sujud syukur saat itu.
Kabar bahagia ini juga telah terdengar oleh orangtuaku dan orangtuanya. Mereka semuapun sangat bahagia. Setiap harinya orang tuaku dan orang tua suamiku datang berkunjung ke rumah kami dan begitu memanjakan diriku yang sedang mengandung cucu mereka ini.
Hidupku begitu indah ketika aku mulai merasakan tendangan kecil dalam perut ini. Kandunganku memasuki 7 bulan. Perutkupun nampak semakin besar. Di pagi itu sebelum berangkat bekerja, suamiku mengajakku ke sebuah taman indah sambil olahraga pagi. Tak seperti biasanya kami hanya olahraga pagi disekitar kompleks rumah.
Suasana di taman itu masih sepi sehingga udara yang terasa begitu sejuk. Kamipun duduk di sebuah kursi di taman itu sambil memperhatikan alam ini yang begitu indah.
"Subhanallah, Maha Besar Allah. Semua yang ada di alam ini begitu menabjukkan mi. Dan sekarang, di dalam perutmu juga merupakan tanda kekuasaan Allah"
"Iya bi, kita jangan pernah sampai melupakan Allah walau hanya sedetik. Nikmatnya takkan pernah bisa terhitung"
Waktupun menunjukkan pukul 7. Tamanpun semakin ramai. Kami memutuskan untuk kembali ke rumah karena Abi juga akan berangkat kerja.
Taman itu terletak agak jauh dari rumah kami. Dan kamipun harus melewati beberapa jalan raya. Di pertengahan perjalanan kami melintasi jalan raya yang saat itu sudah cukup ramai. Kami menunggu sampai lampu merah dan baru menyeberangi jalan raya itu.
Tiba-tiba disaat melintas di jalan itu, sebuah motor melaju depan kami dengan sangat kencang. Padahal lampu lalulintas masih merah tapi ia tetap melaju. Dan saat itu suamiku berusaha menolongku dan merelakan dirinya menjadi sasaran tabrakan. Dan pengemudi itupun pergi tanpa bertanggung jawab. Suamiku berlumuran darah. Ambulanspun datang. Dalam perjalanan, ia masih berbicara kepadaku.
"Ummi, jaga anak kita baik-baik. Jangan pikirkan abi. Insya Allah, kalau Allah mengizinkan abi akan dapat menggendongnya dan membesarkannya bersama ummi"
"Abi" airmataku terus mengalir sampai akhirnya abi tak sadarkan diri lagi.
Abi dibawa ke ICU. Beberapa jam setelah abi masuk dokterpun keluar dan memberi tahuku kalau abi sampai sekarang belum sadarkan diri.
Waktu menunjukkan pukul 8.30, kulangkahkan kakiku menuju mesjid di rumah sakit itu dan berdoa kepada Allah atas keselamatan suamiku.
Sampai keesokan harinyapun setelah abi dipindahkan ke ruang perawatan ia belum sadarkan diri. Orang tuaku dan orang tua abi menyuruhku untuk istirahat karena melihatku kelelahan menemani abi. Mereka menyuruhku untuk pulang ke rumah ditemani dengan ibuku. Tapi aku bersikeras untuk tetap menunggu di rumah sakit.
Karena kelelahanpun aku tak sadarkan diri beberapa menit dan alhasil aku juga harus dirawat di rumah sakit itu. Saat itu aku meminta agar aku di rawat di kamar abi agar setiap waktu bisa melihatnya.
Lantunan ayat suci kubacakan saat itu, walaupun aku juga sedang dalam perawatan rumah sakit. Kulantunkan ayat suci ini untuk keselamatan ayah dari anak dalam kandunganku ini.
Seminggu telah berlalu dan aku sudah diizinkan untuk beristirahat di rumah. Dokter menyarankanku untuk tetap berada di rumah karena kandunganku semakin mendekati masa persalinan. Dokter tak mengizinkanku untuk berada di rumah sakit. Akupun mengingat kata-kata terakhir abi sewaktu di ambulans. Aku coba tegarkan hatiku dan bangkit untuk abi dan anak dalam kandunganku ini.
Akupun pulang ke rumah ditemani ayah dan ibuku. Sementara mertuaku menjaga abi di rumah sakit. Setiap pagi kulakukan kembali kebiasaan abi mengajakku berkeliling kompleks. Setiap malam kusempatkan diriku mendirikan shalat malam walaupun terasa berbeda karena biasanya aku dibangunkan oleh abi setelah ia sendiri mendirikan shalat malam.
Waktu berlalu, dan abi sampai sekarang masih dalam perawatan intensif rumah sakit. Kandungankupun memasuki bulannya.
Malam itu, setelah shalat malam dan berdoa tiba-tiba perutku sakit tak tertahankan. Untungnya malam itu ibu tidur bersamaku. Iapun terbangun ketika mendengar jeritan sakitku dan segera membawaku ke rumah sakit.
Di perjalanan, aku selalu berkata pada diriku dalam hati "abi, bangunlah. Aku ingin abi di sampingku saat aku bersalin nanti. Aku ingin suara abi yang melantunkan adzan di telinga anak kita"
Malam itu, aku belum melahirkan. Sampai keesokan harinya belum juga. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi. Perutkupun tak terasa sakit lagi seperti tadi malam. Aku minta izin kepada orang tuaku untuk shalat dhuha di dalam kamar suamiku di rawat. Aku minta orang tua dan mertuaku mengizinkan aku hanya berdua dalam kamar itu dengan suamiku.
Dalam keadaan seperti itu air mataku terus berlinang dalam mengucap doa kepada Allah. Tak lupa kulantunkan pula ayat Al Quran sebelum berdoa.
"Ya Allah, suamiku tak sadarkan diri sudah terlalu lama. Hamba merindukannya. Bangunkalah ia Ya Allah. Engkaulah satu-satuNya zat yang mengabulkan doa. Selamatkan pula anak dalam kandunganku ini. Pertemukanlah anak dan suamiku Ya Allah"
Setelah berdoa akupun duduk di dekat suamiku terbaring. Kupegang tangannya erat-erat. Lidahku terus berzikir kepada sang Pencipta. Air matakupun terus mengalir. Namun suamiku tak kunjung sadarkan diri.
Orangtua dan mertuakupun masuk dan berusaha menenangkanku dan tiba-tiba perutkupun terasa begitu sakit. Lebih sakit lagi dari kemarin. Akupun langsung dibawa ke ruang bersalin. Saat dokter akan segera menjalankan tugasnya aku hentikan sejenak dokter kandunganku yang kebetulan adalah rekan kerja suamiku. Dia kebetulan perempuan sehingga aku tak malu berbicara padanya. "Dok, bantu saya dok. Dokter jangan lupa berzikir dalam persalinanku nanti." Saat itu tiba-tiba sosok laki-laki yang telah menikahiku datang di hadapanku. Dan dia langsung memegang erat tanganku dan mendampingiku dalam persalinan. Kudengar bibirnya trus berzikir kepada Allah. Eratnya genggaman tangannya membuatku semakin kuat untuk menjalani persalinan ini. Dan alhamdulillah, anak itu lahir ke dunia ini. Lantunan adzan diucapkan bibir suamiku di telinga anak yang baru kulahirkan itu.
Melihat abi menggendong anak kami seakan rasa sakit karena persalinan itu tak terasa. Kuucapkan puji syukur kehadirat Allah atas semua ini.
"Terima kasih Ya Allah" ucapku dalam hati.
@rahmisyam