Selasa, 07 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (1)

Diposting oleh Rahmi Andriyani Syam di 04.28
USIA Abd'l-Muttalib sudah  hampir  mencapai  tujuhpuluh  tahun
atau   lebih   tatkala  Abraha  mencoba  menyerang  Mekah  dan
menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu  umur  Abdullah  anaknya
sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan.
Pilihan Abd'l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahb  bin  Abd
Manaf  bin Zuhra, - pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai
pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat. Maka  pergilah
anak-beranak  itu hendak mengunjungi keluarga Zuhra. Ia dengan
anaknya menemui Wahb dan melamar puterinya.  Sebagian  penulis
sejarah  berpendapat,  bahwa  ia  pergi  menemui  Uhyab, paman
Aminah, sebab waktu itu ayahnya sudah  meninggal  dan  dia  di
bawah  asuhan  pamannya.  Pada hari perkawinan Abdullah dengan
Aminah itu, Abd'l-Muttalib  juga  kawin  dengan  Hala,  puteri
pamannya.  Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan
yang seusia dengan dia.

Abdullah dengan Aminah  tinggal  selama  tiga  hari  di  rumah
Aminah,  sesuai  dengan  adat  kebiasaan  Arab bila perkawinan
dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah  itu
mereka  pindah  bersama-sama  ke  keluarga Abd'l-Muttalib. Tak
seberapa lama kemudian Abdullahpun  pergi  dalam  suatu  usaha
perdagangan  ke  Suria  dengan  meninggalkan isteri yang dalam
keadaan hamil. Tentang ini masih terdapat beberapa  keterangan
yang  berbeda-beda:  adakah  Abdullah kawin lagi selain dengan
Aminah;  adakah  wanita  lain  yang  datang  menawarkan   diri
kepadanya?     Rasanya    tak    ada    gunanya    menyelidiki
keterangan-keterangan semacam ini. Yang pasti  ialah  Abdullah
adalah  seorang  pemuda  yang tegap dan tampan. Bukan hal yang
luar biasa jika ada wanita lain yang ingin  menjadi  isterinya
selain  Aminah. Tetapi setelah perkawinannya dengan Aminah itu
hilanglah harapan yang lain walaupun  untuk  sementara.  Siapa
tahu,   barangkali   mereka  masih  menunggu  ia  pulang  dari
perjalanannya ke  Syam  untuk  menjadi  isterinya  di  samping
Aminah.

Dalam  perjalanannya  itu  Abdullah  tinggal  selama  beberapa
bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza dan kembali  lagi.
Kemudian  ia  singgah  ke  tempat  saudara-saudara  ibunya  di
Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam
perjalanan.  Sesudah itu ia akan kembali pulang dengan kafilah
ke Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita  sakit  di  tempat
saudara-saudara  ibunya  itu.  Kawan-kawannyapun  pulang lebih
dulu meninggalkan dia. Dan merekalah yang menyampaikan  berita
sakitnya itu kepada ayahnya setelah mereka sampai di Mekah.

Begitu  berita sampai kepada Abd'l-Muttalib ia mengutus Harith
- anaknya yang sulung - ke  Medinah,  supaya  membawa  kembali
bila  ia  sudah  sembuh.  Tetapi  sesampainya  di  Medinah  ia
mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan
pula,   sebulan   sesudah   kafilahnya   berangkat  ke  Mekah.
Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan  membawa  perasaan
pilu  atas  kematian  adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa
hati Abd'l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan
seorang  suami  yang  selama  ini  menjadi harapan kebahagiaan
hidupnya. Demikian juga Abd'l-Muttalib sangat sayang kepadanya
sehingga penebusannya terhadap Sang Berhala yang demikian rupa
belum pernah terjadi di kalangan masyarakat Arab sebelum itu.

Peninggalan Abdullah sesudah  wafat  terdiri  dari  lima  ekor
unta,  sekelompok  ternak kambing dan seorang budak perempuan,
yaitu Umm Ayman - yang kemudian menjadi pengasuh  Nabi.  Boleh
jadi   peninggalan   serupa  itu  bukan  berarti  suatu  tanda
kekayaan; tapi  tidak  juga  merupakan  suatu  kemiskinan.  Di
samping  itu  umur  Abdullah yang masih dalam usia muda belia,
sudah mampu bekerja dan berusaha mencapai kekayaan. Dalam pada
itu  ia  memang tidak mewarisi sesuatu dari ayahnya yang masih
hidup itu.

Aminah sudah hamil, dan kemudian, seperti  wanita  lain  iapun
melahirkan.  Selesai  bersalin  dikirimnya berita kepada Abd'l
Muttalib  di  Ka'bah,  bahwa  ia   melahirkan   seorang   anak
laki-laki.  Alangkah gembiranya orang tua itu setelah menerima
berita. Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira
sekali  hatinya  karena  ternyata pengganti anaknya sudah ada.
Cepat-cepat ia menemui menantunya itu,  diangkatnya  bayi  itu
lalu  dibawanya  ke  Ka'bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini
tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal. Kemudian
dikembalikannya  bayi  itu  kepada  ibunya. Kini mereka sedang
menantikan orang yang akan menyusukannya  dari  Keluarga  Sa'd
(Banu  Sa'd),  untuk  kemudian  menyerahkan anaknya itu kepada
salah seorang dari mereka, sebagaimana sudah menjadi adat kaum
bangsawan Arab di Mekah.

Mengenai  tahun  ketika  Muhammad  dilahirkan,  beberapa  ahli
berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah
(570  Masehi).  Ibn  Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun
Gajah itu. Yang lain berpendapat  kelahirannya  itu  limabelas
tahun sebelum peristiwa gajah. Selanjutnya ada yang mengatakan
ia dilahirkan beberapa hari  atau  beberapa  bulan  atau  juga
beberapa  tahun  sesudah  Tahun  Gajah. Ada yang menaksir tiga
puluh tahun, dan ada  juga  yang  menaksir  sampai  tujuhpuluh
tahun.

Juga para ahli berlainan pendapat mengenai bulan kelahirannya.
Sebagian besar mengatakan ia dilahirkan bulan Rabiul Awal. Ada
yang  berkata lahir dalam bulan Muharam, yang lain berpendapat
dalam bulan Safar, sebagian lagi menyatakan dalam bulan Rajab,
sementara yang lain mengatakan dalam bulan Ramadan.

Kelainan  pendapat itu juga mengenai hari bulan ia dilahirkan.
Satu pendapat mengatakan pada malam kedua  Rabiul  Awal,  atau
malam   kedelapan,   atau   kesembilan.  Tetapi  pada  umumnya
mengatakan, bahwa dia dilahirkan pada tanggal duabelas  Rabiul
Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain.

Selanjutnya   terdapat   perbedaan   pendapat  mengenai  waktu
kelahirannya, yaitu siang atau malam, demikian  juga  mengenai
tempat  kelahirannya di Mekah. Caussin de Perceval dalam Essai
sur  l'Histoire  des   Arabes   menyatakan,   bahwa   Muhammad
dilahirkan bulan Agustus 570, yakni Tahun Gajah, dan bahwa dia
dilahirkan di Mekah di rumah kakeknya Abd'l-Muttalib.

Pada  hari  ketujuh  kelahirannya  itu  Abd'l-Muttalib   minta
disembelihkan   unta.   Hal   ini  kemudian  dilakukan  dengan
mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui
bahwa  anak  itu  diberi  nama Muhammad, mereka bertanya-tanya
mengapa ia tidak suka memakai nama nenek  moyang.  "Kuinginkan
dia akan  menjadi  orang  yang Terpuji,1  bagi Tuhan di langit
dan bagi makhlukNya di bumi," jawab Abd'l Muttalib.

Aminah masih menunggu  akan  menyerahkan  anaknya  itu  kepada
salah  seorang  Keluarga  Sa'd  yang  akan menyusukan anaknya,
sebagaimana sudah menjadi kebiasaan  bangsawan-bangsawan  Arab
di    Mekah.    Adat   demikian   ini   masih   berlaku   pada
bangsawan-bangsawan  Mekah.  Pada   hari   kedelapan   sesudah
dilahirkan  anak  itupun  dikirimkan  ke  pedalaman  dan  baru
kembali pulang ke kota sesudah ia berumur delapan atau sepuluh
tahun.  Di  kalangan  kabilah-kabilah  pedalaman yang terkenal
dalam menyusukan ini di antaranya  ialah  kabilah  Banu  Sa'd.
Sementara masih menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah
menyerahkan anaknya kepada Thuwaiba, budak perempuan pamannya,
Abu  Lahab. Selama beberapa waktu ia disusukan, seperti Hamzah
yang juga kemudian disusukannya. Jadi  mereka  adalah  saudara
susuan.

Sekalipun  Thuwaiba hanya beberapa hari saja menyusukan, namun
ia tetap memelihara hubungan yang baik sekali selama hidupnya.
Setelah  wanita  itu  meninggal  pada tahun ketujuh sesudah ia
hijrah ke Medinah,  untuk  meneruskan  hubungan  baik  itu  ia
menanyakan  tentang  anaknya yang juga menjadi saudara susuan.
Tetapi kemudian  ia  mengetahui  bahwa  anak  itu  juga  sudah
meninggal sebelum ibunya.

Akhirnya  datang  juga  wanita-wanita  Keluarga Sa'd yang akan
menyusukan itu ke Mekah. Mereka memang mencari bayi yang  akan
mereka  susukan.  Akan  tetapi  mereka  menghindari  anak-anak
yatim. Sebenarnya mereka masih mengharapkan sesuatu jasa  dari
sang  ayah.  Sedang  dari  anak-anak yatim sedikit sekali yang
dapat mereka harapkan. Oleh karena itu di  antara  mereka  itu
tak  ada  yang  mau  mendatangi Muhammad. Mereka akan mendapat
hasil yang lumayan bila mendatangi keluarga yang dapat  mereka
harapkan.

Akan tetapi Halimah bint Abi-Dhua'ib yang pada mulanya menolak
Muhammad, seperti yang lain-lain juga, ternyata tidak mendapat
bayi  lain  sebagai gantinya. Di samping itu karena dia memang
seorang  wanita  yang  kurang  mampu,  ibu-ibu  lainpun  tidak
menghiraukannya.  Setelah  sepakat  mereka  akan  meninggalkan
Mekah. Halimah berkata kepada Harith bin Abd'l-'Uzza suaminya:
"Tidak  senang  aku pulang bersama dengan teman-temanku tanpa
membawa seorang bayi. Biarlah aku pergi kepada anak yatim  itu
dan akan kubawa juga."

"Baiklah,"  jawab  suaminya.  "Mudah-mudahan  karena itu Tuhan
akan memberi berkah kepada kita."

Halimah  kemudian  mengambil  Muhammad  dan  dibawanya   pergi
bersama-sama   dengan   teman-temannya   ke   pedalaman.   Dia
bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa  mendapat
berkah.   Ternak   kambingnya   gemuk-gemuk   dan   susunyapun
bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya.

Selama dua tahun Muhammad tinggal di  sahara,  disusukan  oleh
Halimah  dan  diasuh oleh Syaima', puterinya. Udara sahara dan
kehidupan pedalaman yang  kasar  menyebabkannya  cepat  sekali
menjadi  besar,  dan  menambah  indah  bentuk  dan pertumbuhan
badannya. Setelah cukup dua tahun dan  tiba  masanya  disapih,
Halimah  membawa  anak  itu  kepada  ibunya  dan  sesudah  itu
membawanya kembali ke  pedalaman.  Hal  ini  dilakukan  karena
kehendak  ibunya,  kata sebuah keterangan, dan keterangan lain
mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa  kembali
supaya  lebih  matang,  juga  memang  dikuatirkan  dari adanya
serangan wabah Mekah.

Dua tahun lagi anak itu tinggal  di  sahara,  menikmati  udara
pedalaman  yang  jernih  dan bebas, tidak terikat oleh sesuatu
ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.

Pada masa itu, sebelum usianya  mencapai  tiga  tahun,  ketika
itulah  terjadi  cerita  yang  banyak dikisahkan orang. Yakni,
bahwa  sementara  ia  dengan  saudaranya  yang  sebaya  sesama
anak-anak   itu  sedang  berada  di  belakang  rumah  di  luar
pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa'd
itu   kembali   pulang  sambil  berlari,  dan  berkata  kepada
ibu-bapanya: "Saudaraku yang dari Quraisy  itu  telah  diambil
oleh  dua  orang  laki-laki  berbaju  putih.  Dia dibaringkan,
perutnya dibedah, sambil di balik-balikan."

Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan,  bahwa  mengenai
diri  dan suaminya ia berkata: "Lalu saya pergi dengan ayahnya
ke  tempat  itu.  Kami  jumpai  dia  sedang  berdiri.  Mukanya
pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami
tanyakan: "Kenapa kau, nak?" Dia menjawab: "Aku didatangi oleh
dua  orang  laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu
perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu
aku apa yang mereka cari."

Halimah dan suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat
ketakutan, kalau-kalau anak itu sudah kesurupan. Sesudah  itu,
dibawanya  anak  itu  kembali  kepada  ibunya  di  Mekah. Atas
peristiwa ini Ibn Ishaq  membawa  sebuah  Hadis  Nabi  sesudah
kenabiannya. Tetapi dalam menceritakan peristiwa ini Ibn Ishaq
nampaknya  hati-hati  sekali  dan   mengatakan   bahwa   sebab
dikembalikannya  kepada  ibunya bukan karena cerita adanya dua
malaikat itu, melainkan - seperti cerita Halimah kepada Aminah
-  ketika  ia di bawa pulang oleh Halimah sesudah disapih, ada
beberapa orang Nasrani  Abisinia  memperhatikan  Muhammad  dan
menanyakan   kepada   Halimah  tentang  anak  itu.  Dilihatnya
belakang anak itu, lalu mereka berkata:

"Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di  negeri  kami.
Anak  ini  akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui
keadaannya." Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri  dari
mereka  dengan  membawa  anak  itu.  Demikian juga cerita yang
dibawa oleh Tabari, tapi  ini  masih  di  ragukan;  sebab  dia
menyebutkan   Muhammad   dalam   usianya   itu,  lalu  kembali
menyebutkan  bahwa  hal  itu  terjadi   tidak   lama   sebelum
kenabiannya dan usianya empatpuluh tahun.

Selasa, 07 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (1)

USIA Abd'l-Muttalib sudah  hampir  mencapai  tujuhpuluh  tahun
atau   lebih   tatkala  Abraha  mencoba  menyerang  Mekah  dan
menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu  umur  Abdullah  anaknya
sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan.
Pilihan Abd'l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahb  bin  Abd
Manaf  bin Zuhra, - pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai
pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat. Maka  pergilah
anak-beranak  itu hendak mengunjungi keluarga Zuhra. Ia dengan
anaknya menemui Wahb dan melamar puterinya.  Sebagian  penulis
sejarah  berpendapat,  bahwa  ia  pergi  menemui  Uhyab, paman
Aminah, sebab waktu itu ayahnya sudah  meninggal  dan  dia  di
bawah  asuhan  pamannya.  Pada hari perkawinan Abdullah dengan
Aminah itu, Abd'l-Muttalib  juga  kawin  dengan  Hala,  puteri
pamannya.  Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan
yang seusia dengan dia.

Abdullah dengan Aminah  tinggal  selama  tiga  hari  di  rumah
Aminah,  sesuai  dengan  adat  kebiasaan  Arab bila perkawinan
dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah  itu
mereka  pindah  bersama-sama  ke  keluarga Abd'l-Muttalib. Tak
seberapa lama kemudian Abdullahpun  pergi  dalam  suatu  usaha
perdagangan  ke  Suria  dengan  meninggalkan isteri yang dalam
keadaan hamil. Tentang ini masih terdapat beberapa  keterangan
yang  berbeda-beda:  adakah  Abdullah kawin lagi selain dengan
Aminah;  adakah  wanita  lain  yang  datang  menawarkan   diri
kepadanya?     Rasanya    tak    ada    gunanya    menyelidiki
keterangan-keterangan semacam ini. Yang pasti  ialah  Abdullah
adalah  seorang  pemuda  yang tegap dan tampan. Bukan hal yang
luar biasa jika ada wanita lain yang ingin  menjadi  isterinya
selain  Aminah. Tetapi setelah perkawinannya dengan Aminah itu
hilanglah harapan yang lain walaupun  untuk  sementara.  Siapa
tahu,   barangkali   mereka  masih  menunggu  ia  pulang  dari
perjalanannya ke  Syam  untuk  menjadi  isterinya  di  samping
Aminah.

Dalam  perjalanannya  itu  Abdullah  tinggal  selama  beberapa
bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza dan kembali  lagi.
Kemudian  ia  singgah  ke  tempat  saudara-saudara  ibunya  di
Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam
perjalanan.  Sesudah itu ia akan kembali pulang dengan kafilah
ke Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita  sakit  di  tempat
saudara-saudara  ibunya  itu.  Kawan-kawannyapun  pulang lebih
dulu meninggalkan dia. Dan merekalah yang menyampaikan  berita
sakitnya itu kepada ayahnya setelah mereka sampai di Mekah.

Begitu  berita sampai kepada Abd'l-Muttalib ia mengutus Harith
- anaknya yang sulung - ke  Medinah,  supaya  membawa  kembali
bila  ia  sudah  sembuh.  Tetapi  sesampainya  di  Medinah  ia
mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan
pula,   sebulan   sesudah   kafilahnya   berangkat  ke  Mekah.
Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan  membawa  perasaan
pilu  atas  kematian  adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa
hati Abd'l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan
seorang  suami  yang  selama  ini  menjadi harapan kebahagiaan
hidupnya. Demikian juga Abd'l-Muttalib sangat sayang kepadanya
sehingga penebusannya terhadap Sang Berhala yang demikian rupa
belum pernah terjadi di kalangan masyarakat Arab sebelum itu.

Peninggalan Abdullah sesudah  wafat  terdiri  dari  lima  ekor
unta,  sekelompok  ternak kambing dan seorang budak perempuan,
yaitu Umm Ayman - yang kemudian menjadi pengasuh  Nabi.  Boleh
jadi   peninggalan   serupa  itu  bukan  berarti  suatu  tanda
kekayaan; tapi  tidak  juga  merupakan  suatu  kemiskinan.  Di
samping  itu  umur  Abdullah yang masih dalam usia muda belia,
sudah mampu bekerja dan berusaha mencapai kekayaan. Dalam pada
itu  ia  memang tidak mewarisi sesuatu dari ayahnya yang masih
hidup itu.

Aminah sudah hamil, dan kemudian, seperti  wanita  lain  iapun
melahirkan.  Selesai  bersalin  dikirimnya berita kepada Abd'l
Muttalib  di  Ka'bah,  bahwa  ia   melahirkan   seorang   anak
laki-laki.  Alangkah gembiranya orang tua itu setelah menerima
berita. Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira
sekali  hatinya  karena  ternyata pengganti anaknya sudah ada.
Cepat-cepat ia menemui menantunya itu,  diangkatnya  bayi  itu
lalu  dibawanya  ke  Ka'bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini
tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal. Kemudian
dikembalikannya  bayi  itu  kepada  ibunya. Kini mereka sedang
menantikan orang yang akan menyusukannya  dari  Keluarga  Sa'd
(Banu  Sa'd),  untuk  kemudian  menyerahkan anaknya itu kepada
salah seorang dari mereka, sebagaimana sudah menjadi adat kaum
bangsawan Arab di Mekah.

Mengenai  tahun  ketika  Muhammad  dilahirkan,  beberapa  ahli
berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah
(570  Masehi).  Ibn  Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun
Gajah itu. Yang lain berpendapat  kelahirannya  itu  limabelas
tahun sebelum peristiwa gajah. Selanjutnya ada yang mengatakan
ia dilahirkan beberapa hari  atau  beberapa  bulan  atau  juga
beberapa  tahun  sesudah  Tahun  Gajah. Ada yang menaksir tiga
puluh tahun, dan ada  juga  yang  menaksir  sampai  tujuhpuluh
tahun.

Juga para ahli berlainan pendapat mengenai bulan kelahirannya.
Sebagian besar mengatakan ia dilahirkan bulan Rabiul Awal. Ada
yang  berkata lahir dalam bulan Muharam, yang lain berpendapat
dalam bulan Safar, sebagian lagi menyatakan dalam bulan Rajab,
sementara yang lain mengatakan dalam bulan Ramadan.

Kelainan  pendapat itu juga mengenai hari bulan ia dilahirkan.
Satu pendapat mengatakan pada malam kedua  Rabiul  Awal,  atau
malam   kedelapan,   atau   kesembilan.  Tetapi  pada  umumnya
mengatakan, bahwa dia dilahirkan pada tanggal duabelas  Rabiul
Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain.

Selanjutnya   terdapat   perbedaan   pendapat  mengenai  waktu
kelahirannya, yaitu siang atau malam, demikian  juga  mengenai
tempat  kelahirannya di Mekah. Caussin de Perceval dalam Essai
sur  l'Histoire  des   Arabes   menyatakan,   bahwa   Muhammad
dilahirkan bulan Agustus 570, yakni Tahun Gajah, dan bahwa dia
dilahirkan di Mekah di rumah kakeknya Abd'l-Muttalib.

Pada  hari  ketujuh  kelahirannya  itu  Abd'l-Muttalib   minta
disembelihkan   unta.   Hal   ini  kemudian  dilakukan  dengan
mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui
bahwa  anak  itu  diberi  nama Muhammad, mereka bertanya-tanya
mengapa ia tidak suka memakai nama nenek  moyang.  "Kuinginkan
dia akan  menjadi  orang  yang Terpuji,1  bagi Tuhan di langit
dan bagi makhlukNya di bumi," jawab Abd'l Muttalib.

Aminah masih menunggu  akan  menyerahkan  anaknya  itu  kepada
salah  seorang  Keluarga  Sa'd  yang  akan menyusukan anaknya,
sebagaimana sudah menjadi kebiasaan  bangsawan-bangsawan  Arab
di    Mekah.    Adat   demikian   ini   masih   berlaku   pada
bangsawan-bangsawan  Mekah.  Pada   hari   kedelapan   sesudah
dilahirkan  anak  itupun  dikirimkan  ke  pedalaman  dan  baru
kembali pulang ke kota sesudah ia berumur delapan atau sepuluh
tahun.  Di  kalangan  kabilah-kabilah  pedalaman yang terkenal
dalam menyusukan ini di antaranya  ialah  kabilah  Banu  Sa'd.
Sementara masih menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah
menyerahkan anaknya kepada Thuwaiba, budak perempuan pamannya,
Abu  Lahab. Selama beberapa waktu ia disusukan, seperti Hamzah
yang juga kemudian disusukannya. Jadi  mereka  adalah  saudara
susuan.

Sekalipun  Thuwaiba hanya beberapa hari saja menyusukan, namun
ia tetap memelihara hubungan yang baik sekali selama hidupnya.
Setelah  wanita  itu  meninggal  pada tahun ketujuh sesudah ia
hijrah ke Medinah,  untuk  meneruskan  hubungan  baik  itu  ia
menanyakan  tentang  anaknya yang juga menjadi saudara susuan.
Tetapi kemudian  ia  mengetahui  bahwa  anak  itu  juga  sudah
meninggal sebelum ibunya.

Akhirnya  datang  juga  wanita-wanita  Keluarga Sa'd yang akan
menyusukan itu ke Mekah. Mereka memang mencari bayi yang  akan
mereka  susukan.  Akan  tetapi  mereka  menghindari  anak-anak
yatim. Sebenarnya mereka masih mengharapkan sesuatu jasa  dari
sang  ayah.  Sedang  dari  anak-anak yatim sedikit sekali yang
dapat mereka harapkan. Oleh karena itu di  antara  mereka  itu
tak  ada  yang  mau  mendatangi Muhammad. Mereka akan mendapat
hasil yang lumayan bila mendatangi keluarga yang dapat  mereka
harapkan.

Akan tetapi Halimah bint Abi-Dhua'ib yang pada mulanya menolak
Muhammad, seperti yang lain-lain juga, ternyata tidak mendapat
bayi  lain  sebagai gantinya. Di samping itu karena dia memang
seorang  wanita  yang  kurang  mampu,  ibu-ibu  lainpun  tidak
menghiraukannya.  Setelah  sepakat  mereka  akan  meninggalkan
Mekah. Halimah berkata kepada Harith bin Abd'l-'Uzza suaminya:
"Tidak  senang  aku pulang bersama dengan teman-temanku tanpa
membawa seorang bayi. Biarlah aku pergi kepada anak yatim  itu
dan akan kubawa juga."

"Baiklah,"  jawab  suaminya.  "Mudah-mudahan  karena itu Tuhan
akan memberi berkah kepada kita."

Halimah  kemudian  mengambil  Muhammad  dan  dibawanya   pergi
bersama-sama   dengan   teman-temannya   ke   pedalaman.   Dia
bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa  mendapat
berkah.   Ternak   kambingnya   gemuk-gemuk   dan   susunyapun
bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya.

Selama dua tahun Muhammad tinggal di  sahara,  disusukan  oleh
Halimah  dan  diasuh oleh Syaima', puterinya. Udara sahara dan
kehidupan pedalaman yang  kasar  menyebabkannya  cepat  sekali
menjadi  besar,  dan  menambah  indah  bentuk  dan pertumbuhan
badannya. Setelah cukup dua tahun dan  tiba  masanya  disapih,
Halimah  membawa  anak  itu  kepada  ibunya  dan  sesudah  itu
membawanya kembali ke  pedalaman.  Hal  ini  dilakukan  karena
kehendak  ibunya,  kata sebuah keterangan, dan keterangan lain
mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa  kembali
supaya  lebih  matang,  juga  memang  dikuatirkan  dari adanya
serangan wabah Mekah.

Dua tahun lagi anak itu tinggal  di  sahara,  menikmati  udara
pedalaman  yang  jernih  dan bebas, tidak terikat oleh sesuatu
ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.

Pada masa itu, sebelum usianya  mencapai  tiga  tahun,  ketika
itulah  terjadi  cerita  yang  banyak dikisahkan orang. Yakni,
bahwa  sementara  ia  dengan  saudaranya  yang  sebaya  sesama
anak-anak   itu  sedang  berada  di  belakang  rumah  di  luar
pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa'd
itu   kembali   pulang  sambil  berlari,  dan  berkata  kepada
ibu-bapanya: "Saudaraku yang dari Quraisy  itu  telah  diambil
oleh  dua  orang  laki-laki  berbaju  putih.  Dia dibaringkan,
perutnya dibedah, sambil di balik-balikan."

Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan,  bahwa  mengenai
diri  dan suaminya ia berkata: "Lalu saya pergi dengan ayahnya
ke  tempat  itu.  Kami  jumpai  dia  sedang  berdiri.  Mukanya
pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami
tanyakan: "Kenapa kau, nak?" Dia menjawab: "Aku didatangi oleh
dua  orang  laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu
perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu
aku apa yang mereka cari."

Halimah dan suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat
ketakutan, kalau-kalau anak itu sudah kesurupan. Sesudah  itu,
dibawanya  anak  itu  kembali  kepada  ibunya  di  Mekah. Atas
peristiwa ini Ibn Ishaq  membawa  sebuah  Hadis  Nabi  sesudah
kenabiannya. Tetapi dalam menceritakan peristiwa ini Ibn Ishaq
nampaknya  hati-hati  sekali  dan   mengatakan   bahwa   sebab
dikembalikannya  kepada  ibunya bukan karena cerita adanya dua
malaikat itu, melainkan - seperti cerita Halimah kepada Aminah
-  ketika  ia di bawa pulang oleh Halimah sesudah disapih, ada
beberapa orang Nasrani  Abisinia  memperhatikan  Muhammad  dan
menanyakan   kepada   Halimah  tentang  anak  itu.  Dilihatnya
belakang anak itu, lalu mereka berkata:

"Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di  negeri  kami.
Anak  ini  akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui
keadaannya." Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri  dari
mereka  dengan  membawa  anak  itu.  Demikian juga cerita yang
dibawa oleh Tabari, tapi  ini  masih  di  ragukan;  sebab  dia
menyebutkan   Muhammad   dalam   usianya   itu,  lalu  kembali
menyebutkan  bahwa  hal  itu  terjadi   tidak   lama   sebelum
kenabiannya dan usianya empatpuluh tahun.

 

Thinkmii Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez