Selasa, 07 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (9)

Diposting oleh Rahmi Andriyani Syam di 12.37
Kedua  orang utusan itu ialah 'Amr bin'l-'Ash dan Abdullah bin
Abi Rabi'a. Kepada Najasyi dan  kepada  para  pembesar  istana
mereka  mempersembahkan  hadiah-hadiah  dengan  maksud  supaya
mereka sudi mengembalikan orang-orang yang hijrah  dari  Mekah
itu kepada mereka.
 
"Paduka  Raja,"  kata  mereka, "mereka datang ke negeri paduka
ini adalah budak-budak kami  yang  tidak  punya  malu.  Mereka
meninggalkan  agama  bangsanya  dan  tidak pula menganut agama
paduka; mereka membawa agama  yang  mereka  ciptakan  sendiri,
yang  tidak  kami  kenal  dan  tidak  juga paduka. Kami diutus
kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat  mereka,  oleh
orang-orang  tua,  paman  mereka  dan keluarga mereka sendiri,
supaya  paduka  sudi  mengembalikan  orang-orang  itu   kepada
mereka.   Mereka   lebih  mengetahui  betapa  orang-orang  itu
mencemarkan dan memaki-maki."
 
Sebenarnya  kedua  utusan  itu  telah  mengadakan  persetujuan
dengan   pembesar-pembesar  istana  kerajaan,  setelah  mereka
menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekah, bahwa mereka  akan
membantu  usaha  mengembalikan  kaum Muslimin itu kepada pihak
Quraisy. Pembicaraan mereka ini tidak sampai  diketahui  raja.
Tetapi  baginda  menolak  sebelum mendengar sendiri keterangan
dari  pihak  Muslimin.  Lalu  dimintanya  mereka  itu   datang
menghadap
 
"Agama  apa  ini  yang  sampai  membuat tuan-tuan meninggalkan
masyarakat tuan-tuan  sendiri,  tetapi  tidak  juga  tuan-tuan
menganut  agamaku,  atau  agama  lain?"  tanya Najasyi setelah
mereka datang.
 
Yang diajak bicara ketika itu ialah Ja'far b. Abi b. Talib.
 
"Paduka Raja,"  katanya,  "ketika  itu  kami  masyarakat  yang
bodoh,  kami  menyembah berhala, bangkaipun kami makan, segala
kejahatan kami lakukan, memutuskan  hubungan  dengan  kerabat,
dengan  ketanggapun  kami  tidak baik; yang kuat menindas yang
lemah. Demikian keadaan kami, sampai  Tuhan  mengutus  seorang
rasul  dari  kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya,
dia jujur, dapat dipercaya dan bersih pula. Ia  mengajak  kami
menyembah  hanya  kepada Allah Yang Maha Esa, dan meninggalkan
batu-batu  dan  patung-patung  yang  selama   itu   kami   dan
nenek-moyang  kami  menyembahnya.  Ia  menganjurkan kami untuk
tidak berdusta untuk berlaku jujur serta  mengadakan  hubungan
keluarga  dan  tetangga yang baik, serta menyudahi pertumpahan
darah  dan  perbuatan  terlarang  lainnya.  Ia  melarang  kami
melakukan  segala  kejahatan  dan menggunakan kata-kata dusta,
memakan harta anak piatu atau mencemarkan  wanita-wanita  yang
bersih.    Ia   minta   kami   menyembah   Allah   dan   tidak
mempersekutukanNya.  Selanjutnya  disuruhnya  kami   melakukan
salat,  zakat  dan  puasa. [Lalu disebutnya beberapa ketentuan
Islam].  Kami  pun  membenarkannya.  Kami  turut  segala  yang
diperintahkan  Allah.  Lalu  yang kami sembah hanya Allah Yang
Tunggal, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa  dan  siapa  pun
juga.  Segala  yang  diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan
kami lakukan. Karena itulah, masyarakat  kami  memusuhi  kami,
menyiksa  kami  dan  menghasut  supaya kami meninggalkan agama
kami dan kembali menyembah berhala;  supaya  kami  membenarkan
segala  keburukan  yang  pernah kami lakukan dulu. Oleh karena
mereka memaksa  kami,  menganiaya  dan  menekan  kami,  mereka
menghalang-halangi  kami  dari agama kami, maka kamipun keluar
pergi ke negeri tuan ini. Tuan jugalah  yang  menjadi  pilihan
kami.  Senang sekali kami berada di dekat tuan, dengan harapan
di sini takkan ada penganiayaan."
 
"Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang  dapat  tuan-tuan
bacakan kepada kami?" tanya Raja itu lagi.
 
"Ya,"  jawab  Ja'far;  lalu  ia  membacakan  Surah Mariam dari
pertama sampai pada firman Allah:
 
"Lalu ia memberi  isyarat  menunjuk  kepadanya.  Kata  mereka:
Bagaimana  kami akan bicara dengan anak yang masih muda belia?
Dia (Isa) berkata: 'Aku  adalah  hamba  Allah,  diberiNya  aku
Kitab  dan  dijadikanNya  aku  seorang  nabi. DijadikanNya aku
pembawa berkah  dimana  saja  aku  berada,  dan  dipesankanNya
kepadaku  melakukan  sembahyang  dan zakat selama hidupku. Dan
berbaktilah aku kepada ibuku,  bukan  dijadikanNya  aku  orang
congkak  yang  celaka.  Bahagialah aku tatkala aku dilahirkan,
tatkala aku mati dan tatkala aku hidup kembali!'" (Qur'an  19:
29-33)
 
Setelah  mendengar  bahwa  keterangan itu membenarkan apa yang
tersebut  dalam  Injil,  pemuka-pemuka  istana  itu  terkejut:
"Kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata-kata
Yesus Kristus'" kata mereka.
 
Najasyi lalu berkata: "Kata-kata  ini  dan  yang  dibawa  oleh
Musa,  keluar  dari sumber cahaya yang sama. Tuan-tuan (kepada
kedua orang utusan Quraisy) pergilah. Kami takkan  menyerahkan
mereka kepada tuan-tuan!"
 
Keesokan harinya 'Amr bin'l-'Ash kembali menghadap Raja dengan
mengatakan, bahwa  kaum  Muslimin  mengeluarkan  tuduhan  yang
luarbiasa  terhadap  Isa  anak  Mariam.  Panggillah mereka dan
tanyakan apa yang mereka katakan itu.
 
Setelah mereka datang, Ja'far berkata:  Tentang  dia  pendapat
kami seperti yang dikafakan Nabi kami: 'Dia adalah hamba Allah
dan UtusanNya, RuhNya dan FirmanNya  yang  disampaikan  kepada
Perawan Mariam."
 
Najasyi lalu mengambil sebatang tongkat dan menggoreskannya di
tanah. Dan dengan gembira sekali baginda berkata:
 
"Antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak  lebih
dari garis ini."
 
Setelah  dari  kedua  belah pihak itu didengarnya, ternyatalah
oleh Najasyi, bahwa kaum Muslimin itu mengakui  Isa,  mengenal
adanya Kristen dan menyembah Allah.
 
Selama di Abisinia itu kaum Muslimin merasa aman dan tenteram.
Ketika kemudian disampaikan kepada  mereka,  bahwa  permusuhan
pihak  Quraisy  sudah  berangsur  reda, mereka lalu kembali ke
Mekah untuk pertama kalinya - dan Muhammadpun masih di Mekah.
 
Akan tetapi, setelah kemudian ternyata, bahwa  penduduk  Mekah
masih  juga  mengganggunya  dan mengganggu sahabat-sahabatnya,
merekapun  kembali  lagi  ke  Abisinia.  Mereka  terdiri  dari
delapanpuluh  orang  tanpa  wanita dan anak-anak. Adakah kedua
kali hijrah mereka itu hanya semata-mata melarikan  diri  dari
gangguan ataukah meskipun dalam perencanaan Muhammad sendiri -
mereka mempunyai tujuan politik? Sebaiknya ahli  sejarah  akan
dapat mengungkapkan hal ini.
 
Sudah  pada tempatnya bagi penulis sejarah hidup Muhammad akan
bertanya:   bagaimana   Muhammad   dapat   tenang   membiarkan
sahabat-sahabatnya  pergi  ke Abisinia, padahal agama penduduk
itu adalah agama Nasrani, agama ahli kitab,  Nabi  mereka  Isa
yang  diakui  kerasulannya  oleh  Islam?  Lalu ia tidak kuatir
mereka  akan  tergoda  seperti  yang  dilakukan  oleh  Quraisy
walaupun  dengan  cara  lain?  Bagaimana  pula  ia akan merasa
tenang terhadap godaan itu, mengingat Abisinia  adalah  negeri
makmur;   yang  tidak  sama  dengan  Mekah;  dan  lebih  dapat
mempengaruhi daripada  Quraisy?  Kenyataannya,  dari  kalangan
Muslimin  yang  pergi  ke  Abisinia itu sudah ada seorang yang
masuk Kristen. Kenyataan  ini  menunjukkan,  bahwa  kekuatiran
akan  adanya  godaan  ini  seharusnya selalu ada pada Muhammad
mengingat keadaannya yang masih lemah dan mereka yang  menjadi
pengikutnya  masih  menyangsikan  kemampuannya melindungi diri
mereka sendiri atau akan dapat mengalahkan musuh mereka. Besar
sekali  dugaan bahwa hal demikian memang sudah terlintas dalam
pikiran Muhammad, melihat tingkat  kecerdasannya  yang  begitu
tinggi  dengan  ketajaman  pikiran dan pandangannya yang jauh,
yang  semuanya  itu  seimbang  dengan  jiwa  besarnya,  dengan
kemurnian rohaninya, budi pekerti yang luhur serta perasaannya
yang halus sekali itu.
 
Tetapi sungguhpun begitu, dari segi ini ia  yakin  dan  tenang
sekali. Pada waktu itu - dan sampai pada waktu pembawa risalah
itu  wafat  -  inti  ajaran   Islam   masih   bersih   sekali,
kemurniannya masih belum ternodakan. Seperti ajaran Nasrani di
Najran, Hira dan Syam, begitu juga paham Nasrani  di  Abisinia
sudah  dijangkiti  oleh  noda, perselisihan antara mereka yang
menuhankan Ibu  Mariam  dengan  mereka  yang  menuhankan  Isa.
Disamping  ada  lagi yang berlainan dengan kedua golongan itu,
mereka yang masih mengambil dari  sumber  ajaran  yang  murni,
yang tidak perlu dikuatirkan.
 
Sebenarnya,   kebanyakan   agama-agama  itu  sesudah  beberapa
generasi  saja  berjalan,  sudah   dijangkiti   oleh   semacam
paganisma,  meskipun bukan dari jenis rendahan, yang waktu itu
berkembang  di   negeri-negeri   Arab;   tetapi   bagaimanapun
paganisma juga.
 
Kedatangan  Islam  merupakan  musuh berat buat paganisma dalam
segala bentuk dan coraknya. Ditambah lagi, bahwa agama Nasrani
waktu  itu sudah mengakui adanya suatu golongan klas khusus di
kalangan pemuka-pemuka agama  -  yang  oleh  Islam  samasekali
tidak  dikenal  -  yang  pada  waktu  itu  merupakan  golongan
tertinggi dan paling suci. Juga pada waktu itu - dan dasar ini
tetap  berlaku  -  Islam  merupakan agama yang menjunjung jiwa
manusia ke puncak tertinggi. Tak ada peluang yang  akan  dapat
menghubungkan manusia dengan Tuhannya selain daripada baktinya
dan perbuatan yang baik, dan orang harus  mencintai  sesamanya
seperti  mencintai  dirinya.  Tidak ada berhala-berhala, tidak
ada pendeta-pendeta,  tidak  ada  dukun-dukun  dan  tidak  ada
apapun yang akan merintangi jiwa manusia itu untuk berhubungan
dengan seluruh wujud ini dengan perbuatan  dan  kelakuan  yang
baik.  Allah  juga  yang  akan  membalas  segala perbuatan itu
dengan berlipat ganda.
 
Dan ruh! Soal ruh adalah urusan Tuhan.  Ruh  yang  berhubungan
dengan  kekekalan  dan  keabadian zaman. Segala perbuatan baik
bagi ruh ini tak ada tabir yang akan menutupinya  dari  Tuhan,
dan  tak  ada  kekuasaan apapun selain Allah. Orang-orang yang
kaya, yang kuat atau yang jahat dapat saja menyiksa jasad ini,
dapat saja memisahkannya dari segala kesenangan dan hawa nafsu
dan dapat saja menghancurkan semua itu, tetapi ruh  atau  jiwa
itu  takkan  dapat  mereka kuasai selama yang bersangkutan mau
menempatkannya lebih tinggi di atas  segala  kekuasaan  materi
dan waktu, dan tetap berhubungan dengan seluruh alam ini.
 
Manusia  itu  akan  mendapat  balasan atas segala perbuatannya
bilamana kelak setiap jiwa menerima balasan menurut  apa  yang
telah  dikerjakannya.  Ketika  itu  seorang  ayah takkan dapat
menolong anaknya, dan seorang anak takkan pula dapat  menolong
ayahnya  sedikitpun.  Ketika  itu  harta  si  kaya.  sudah tak
berguna lagi, tidak juga  si  kuat  dengan  kekuatannya,  atau
ahli-ahli  teologi  itu  dengan ilmu ketuhanannya. Tetapi yang
penting hanyalah perbuatan mereka,  yang  nanti  akan  menjadi
saksi.  Ketika  itulah  seluruh alam wujud berpadu semua dalam
kekekalan dan keabadiannya.  Tuhan  tidak  akan  memperlakukan
tidak  adil  terhadap  siapapun. "Dan balasan yang kamu terima
hanya menurut apa yang kamu perbuat."
 
Bagaimana Muhammad  akan  merasa  kuatir  akan  adanya  godaan
terhadap  mereka  yang  sudah  diajarkan semua arti ini, sudah
ditanamkan ke dalam jiwa mereka dan sudah pula akidah dan iman
itu  terpateri dalam lubuk hati mereka! Bagaimana pula ia akan
merasa  kuatir  akan  adanya  godaan,  sedang   teladan   yang
diberikannya  itu  hidup  dihadapan  mereka, dengan pribadinya
yang begitu  dicintai,  sehingga  kecintaan  mereka  kepadanya
melebihi cintanya kepada diri sendiri kepada anak keluarganya!
Pribadi, yang telah menempatkan akidah itu diatas  semua  raja
di  muka  bumi  ini,  di  langit,  dengan  matahari dan bulan,
tatkala ia mengatakan kepada pamannya: "Demi  Allah,  kalaupun
mereka  meletakkan  matahari  di tangan kananku dan meletakkan
bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku  meninggalkan
tugas  ini,  sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah
yang akan membuktikan kemenangan itu  di  tanganku,  atau  aku
binasa karenanya."
 
Pribadi  inilah,  pribadi  yang  telah  disinari  cahaya  iman
kebijaksanaan  dan   keadilan,   kebaikan,   kebenaran   serta
keindahan;  di  samping  itu  adalah  pribadi  yang penuh rasa
rendah hati, rasa kesetiaan serta keakraban dan kasih-sayang.
 
Karena  itulah,  sedikitpun  tidak  goyah  hatinya  melepaskan
sahabat-sahabatnya   berangkat  hijrah  ke  Abisinia.  Keadaan
mereka yang sudah merasa aman di dekat Najasyi, merasa  tenang
dengan  agama  mereka  di  tengah-tengah masyarakat yang tidak
punya hubungan famili atau pertalian batin itu, membuat  pihak
Quraisy  lebih  menyadari, bahwa gangguan mereka terhadap kaum
Muslimin  -  sebagai  masyarakat  dari  sesama  mereka,   dari
keluarga   mereka   dan   seketurunan   pula  -  adalah  suatu
penganiayaan, suatu perbuatan kekerasan dan demoralisasi  yang
tak  berkesudahan.  Itu  semua  adalah  suatu  tekanan  dengan
pelbagai macam siksaan kepada mereka yang  sudah  begitu  kuat
jiwanya  untuk  menerima  siksaan  demikian itu. Tetapi mereka
sekarang sudah tidak lagi mendapat  sesuatu  gangguan.  Mereka
sudah    menganggap,   bahwa   ketabahan   menghadapi   segala
penderitaan itu adalah  suatu  pendekatan  kepada  Tuhan,  dan
suatu ampunan.

Waktu   itu  'Umar  ibn'l-Khattab  adalah  pemuda  yang  gagah
perkasa, berusia antara tigapuluh dan  tigapuluh  lima  tahun.
Tubuhnya  kuat  dan  tegap,  penuh emosi dan cepat naik darah.
Kesenangannya  foya-foya  dan  minum-minuman   keras.   Tetapi
terhadap keluarga ia bijaksana dan lemah-lembut. Dari kalangan
Quraisy dialah yang paling keras memusuhi kaum Muslimin.
 
Akan tetapi sesudah ia mengetahui, bahwa mereka  sudah  hijrah
ke   Abisinia   dan   mengetahui   pula   rajanya   memberikan
perlindungan kepada mereka,  iapun  merasa  kesepian  berpisah
dengan  mereka  itu. Ia merasakan betapa pedihnya hati, betapa
pilunya perasaan mereka berpisah dengan tanah air.
 
Tatkala    itu    Muhammad     sedang     berkumpul     dengan
sahabat-sahabatnya  yang tidak ikut hijrah, dalam sebuah rumah
di Shafa. Di antara mereka ada Hamzah pamannya,  Ali  bin  Abi
Talib  sepupunya,  Abu  Bakr  b.  Abi Quhafa dan Muslimin yang
lain.  Pertemuan  mereka  ini  diketahui  'Umar.  Iapun  pergi
ketempat  mereka,  ia  mau  membunuh Muhammad. Dengan demikian
bebaslah Quraisy dan kembali mereka bersatu, setelah mengalami
perpecahan, sesudah harapan dan berhala-berhala mereka hina.
 
Di  tengah jalan ia bertemu dengan Nu'aim b. Abdullah. Setelah
mengetahui maksudnya, Nuiaim berkata:
 
"Umar, engkau  menipu  diri  sendiri.  Kaukira  keluarga  'Abd
Manaf.  akan  membiarkan  kau merajalela begini sesudah engkau
membunuh Muhammad? Tidak lebih baik kau pulang saja  ke  rumah
dan perbaiki keluargamu sendiri?!"
 
Pada  waktu  itu  Fatimah,  saudaranya,  beserta Sa'id b. Zaid
suami Fatimah sudah masuk Islam. Tetapi setelah mengetahui hal
ini  dari Nu'aim, Umar cepat-cepat pulang dan langsung menemui
mereka. Di tempat itu ia mendengar ada orang  membaca  Qur'an.
Setelah  mereka  merasa ada orang yang sedang mendekati, orang
yang membaca itu sembunyi dan Fatimah menyembunyikan kitabnya.
 
"Aku mendengar suara bisik-bisik apa itu?!" tanya Umar.
 
Karena mereka tidak mengakui, Umar membentak lagi dengan suara
lantang: "Aku sudah mengetahui, kamu menjadi pengikut Muhammad
dan  menganut  agamanya!"  katanya  sambil  menghantam   Sa'id
keras-keras.   Fatimah,   yang   berusaha   hendak  melindungi
suaminya, juga mendapat pukulan keras. Kedua suami isteri  itu
jadi panas hati.
 
"Ya,  kami  sudah  Islam!  Sekarang  lakukan  apa  saja," kata
meteka.
 
Tetapi Umar jadi gelisah sendiri setelah melihat darah di muka
saudaranya  itu.  Ketika  itu  juga lalu timbul rasa iba dalam
hatinya. Ia  menyesal.  Dimintanya  kepada  saudaranya  supaya
kitab  yang  mereka  baca  itu  diberikan  kepadanya.  Setelah
dibacanya, wajahnya  tiba-tiba  berubah.  Ia  merasa  menyesal
sekali  atas  perbuatannya  itu.  Menggetar rasanya ia setelah
membaca isi kitab itu. Ada sesuatu yang  luarbiasa  dan  agung
dirasakan,  ada  suatu seruan yang begitu luhur. Sikapnya jadi
lebih bijaksana.
 
Ia keluar membawa hati yang  sudah  lembut  dengan  jiwa  yang
tenang  sekali.  Ia  langsung  menuju  ke  tempat Muhammad dan
sahabat-sahabatnya itu sedang berkumpul  di  Shafa.  Ia  minta
ijin  akan  masuk, lalu menyatakan dirinya masuk Islam. Dengan
adanya Umar dan Hamzah dalam Islam, maka kaum  Muslimin  telah
mendapat benteng dan perisai yang lebih kuat.
 
Dengan  Islamnya Umar ini kedudukan Quraisy jadi lemah sekali.
Sekali  lagi  mereka  mengadakan  pertemuan  guna   menentukan
langkah   lebih   lanjut.   Sebenarnya   peristiwa  ini  telah
memperkuat kedudukan kaum  Muslimin,  telah  memberikan  unsur
baru berupa kekuatan yang luarbiasa yang menyebabkan kedudukan
Quraisy terhadap kaum Muslimin dan kedudukan  mereka  terhadap
Quraisy  sudah  tidak  seperti  dulu lagi. Keadaan kedua belah
pihak ini kemudian diteruskan oleh suatu perkembangan  politik
baru,     penuh     dengan     peristiwa-peristiwa,     dengan
pengorbanan-pengorbanan  dan  kekerasan-kekerasan  baru  lagi,
yang   sampai  menyebabkan  terjadinya  hijrah  dan  munculnya
Muhammad sebagai politikus di samping Muhammad sebagai Rasul.
 
Catatan kaki
 
 1 Pada umumnya kata 'namus besar' (an-namus'l-akbar)
   oleh beberapa penulis yang datang kemudian diberi
   anotasi, bahwa kata namus berarti 'Jibnl.' Mungkin ini
   didasarkan kepada (N) dan (LA) yang juga mengartikan
   demikian. Mengenai kata-kata ini Dr. Haekal tidak
   memberikan catatan. Demikian juga Ibn Ishaq dan ibn
   Hisyam. Salah seorang Orientalis - Montgomery Watt
   misalnya - memberikan catatan bahwa kata namus
   biasanya diambil dan bahasa Yunani nomos, dan ini
   berarti undang-undang atau kitab suci yang diwahyukan,
   (Muhammad at Mecca, p. 51). Sebaliknya pemakaian kata
   namus bukan istilah Qur'an, sebab Qur'an menggunakan
   kata Taurat apabila yang dimaksud dengan namus itu
   undang-undang Nabi Musa (A).
 2 ash-Shafa ialah sebuah bukit dekat Mekah (A).
 3 Semacam gedung pertemuan (A).
 4 Menurut kepercayaan mereka penyakit yang disebabkan
   oleh gangguan jin, aslinya ra'i (A).
 5 Dalam literatur Barat umumnya disebut Negus (A)
 6 Peristiwa ini terjadi dalam tahun 615 Masehi (tahun
   kelima sesudah kerasulan) (A).
http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/Rasul4.html

Selasa, 07 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (9)

Kedua  orang utusan itu ialah 'Amr bin'l-'Ash dan Abdullah bin
Abi Rabi'a. Kepada Najasyi dan  kepada  para  pembesar  istana
mereka  mempersembahkan  hadiah-hadiah  dengan  maksud  supaya
mereka sudi mengembalikan orang-orang yang hijrah  dari  Mekah
itu kepada mereka.
 
"Paduka  Raja,"  kata  mereka, "mereka datang ke negeri paduka
ini adalah budak-budak kami  yang  tidak  punya  malu.  Mereka
meninggalkan  agama  bangsanya  dan  tidak pula menganut agama
paduka; mereka membawa agama  yang  mereka  ciptakan  sendiri,
yang  tidak  kami  kenal  dan  tidak  juga paduka. Kami diutus
kepada paduka oleh pemimpin-pemimpin masyarakat  mereka,  oleh
orang-orang  tua,  paman  mereka  dan keluarga mereka sendiri,
supaya  paduka  sudi  mengembalikan  orang-orang  itu   kepada
mereka.   Mereka   lebih  mengetahui  betapa  orang-orang  itu
mencemarkan dan memaki-maki."
 
Sebenarnya  kedua  utusan  itu  telah  mengadakan  persetujuan
dengan   pembesar-pembesar  istana  kerajaan,  setelah  mereka
menerima hadiah-hadiah dari penduduk Mekah, bahwa mereka  akan
membantu  usaha  mengembalikan  kaum Muslimin itu kepada pihak
Quraisy. Pembicaraan mereka ini tidak sampai  diketahui  raja.
Tetapi  baginda  menolak  sebelum mendengar sendiri keterangan
dari  pihak  Muslimin.  Lalu  dimintanya  mereka  itu   datang
menghadap
 
"Agama  apa  ini  yang  sampai  membuat tuan-tuan meninggalkan
masyarakat tuan-tuan  sendiri,  tetapi  tidak  juga  tuan-tuan
menganut  agamaku,  atau  agama  lain?"  tanya Najasyi setelah
mereka datang.
 
Yang diajak bicara ketika itu ialah Ja'far b. Abi b. Talib.
 
"Paduka Raja,"  katanya,  "ketika  itu  kami  masyarakat  yang
bodoh,  kami  menyembah berhala, bangkaipun kami makan, segala
kejahatan kami lakukan, memutuskan  hubungan  dengan  kerabat,
dengan  ketanggapun  kami  tidak baik; yang kuat menindas yang
lemah. Demikian keadaan kami, sampai  Tuhan  mengutus  seorang
rasul  dari  kalangan kami yang sudah kami kenal asal-usulnya,
dia jujur, dapat dipercaya dan bersih pula. Ia  mengajak  kami
menyembah  hanya  kepada Allah Yang Maha Esa, dan meninggalkan
batu-batu  dan  patung-patung  yang  selama   itu   kami   dan
nenek-moyang  kami  menyembahnya.  Ia  menganjurkan kami untuk
tidak berdusta untuk berlaku jujur serta  mengadakan  hubungan
keluarga  dan  tetangga yang baik, serta menyudahi pertumpahan
darah  dan  perbuatan  terlarang  lainnya.  Ia  melarang  kami
melakukan  segala  kejahatan  dan menggunakan kata-kata dusta,
memakan harta anak piatu atau mencemarkan  wanita-wanita  yang
bersih.    Ia   minta   kami   menyembah   Allah   dan   tidak
mempersekutukanNya.  Selanjutnya  disuruhnya  kami   melakukan
salat,  zakat  dan  puasa. [Lalu disebutnya beberapa ketentuan
Islam].  Kami  pun  membenarkannya.  Kami  turut  segala  yang
diperintahkan  Allah.  Lalu  yang kami sembah hanya Allah Yang
Tunggal, tidak mempersekutukan-Nya dengan apa  dan  siapa  pun
juga.  Segala  yang  diharamkan kami jauhi dan yang dihalalkan
kami lakukan. Karena itulah, masyarakat  kami  memusuhi  kami,
menyiksa  kami  dan  menghasut  supaya kami meninggalkan agama
kami dan kembali menyembah berhala;  supaya  kami  membenarkan
segala  keburukan  yang  pernah kami lakukan dulu. Oleh karena
mereka memaksa  kami,  menganiaya  dan  menekan  kami,  mereka
menghalang-halangi  kami  dari agama kami, maka kamipun keluar
pergi ke negeri tuan ini. Tuan jugalah  yang  menjadi  pilihan
kami.  Senang sekali kami berada di dekat tuan, dengan harapan
di sini takkan ada penganiayaan."
 
"Adakah ajaran Tuhan yang dibawanya itu yang  dapat  tuan-tuan
bacakan kepada kami?" tanya Raja itu lagi.
 
"Ya,"  jawab  Ja'far;  lalu  ia  membacakan  Surah Mariam dari
pertama sampai pada firman Allah:
 
"Lalu ia memberi  isyarat  menunjuk  kepadanya.  Kata  mereka:
Bagaimana  kami akan bicara dengan anak yang masih muda belia?
Dia (Isa) berkata: 'Aku  adalah  hamba  Allah,  diberiNya  aku
Kitab  dan  dijadikanNya  aku  seorang  nabi. DijadikanNya aku
pembawa berkah  dimana  saja  aku  berada,  dan  dipesankanNya
kepadaku  melakukan  sembahyang  dan zakat selama hidupku. Dan
berbaktilah aku kepada ibuku,  bukan  dijadikanNya  aku  orang
congkak  yang  celaka.  Bahagialah aku tatkala aku dilahirkan,
tatkala aku mati dan tatkala aku hidup kembali!'" (Qur'an  19:
29-33)
 
Setelah  mendengar  bahwa  keterangan itu membenarkan apa yang
tersebut  dalam  Injil,  pemuka-pemuka  istana  itu  terkejut:
"Kata-kata yang keluar dari sumber yang mengeluarkan kata-kata
Yesus Kristus'" kata mereka.
 
Najasyi lalu berkata: "Kata-kata  ini  dan  yang  dibawa  oleh
Musa,  keluar  dari sumber cahaya yang sama. Tuan-tuan (kepada
kedua orang utusan Quraisy) pergilah. Kami takkan  menyerahkan
mereka kepada tuan-tuan!"
 
Keesokan harinya 'Amr bin'l-'Ash kembali menghadap Raja dengan
mengatakan, bahwa  kaum  Muslimin  mengeluarkan  tuduhan  yang
luarbiasa  terhadap  Isa  anak  Mariam.  Panggillah mereka dan
tanyakan apa yang mereka katakan itu.
 
Setelah mereka datang, Ja'far berkata:  Tentang  dia  pendapat
kami seperti yang dikafakan Nabi kami: 'Dia adalah hamba Allah
dan UtusanNya, RuhNya dan FirmanNya  yang  disampaikan  kepada
Perawan Mariam."
 
Najasyi lalu mengambil sebatang tongkat dan menggoreskannya di
tanah. Dan dengan gembira sekali baginda berkata:
 
"Antara agama tuan-tuan dan agama kami sebenarnya tidak  lebih
dari garis ini."
 
Setelah  dari  kedua  belah pihak itu didengarnya, ternyatalah
oleh Najasyi, bahwa kaum Muslimin itu mengakui  Isa,  mengenal
adanya Kristen dan menyembah Allah.
 
Selama di Abisinia itu kaum Muslimin merasa aman dan tenteram.
Ketika kemudian disampaikan kepada  mereka,  bahwa  permusuhan
pihak  Quraisy  sudah  berangsur  reda, mereka lalu kembali ke
Mekah untuk pertama kalinya - dan Muhammadpun masih di Mekah.
 
Akan tetapi, setelah kemudian ternyata, bahwa  penduduk  Mekah
masih  juga  mengganggunya  dan mengganggu sahabat-sahabatnya,
merekapun  kembali  lagi  ke  Abisinia.  Mereka  terdiri  dari
delapanpuluh  orang  tanpa  wanita dan anak-anak. Adakah kedua
kali hijrah mereka itu hanya semata-mata melarikan  diri  dari
gangguan ataukah meskipun dalam perencanaan Muhammad sendiri -
mereka mempunyai tujuan politik? Sebaiknya ahli  sejarah  akan
dapat mengungkapkan hal ini.
 
Sudah  pada tempatnya bagi penulis sejarah hidup Muhammad akan
bertanya:   bagaimana   Muhammad   dapat   tenang   membiarkan
sahabat-sahabatnya  pergi  ke Abisinia, padahal agama penduduk
itu adalah agama Nasrani, agama ahli kitab,  Nabi  mereka  Isa
yang  diakui  kerasulannya  oleh  Islam?  Lalu ia tidak kuatir
mereka  akan  tergoda  seperti  yang  dilakukan  oleh  Quraisy
walaupun  dengan  cara  lain?  Bagaimana  pula  ia akan merasa
tenang terhadap godaan itu, mengingat Abisinia  adalah  negeri
makmur;   yang  tidak  sama  dengan  Mekah;  dan  lebih  dapat
mempengaruhi daripada  Quraisy?  Kenyataannya,  dari  kalangan
Muslimin  yang  pergi  ke  Abisinia itu sudah ada seorang yang
masuk Kristen. Kenyataan  ini  menunjukkan,  bahwa  kekuatiran
akan  adanya  godaan  ini  seharusnya selalu ada pada Muhammad
mengingat keadaannya yang masih lemah dan mereka yang  menjadi
pengikutnya  masih  menyangsikan  kemampuannya melindungi diri
mereka sendiri atau akan dapat mengalahkan musuh mereka. Besar
sekali  dugaan bahwa hal demikian memang sudah terlintas dalam
pikiran Muhammad, melihat tingkat  kecerdasannya  yang  begitu
tinggi  dengan  ketajaman  pikiran dan pandangannya yang jauh,
yang  semuanya  itu  seimbang  dengan  jiwa  besarnya,  dengan
kemurnian rohaninya, budi pekerti yang luhur serta perasaannya
yang halus sekali itu.
 
Tetapi sungguhpun begitu, dari segi ini ia  yakin  dan  tenang
sekali. Pada waktu itu - dan sampai pada waktu pembawa risalah
itu  wafat  -  inti  ajaran   Islam   masih   bersih   sekali,
kemurniannya masih belum ternodakan. Seperti ajaran Nasrani di
Najran, Hira dan Syam, begitu juga paham Nasrani  di  Abisinia
sudah  dijangkiti  oleh  noda, perselisihan antara mereka yang
menuhankan Ibu  Mariam  dengan  mereka  yang  menuhankan  Isa.
Disamping  ada  lagi yang berlainan dengan kedua golongan itu,
mereka yang masih mengambil dari  sumber  ajaran  yang  murni,
yang tidak perlu dikuatirkan.
 
Sebenarnya,   kebanyakan   agama-agama  itu  sesudah  beberapa
generasi  saja  berjalan,  sudah   dijangkiti   oleh   semacam
paganisma,  meskipun bukan dari jenis rendahan, yang waktu itu
berkembang  di   negeri-negeri   Arab;   tetapi   bagaimanapun
paganisma juga.
 
Kedatangan  Islam  merupakan  musuh berat buat paganisma dalam
segala bentuk dan coraknya. Ditambah lagi, bahwa agama Nasrani
waktu  itu sudah mengakui adanya suatu golongan klas khusus di
kalangan pemuka-pemuka agama  -  yang  oleh  Islam  samasekali
tidak  dikenal  -  yang  pada  waktu  itu  merupakan  golongan
tertinggi dan paling suci. Juga pada waktu itu - dan dasar ini
tetap  berlaku  -  Islam  merupakan agama yang menjunjung jiwa
manusia ke puncak tertinggi. Tak ada peluang yang  akan  dapat
menghubungkan manusia dengan Tuhannya selain daripada baktinya
dan perbuatan yang baik, dan orang harus  mencintai  sesamanya
seperti  mencintai  dirinya.  Tidak ada berhala-berhala, tidak
ada pendeta-pendeta,  tidak  ada  dukun-dukun  dan  tidak  ada
apapun yang akan merintangi jiwa manusia itu untuk berhubungan
dengan seluruh wujud ini dengan perbuatan  dan  kelakuan  yang
baik.  Allah  juga  yang  akan  membalas  segala perbuatan itu
dengan berlipat ganda.
 
Dan ruh! Soal ruh adalah urusan Tuhan.  Ruh  yang  berhubungan
dengan  kekekalan  dan  keabadian zaman. Segala perbuatan baik
bagi ruh ini tak ada tabir yang akan menutupinya  dari  Tuhan,
dan  tak  ada  kekuasaan apapun selain Allah. Orang-orang yang
kaya, yang kuat atau yang jahat dapat saja menyiksa jasad ini,
dapat saja memisahkannya dari segala kesenangan dan hawa nafsu
dan dapat saja menghancurkan semua itu, tetapi ruh  atau  jiwa
itu  takkan  dapat  mereka kuasai selama yang bersangkutan mau
menempatkannya lebih tinggi di atas  segala  kekuasaan  materi
dan waktu, dan tetap berhubungan dengan seluruh alam ini.
 
Manusia  itu  akan  mendapat  balasan atas segala perbuatannya
bilamana kelak setiap jiwa menerima balasan menurut  apa  yang
telah  dikerjakannya.  Ketika  itu  seorang  ayah takkan dapat
menolong anaknya, dan seorang anak takkan pula dapat  menolong
ayahnya  sedikitpun.  Ketika  itu  harta  si  kaya.  sudah tak
berguna lagi, tidak juga  si  kuat  dengan  kekuatannya,  atau
ahli-ahli  teologi  itu  dengan ilmu ketuhanannya. Tetapi yang
penting hanyalah perbuatan mereka,  yang  nanti  akan  menjadi
saksi.  Ketika  itulah  seluruh alam wujud berpadu semua dalam
kekekalan dan keabadiannya.  Tuhan  tidak  akan  memperlakukan
tidak  adil  terhadap  siapapun. "Dan balasan yang kamu terima
hanya menurut apa yang kamu perbuat."
 
Bagaimana Muhammad  akan  merasa  kuatir  akan  adanya  godaan
terhadap  mereka  yang  sudah  diajarkan semua arti ini, sudah
ditanamkan ke dalam jiwa mereka dan sudah pula akidah dan iman
itu  terpateri dalam lubuk hati mereka! Bagaimana pula ia akan
merasa  kuatir  akan  adanya  godaan,  sedang   teladan   yang
diberikannya  itu  hidup  dihadapan  mereka, dengan pribadinya
yang begitu  dicintai,  sehingga  kecintaan  mereka  kepadanya
melebihi cintanya kepada diri sendiri kepada anak keluarganya!
Pribadi, yang telah menempatkan akidah itu diatas  semua  raja
di  muka  bumi  ini,  di  langit,  dengan  matahari dan bulan,
tatkala ia mengatakan kepada pamannya: "Demi  Allah,  kalaupun
mereka  meletakkan  matahari  di tangan kananku dan meletakkan
bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku  meninggalkan
tugas  ini,  sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah
yang akan membuktikan kemenangan itu  di  tanganku,  atau  aku
binasa karenanya."
 
Pribadi  inilah,  pribadi  yang  telah  disinari  cahaya  iman
kebijaksanaan  dan   keadilan,   kebaikan,   kebenaran   serta
keindahan;  di  samping  itu  adalah  pribadi  yang penuh rasa
rendah hati, rasa kesetiaan serta keakraban dan kasih-sayang.
 
Karena  itulah,  sedikitpun  tidak  goyah  hatinya  melepaskan
sahabat-sahabatnya   berangkat  hijrah  ke  Abisinia.  Keadaan
mereka yang sudah merasa aman di dekat Najasyi, merasa  tenang
dengan  agama  mereka  di  tengah-tengah masyarakat yang tidak
punya hubungan famili atau pertalian batin itu, membuat  pihak
Quraisy  lebih  menyadari, bahwa gangguan mereka terhadap kaum
Muslimin  -  sebagai  masyarakat  dari  sesama  mereka,   dari
keluarga   mereka   dan   seketurunan   pula  -  adalah  suatu
penganiayaan, suatu perbuatan kekerasan dan demoralisasi  yang
tak  berkesudahan.  Itu  semua  adalah  suatu  tekanan  dengan
pelbagai macam siksaan kepada mereka yang  sudah  begitu  kuat
jiwanya  untuk  menerima  siksaan  demikian itu. Tetapi mereka
sekarang sudah tidak lagi mendapat  sesuatu  gangguan.  Mereka
sudah    menganggap,   bahwa   ketabahan   menghadapi   segala
penderitaan itu adalah  suatu  pendekatan  kepada  Tuhan,  dan
suatu ampunan.

Waktu   itu  'Umar  ibn'l-Khattab  adalah  pemuda  yang  gagah
perkasa, berusia antara tigapuluh dan  tigapuluh  lima  tahun.
Tubuhnya  kuat  dan  tegap,  penuh emosi dan cepat naik darah.
Kesenangannya  foya-foya  dan  minum-minuman   keras.   Tetapi
terhadap keluarga ia bijaksana dan lemah-lembut. Dari kalangan
Quraisy dialah yang paling keras memusuhi kaum Muslimin.
 
Akan tetapi sesudah ia mengetahui, bahwa mereka  sudah  hijrah
ke   Abisinia   dan   mengetahui   pula   rajanya   memberikan
perlindungan kepada mereka,  iapun  merasa  kesepian  berpisah
dengan  mereka  itu. Ia merasakan betapa pedihnya hati, betapa
pilunya perasaan mereka berpisah dengan tanah air.
 
Tatkala    itu    Muhammad     sedang     berkumpul     dengan
sahabat-sahabatnya  yang tidak ikut hijrah, dalam sebuah rumah
di Shafa. Di antara mereka ada Hamzah pamannya,  Ali  bin  Abi
Talib  sepupunya,  Abu  Bakr  b.  Abi Quhafa dan Muslimin yang
lain.  Pertemuan  mereka  ini  diketahui  'Umar.  Iapun  pergi
ketempat  mereka,  ia  mau  membunuh Muhammad. Dengan demikian
bebaslah Quraisy dan kembali mereka bersatu, setelah mengalami
perpecahan, sesudah harapan dan berhala-berhala mereka hina.
 
Di  tengah jalan ia bertemu dengan Nu'aim b. Abdullah. Setelah
mengetahui maksudnya, Nuiaim berkata:
 
"Umar, engkau  menipu  diri  sendiri.  Kaukira  keluarga  'Abd
Manaf.  akan  membiarkan  kau merajalela begini sesudah engkau
membunuh Muhammad? Tidak lebih baik kau pulang saja  ke  rumah
dan perbaiki keluargamu sendiri?!"
 
Pada  waktu  itu  Fatimah,  saudaranya,  beserta Sa'id b. Zaid
suami Fatimah sudah masuk Islam. Tetapi setelah mengetahui hal
ini  dari Nu'aim, Umar cepat-cepat pulang dan langsung menemui
mereka. Di tempat itu ia mendengar ada orang  membaca  Qur'an.
Setelah  mereka  merasa ada orang yang sedang mendekati, orang
yang membaca itu sembunyi dan Fatimah menyembunyikan kitabnya.
 
"Aku mendengar suara bisik-bisik apa itu?!" tanya Umar.
 
Karena mereka tidak mengakui, Umar membentak lagi dengan suara
lantang: "Aku sudah mengetahui, kamu menjadi pengikut Muhammad
dan  menganut  agamanya!"  katanya  sambil  menghantam   Sa'id
keras-keras.   Fatimah,   yang   berusaha   hendak  melindungi
suaminya, juga mendapat pukulan keras. Kedua suami isteri  itu
jadi panas hati.
 
"Ya,  kami  sudah  Islam!  Sekarang  lakukan  apa  saja," kata
meteka.
 
Tetapi Umar jadi gelisah sendiri setelah melihat darah di muka
saudaranya  itu.  Ketika  itu  juga lalu timbul rasa iba dalam
hatinya. Ia  menyesal.  Dimintanya  kepada  saudaranya  supaya
kitab  yang  mereka  baca  itu  diberikan  kepadanya.  Setelah
dibacanya, wajahnya  tiba-tiba  berubah.  Ia  merasa  menyesal
sekali  atas  perbuatannya  itu.  Menggetar rasanya ia setelah
membaca isi kitab itu. Ada sesuatu yang  luarbiasa  dan  agung
dirasakan,  ada  suatu seruan yang begitu luhur. Sikapnya jadi
lebih bijaksana.
 
Ia keluar membawa hati yang  sudah  lembut  dengan  jiwa  yang
tenang  sekali.  Ia  langsung  menuju  ke  tempat Muhammad dan
sahabat-sahabatnya itu sedang berkumpul  di  Shafa.  Ia  minta
ijin  akan  masuk, lalu menyatakan dirinya masuk Islam. Dengan
adanya Umar dan Hamzah dalam Islam, maka kaum  Muslimin  telah
mendapat benteng dan perisai yang lebih kuat.
 
Dengan  Islamnya Umar ini kedudukan Quraisy jadi lemah sekali.
Sekali  lagi  mereka  mengadakan  pertemuan  guna   menentukan
langkah   lebih   lanjut.   Sebenarnya   peristiwa  ini  telah
memperkuat kedudukan kaum  Muslimin,  telah  memberikan  unsur
baru berupa kekuatan yang luarbiasa yang menyebabkan kedudukan
Quraisy terhadap kaum Muslimin dan kedudukan  mereka  terhadap
Quraisy  sudah  tidak  seperti  dulu lagi. Keadaan kedua belah
pihak ini kemudian diteruskan oleh suatu perkembangan  politik
baru,     penuh     dengan     peristiwa-peristiwa,     dengan
pengorbanan-pengorbanan  dan  kekerasan-kekerasan  baru  lagi,
yang   sampai  menyebabkan  terjadinya  hijrah  dan  munculnya
Muhammad sebagai politikus di samping Muhammad sebagai Rasul.
 
Catatan kaki
 
 1 Pada umumnya kata 'namus besar' (an-namus'l-akbar)
   oleh beberapa penulis yang datang kemudian diberi
   anotasi, bahwa kata namus berarti 'Jibnl.' Mungkin ini
   didasarkan kepada (N) dan (LA) yang juga mengartikan
   demikian. Mengenai kata-kata ini Dr. Haekal tidak
   memberikan catatan. Demikian juga Ibn Ishaq dan ibn
   Hisyam. Salah seorang Orientalis - Montgomery Watt
   misalnya - memberikan catatan bahwa kata namus
   biasanya diambil dan bahasa Yunani nomos, dan ini
   berarti undang-undang atau kitab suci yang diwahyukan,
   (Muhammad at Mecca, p. 51). Sebaliknya pemakaian kata
   namus bukan istilah Qur'an, sebab Qur'an menggunakan
   kata Taurat apabila yang dimaksud dengan namus itu
   undang-undang Nabi Musa (A).
 2 ash-Shafa ialah sebuah bukit dekat Mekah (A).
 3 Semacam gedung pertemuan (A).
 4 Menurut kepercayaan mereka penyakit yang disebabkan
   oleh gangguan jin, aslinya ra'i (A).
 5 Dalam literatur Barat umumnya disebut Negus (A)
 6 Peristiwa ini terjadi dalam tahun 615 Masehi (tahun
   kelima sesudah kerasulan) (A).
http://media.isnet.org/islam/Haekal/Muhammad/Rasul4.html
 

Thinkmii Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez