Pertama, Rasulullah SAW sangat selektif dalam memilih makanan yang halalan dan toyyiban. Rasulullah SAW hanya
makan makanan yang halal, dalam arti bukan makanan haram yang diperoleh dari usaha atau cara yang tidak
dibenarkan secara syariat. Dengan kata lain, Rasulullah SAW selalu makan makanan yang diperoleh dengan cara yang
benar. Bukan makanan dari hasil curian, bukan berasal dari uang korupsi, dan sebagainya. Halal terkait dengan urusan
akhirat. Sementara tayyib terkait dengan urusan duniawi, seperti baik tidaknya untuk kesehatan kita, atau bergizi atau
tidaknya makanan yang kita makan. Sate kambing, sebagai contoh, memang merupakan makanan yang halal, karena
diperoleh dari membeli dengan menggunakan uang dari jerih payah dalam bekerja, bukan uang korupsi dan atau bukan
berasal dari hasil mencuri. Namun sate kambing bukan makanan yang tayyib bagi seseorang yang mungkin mengalami
tekanan darah tinggi.
Kedua, Rasulullah SAW tidak makan sebelum lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang.
Dalam hal ini, Rasulullah
SAW tidak makan sampai terlalu kenyang. Tidak makan sampai di luar batas kemampuan perutnya. Rasulullah
mempertimbangkan kemampuan perut dengan perbandingan yang seimbang antara sepertiga untuk makanan,
sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya lagi untuk udara (oksigen) di dalam perut. Perbadingan ideal tersebut hanya
dapat dilakukan jika beliau tidak makan sebelum lapar, segera berhenti makan sebelum kenyang. Dengan kata lain,
makan yang baik adalah pada waktunya. Penyakit maag pada umumnya terjadi karena cara makan yang tidak teratur.
Ketiga, Rasulullah SAW makan dengan tenang, tumakninah, tidak tergesa-gesa, dengan tempo yang sedang. Cara
makan yang dilakukan Rasulullah SAW ternyata sangat sesuai dengan anjuran kesehatan, agar kita mengunyah
makanan sampai sekitar 32 kali, sehingga makanan yang kita makan sampai di usus besar dapat dicernakkan dengan
mudah, dan kemudian diserap di usus halus dengan mudah pula. Tugas usus akan sangat terbantu oleh cara makan
yang tenang, tumakninah, tidak tergesa-gesa, dan dengan tempo yang sedang. Kita akan menikmati lezatnya makanan
yang kita makan dengan cara makan yang demikian. Dan dengan demikian, rasa syukur akan muncul ketika kita makan,
di samping memulai makan dengan basmallah dan mengakhirinya dengan hamdallah.
Keempat, Rasulullah SAW cepat tidur dan cepat bangun. Jika sudah waktunya tidur, maka Rasulullah SAW akan cepat
tidur. Tidur yang tepat di malam hari kira-kira adalah seusai istirahat setelah shalat Isya, kurang lebih pukul 21.30.
Kemudian kira-kira pukul 03.00 sudah bangun di pertiga malam untuk shalat malam. Dengan demikian waktu yang
digunakan untuk tidur adalah kurang dari delapan jam. Dalam konteks ini, penggunaan waktu 24 jam dalam satu hari
satu malam, adalah sepertiga untuk bekerja, sepertiga untuk beribadah kepada Allah, dan sepertiga lagi adalah untuk
tidur yang cukup. Tentu saja, perbandingan ini tidaklah kaku, melainkan dalam pengertian dalam keseimbangan.
Dalam hal urusan tidur, beliau tidak tidur melebih kebutuhan, namun tidak juga menahan diri tidak menahan diri untuk
tidur sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal kebutuhan tidur yang melebih kebutuhan ini pernah diadakan penelitian oleh
Daniel F. Kripke, seorang ahli psikiatri Universitas California, Amerika Serikat. Penelitiannya yang dilakukan di Jepang
dan Amerika Serikat selama 6 tahun dengan responden berusia 30 – 120 tahun, dapat diambil kesimpulan bahwa orang
yang memiliki kebiasaan tidur lebih dari 8 jam sehari memiliki resiki kematian yang lebih cepat. Hal ini sangat
berlawanan dengan mereka yang memiliki kebiasaan tidur kurang dari delaman jam, 6 – 7 jam, maksimal 8 jam.
Menurut riwayat, cara tidur Rasulullah adalah miring ke kanan, menghadap kiblat. Jika sudah penat dengan cara ini,
kemudian beliau miring ke kiri barang sejenak dan kemudian miring ke kanan kembali.
Kelima, Rasulullah SAW selalu istiqamah melaksanakan puasa sunah, di luar puasa wajib Ramadhan. Dari segi
kesehatan, puasa merupakan satu bentuk pemberian istirahat bagi sistem pencernakan makanan kita. Ibarat mesin,
sistem pencernakan kita memerlukan masa overhaul atau turun mesin untuk merevitalisasi kemampuan mesin.
Demikian juga dengan sistem pencernakan kita, juga memerlukan turun mesin agar dapat mempunyai tenaga kembali
untuk melakukan tugasnya dalam mencernakkan makanan dalam tubuh kita.
Refleksi
Masih banyak kebiasaan hidup sehat cara Rasulullah SAW yang harus kita teladani. Lima kiat hidup sehat ini tentu
menjadi kebiasaan utama Rasulullah. Dalam buku bertajuk Jejak- Sejarah Kedokteran Islam, oleh Dr. Ja’far Kadhem
Yamani, telah mengungkapkan lebih dari 25 pola hidup sehat Rasulullah SAW, yang sebagian besar adalah bersifat
pencegahan (preventif). Mencegah memang lebih baik dari mengobati. Meski lima kiat hidup sehat cara Rasulullah SAW
ini memang menjadi fondasinya, sudah barang tentu sebagai umat Muhammad sangat dianjurkan untuk dapat
mempelajari 25 pola hidup sehat Rasulullah SAW tersebut. Insyaallah.
Sumber : http://www.suparlan.com /