Contohnya lagi di kalangan para nabi seperti Isa tatkala ia berkata: "Kalaupun mereka Engkau siksa, mereka itu semua hambaMu; dan kalau Engkau ampuni, Engkau Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 5: 118) Sedang Umar, dalam malaikat contohnya seperti Jibril, diturunkan membawa kemurkaan dari Tuhan dan bencana terhadap musuh-musuhNya. Di lingkungan para nabi ia seperti Nuh tatkala berkata: "Tuhan, jangan biarkan orang-orang yang ingkar itu punya tempat-tinggal di muka bumi ini." (Qur'an, 71: 26) Atau seperti Musa bila ia berkata: "O Tuhan! Binasakanlah harta-benda mereka itu, dan tutuplah hati mereka. Mereka takkan percaya sebelum siksa yang pedih mereka rasakan." (Qur'an, 10: 88) Kemudian katanya: "Kamu semua mempunyai tanggungan. Jangan ada yang lolos mereka itu, harus dengan ditebus atau dipenggal lehernya." Lalu mereka berunding lagi dengan sesamanya. Di antara mereka itu ada seorang penyair, yaitu Abu 'Azza 'Amr b. Abdullah b. 'Umair al-Jumahi. Melihat adanya pertentangan pendapat itu cepat-cepat ia mau menyelamatkan diri. "Muhammad," katanya, "Saya punya lima anak perempuan dan mereka tidak punya apa-apa. Maka sedekahkan sajalah aku ini kepada mereka. Aku berjanji dan memberikan jaminan, bahwa aku tidak akan memerangi kau lagi, juga sama sekali aku tidak akan memaki-maki kau lagi." Orang ini mendapat jaminan Nabi dan dibebaskan tanpa membayar uang tebusan. Hanya dialah satu-satunya tawanan yang berhasil mendapat jaminan demikian. Tetapi kemudian ia memungkiri janjinya, dan kembali ia setahun kemudian ikut berperang di Uhud. Ia kena tawan lagi lalu terbunuh. Pihak Muslimin, sesudah lama berunding akhirnya memutuskan, bahwa mereka dapat mengabulkan cara penebusan itu. Dengan dikabulkannya itu ayat ini turun. "Tidak sepatutnya seorang nabi itu akan mempunyai tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki harta-benda dunia, sedang Allah menghendaki akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 8: 67) Menanggapi masalah tawanan-tawanan Badr ini serta terbunuhnya Nadzr dan 'Uqba ada beberapa orang Orientalis yang masih bertanya-tanya: bukankah dengan demikian ini sudah membuktikan bahwa agama baru ini sangat haus darah? Kalau tidak tentu kedua orang itu tidak akan dibunuh. Bukankah sesudah mendapat kemenangan dalam pertempuran akan lebih terhormat bagi kaum Muslimin jika mengembalikan saja para tawanan itu, dan mereka sudah cukup memperoleh rampasan perang? Maksudnya dengan pertanyaan ini ialah hendak membangkitkan rasa simpati dalam hati orang yang selama itu belum menjadi masalah, supaya seribu tahun kemudian sesudah perang Badr dan peperangan-peperangan yang terjadi berikutnya akan dijadikan alat untuk mendiskreditkan agama ini serta pembawany a Tetapi ternyata pertanyaan semacam ini kemudian jadi gugur sendiri apabila terbunuhnya Nadzr dan 'Uqba ini kita bandingkan dengan apa yang terjadi dewasa ini dan akan selalu terjadi, selama perabadan Barat, yang memakai jubah Kristen itu masih tetap menguasai dunia. Terhadap apa yang telah terjadi di negara-negara yang dikuasai oleh penjajah secara paksa atas nama hendak memadamkan pemberontakan itu, dapatkah peristiwa di atas tadi - sedikit saja - dijadikan perbandingan? Dapatkah hal itu - sedikit saja - kita bandingkan dengan penyembelihan yang terjadi dalam Perang Dunia? Selanjutnya, dapatkah peristiwa itu kita bandingkan pula - sedikit saja - dengan apa yang telah terjadi selama Revolusi Perancis, dalam pelbagai revolusi yang pernah terjadi dan akan selalu terjadi pada bangsa-bangsa Eropa lainnya? Memang sudah tak dapat disangkal bahwa apa yang dialami Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu adalah suatu revolusi yang dahsyat dan Muhammad yang diutus Tuhan, berhadapan dengan paganisma dan orang-orang musyrik sebagai penyembahnya. Suatu revolusi, yang pada mulanya berkecamuk di Mekah, dan yang oleh karenanya, berbagai macam siksaan dan penderitaan dialami oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya selama tigabelas tahun terus-menerus. Kemudian kaum Muslimin pindah ke Medinah. Di tempat ini mereka nengumpulkan tenaga dan kekuatan. Sementara itu benih-benih revolusi masih terus tumbuh dalam hati mereka, juga dalam hati semua orang Quraisy. Pindahnya Muslimin ke Medinah, perjanjian mereka dengan orang-orang Yahudi setempat, terjadinya benterokan-benterokan sebelum peristiwa Badr, lalu Perang Badr itu sendiri - semua itu adalah suatu siasat revolusi, bukan prinsip. Kebijaksanaan yang telah ditentukan oleh pemimpin revolusi dan sahabat-sahabatnya itu akan disusul pula oleh adanya ketentuan prinsip-prinsip yang luhur, yang telah dibawa oleh Rasul. Jadi, siasat revolusi itu lain dan prinsip-prinsip revolusi lain lagi. Juga kondisi yang terjadi berikutnya kadang sama sekali berbeda dari tujuan pokok kondisi itu. Dalam hal Islam telah menjadikan rasa persaudaraan sebagai dasar peradaban Islam, maka untuk mencapai sukses jalan itu harus ditempuh, sekalipun untuk itu harus berlaku suatu kekerasan kalau memang sudah tak dapat dihindarkan lagi. Tindakan kaum Muslimin terhadap tawanan-tawanan perang Badr adalah suatu teladan yang baik dan penuh kasih-sayang, dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam beberapa revolusi yang oleh pencetusnya diagungkan dengan arti keadilan dan kasih-sayang. Dan inipun merupakan satu bagian saja di samping penyembelihan-penyembelihan yang banyak terjadi atas nama Kristus, seperti penyembelihan Saint Bartholomew (Saint Barthelemy), suatu peristiwa penyembelihan yang dapat dianggap sebagai suatu aib besar dalam sejarah Kristen, yang dalam sejarah Islam contoh semacam itu samasekali tidak pernah ada. Penyembelihan ini diatur pada waktu malam. Orang-orang Katolik di Paris membantai orang-orang Protestan dengan jalan tipu-muslihat dan penghkianatan, suatu gambaran tipu-muslihat dan penghianatan yang sungguh rendah dan kotor. Jadi kalau dua orang saja dari lima puluh tawanan Badr itu yang dibunuh oleh Muslimin, karena mereka selama tiga belas tahun memang begitu kejam terhadap kaum Muslimin, yang sampai menderita pelbagai macam siksaan selama di Mekah, itupun karena adanya sikap kasihan yang berlebih-lebihan dan dianggap sebagai suatu keuntungan yang terlalu pagi seperti disebutkan dalam ayat: "Tidak sepatutnya seorang nabi itu akan mempunyai tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki kekayaan duniawi, sedang Allah menghendaki akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 8: 67) Sementara orang-orang Islam sedang bersukaria karena dengan anugerah Tuhan mereka mendapat kemenangan berikut harta rampasan, Haisuman b. Abdullah al-Khuza'i secara tergesa-gesa sekali berangkat pula menuju Mekah. Dia menjadi orang yamg pertama masuk di Mekah dan memberitahukan penduduk mengenai hancurnya pasukan Quraisy serta bencana yang telah menimpa pembesar-pembesar, pemimpin-pemimpin dan bangsawan-bangsawan mereka. Pada mulanya Mekah terkejut sekali, dan tidak mempercayai berita itu. Betapa takkan terkejut mendengar berita kehancuran itu serta terbunuhnya pemimpin-pemimpin dan bangsawan-bangsawan mereka! Tetapi tampaknya Haisuman memang tidak mengigau, diyakinkannya sekali apa yang dikatakannya. Dari pihak Quraisy dia sendiri memang yang merasa paling terpukul dengan bencana itu. Setelah ternyata berita kejadian tersebut memang benar, seolah-olah mereka tersungkur jatuh pingsan. Abu Lahab jatuh demam, dan tujuh hari kemudian iapun meninggal. Sekarang orang-orang mengadakan perundingan, apa yang harus mereka lakukan. Kemudian dicapai kata sepakat untuk tidak menyatakan duka-cita atas kematian mereka, sebab apabila nanti ini terdengar oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya, mereka akan diejek. Juga tidak akan mengrim orang untuk menebus para tawanan itu, supaya jangan sampai Muhammad dan sahabat-sahabatnya nanti memperketat mereka dan meminta tebusan yang terlampau tinggi. Haripun berjalan juga. Orang-orang Quraisy sedang menahan hati mengalami cobaan itu sambil menunggu kesempatan sampai dapat tawanan-tawanan mereka itu nanti tertebus. Hari itu yang datang adalah Mikraz b. Hafz, hendak menebus Suhail b. 'Amr. Rupanya Umar bin'l-Khattab keberatan kalau orang itu bebas tanpa mendapat sesuatu gangguan. Maka lalu ia berkata: "Rasulullah. Ijinkan saya mencabut dua gigi seri Suhail b. 'Amr ini, supaya lidahnya menjulur keluar dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana." Tapi ini dijawab oleh Nabi dengan suatu jawaban yang sungguh agung: "Aku tidak akan memperlakukannya secara kasar, supaya Tuhan tidak memperlakukan aku demikian, sekalipun aku seorang nabi." Zainab puteri Nabi juga lalu mengirimkan tebusan hendak membebaskan suaminya, Abu'l-'Ash b. Rabi'. Diantara yang dipakai penebus itu ialah sebentuk kalung pemberian Khadijah ketika dulu ia akan dikawinkan dengan Abu'l-'Ash. Melihat kalung itu, Nabi merasa sangat terharu sekali "Kalau tuan-tuan hendak melepaskan seorang tawanan dan mengembalikan barang tebusannya kepada sipemilik, silakan saja," kata Nabi. Kemudian ia mendapat kata sepakat dengan Abu'l-'Ash untuk menceraikan Zainab, yang menurut hukum Islam mereka sudah bercerai. Dalam pada itu Muhammad mengutus Zaid b. Haritha dan seorang sahabat lagi guna menjemput Zainab dan membawanya ke Medinah. Akan tetapi sesudah sekian lama Abu'l-'Ash dibebaskan sebagai tawanan, ia berangkat ke Syam membawa barang dagangan Quraisy. Sesampainya di dekat Medinah, ia bertemu dengan satuan Muslimin. Barang-barang bawaannya mereka ambil. Ia meneruskan perjalanan dalam gelap malam itu hingga ke tempat Zainab. Ia minta perlindungan dari Zainab dan Zainabpun melindunginya pula. Ketika itu barang-barang dagangannya dikembalikan oleh Muslimin kepadanya dan dengan aman ia kembali ke Mekah. Setelah barang-barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing dari kalangan Quraisy, ia berkata: "Masyarakat Quraisy! masih adakah dari kamu yang belum mengambil barangnya?" "Tidak ada," jawab mereka. "Mudah-mudahan Tuhan membalas kebaikanmu. Engkau ternyata orang yang jujur dan murah hati." "Saya naik saksi," katanya lagi kemudian, "bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Sebenarnya saya dapat saja masuk Islam di kotanya itu, tapi saya kuatir tuan-tuan akan menduga, bahwa saya hanya ingin makan harta tuan-tuan ini. Setelah semua ini saya kembalikan kepada tuan-tuan dan tugas saya selesai, maka sekarang saya masuk Islam." Kemudian ia kembali ke Medinah. Zainab juga oleh Nabi dikembalikan lagi kepadanya. Dalam pada itu pihak Quraisy terus saja menebus tawanannya. Nilai tebusan waktu itu berkisar antara seribu sampai empat ribu dirham untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa dengan kemurahan hati Muhammad membebaskannya. Rasanya tidak ringan nasib yang menimpa Quraisy itu, juga mereka tidak mau menghentikan permusuhan dengan Muhammad atau melupakan kekalahan yang mereka alami. Bahkan sesudah itu kemudian wanita-wanita Quraisy itu ramai-ramai selama sebulan penuh menangisi mayat mereka. Rambut kepala mereka sendiri mereka gunting. Kendaraan atau kuda orang yang sudah mati itu dibawa, lalu mereka menangis mengelilinginya. Dalam hal ini tak ada yang ketinggalan, kecuali Hindun bt. 'Utba, isteri Abu Sufyan. Ketika pada suatu hari ia didatangi oleh wanita-wanita dengan mengatakan: "Kau tidak menangisi ayahmu, saudaramu, pamanmu dan keluargamu?" Ia menjawab: "Aku menangisi mereka? Supaya kalau nanti didengar oleh Muhammad dan teman-temannya mereka menyoraki kita? Dan wanita-wanita Khazraj juga akan menyoraki kita? Tidak! Aku mesti menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram kita memakai minyak sebelum dapat kita memerangi Muhammad. Sungguh, kalau aku dapat mengetahui, bahwa kesedihan itu bisa hilang dari hatiku, tentu aku menangis. Tetapi ini baru akan hilang kalau mangsaku yang membunuh orang-orang yang kucintai itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!" Memang, ia tidak lagi memakai minyak atau mendekati tempat-tidur Abu Sufyan. Ia terus mengerahkan orang sampai pada waktu pecah perang Uhud. Sedang Abu Sufyan, sesudah peristiwa Badr, ia bernazar tidak akan bersuci kepala dengan air sebelum ia memerangi Muhammad. Catatan kaki: 1 Pada umumnya istilah ghazwa dan sarinya, dibedakan dengan pengertian, bahwa ghazwa (jamak ghazawat), pasukan yang bergerak bersama-sama dengan Nabi, sedang sariya (jamak saraya) pasukan yang bergerak tanpa Nabi ikut serta. Kata ghazwa pada umumnya diterjemahkan dengan perang. Dalam terjemahan ini dipergunakan tiga pengertian: perang ekspedisi dan razzia atau pembersihan. Buku yang lebih khusus membicarakan strategi perang antara lain: Mayor Muh. Abd'l-Fattah Ibrahim, Muhammad al-Qa'id, Cairo 1945/1964; Muhammad Hamidullah, The Battlefields of the Prophet Muhammad, Working, England, 1952, 1953; Jenderal Mahmud Syait Khattab Ar-Rasul'l-Qa'id, Cairo, 1964. Badr adalah sebuah desa di barat daya Medinah, sebuah pangkalan air terkenal yang terletak antara Medinah dan Mekah, tak seberapa jauh dari pantai Laut Merah (A). 2 Al-Haura, sebuah distrik di sebelah Mesir pada akhir perbatasan dengan Hijaz di Laut Merah, yang merupakan pelabuhan kapal-kapal Mesir ke Medinah. Cf. Jenderal Mahmud Syeit Khattab, ar-Rasul'l-Qa'id, hal. 90 (A). 3 Julukan Umayya b. Khalaf (A). 4 Ihda't-ta'ifatain, harfiah, salah satu dari dua kelompok. Dua kelompok ialah kafilah Quraisy yang datang dari Suria membawa harta dagangan yang besar, terdiri dari 40 orang tak bersenjata di bawah pimpinan Abu Sufyan. 2) Angkatan bersenjata Quraisy terdiri dan 1000 orang dengan perenjataan lengkap datang dan Mekah di bawah pimpinan Abu Jahl. (A). 5 'Udwa 'tepi wadi' (LA). Al-'udwat'l-qashwa 'tepi wadi yang lebih dekat ke arah Mekah' sebaliknya daripada 'al-'udwat'd-dunya' 'tepi wadi yang lebih dekat ke arah Medinah' (L4) (A) 6 Qur'an, 8: 7. (Lihat juga catatan bahwa halaman 268) (A). 7 Aslinya "Ya Nabiullah" (A). 8 Maksudnya 'Amr bin'l-Hadzami yang tewas dalam bentrokan dengan satuan Abdullah b. Jahsy (A). 9 "Demi Allah" (A). 10 Suatu pernyataan Tauhid (A). 11 Manaha harfiah berarti 'tempat wanita-wanita menangisi mayat' (LA). (A). --------------------------------------------- S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
Minggu, 04 Maret 2012
Sejarah Hidup Muhammad (27)
Minggu, 04 Maret 2012
Sejarah Hidup Muhammad (27)
Contohnya lagi di kalangan para nabi seperti Isa tatkala ia berkata: "Kalaupun mereka Engkau siksa, mereka itu semua hambaMu; dan kalau Engkau ampuni, Engkau Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 5: 118) Sedang Umar, dalam malaikat contohnya seperti Jibril, diturunkan membawa kemurkaan dari Tuhan dan bencana terhadap musuh-musuhNya. Di lingkungan para nabi ia seperti Nuh tatkala berkata: "Tuhan, jangan biarkan orang-orang yang ingkar itu punya tempat-tinggal di muka bumi ini." (Qur'an, 71: 26) Atau seperti Musa bila ia berkata: "O Tuhan! Binasakanlah harta-benda mereka itu, dan tutuplah hati mereka. Mereka takkan percaya sebelum siksa yang pedih mereka rasakan." (Qur'an, 10: 88) Kemudian katanya: "Kamu semua mempunyai tanggungan. Jangan ada yang lolos mereka itu, harus dengan ditebus atau dipenggal lehernya." Lalu mereka berunding lagi dengan sesamanya. Di antara mereka itu ada seorang penyair, yaitu Abu 'Azza 'Amr b. Abdullah b. 'Umair al-Jumahi. Melihat adanya pertentangan pendapat itu cepat-cepat ia mau menyelamatkan diri. "Muhammad," katanya, "Saya punya lima anak perempuan dan mereka tidak punya apa-apa. Maka sedekahkan sajalah aku ini kepada mereka. Aku berjanji dan memberikan jaminan, bahwa aku tidak akan memerangi kau lagi, juga sama sekali aku tidak akan memaki-maki kau lagi." Orang ini mendapat jaminan Nabi dan dibebaskan tanpa membayar uang tebusan. Hanya dialah satu-satunya tawanan yang berhasil mendapat jaminan demikian. Tetapi kemudian ia memungkiri janjinya, dan kembali ia setahun kemudian ikut berperang di Uhud. Ia kena tawan lagi lalu terbunuh. Pihak Muslimin, sesudah lama berunding akhirnya memutuskan, bahwa mereka dapat mengabulkan cara penebusan itu. Dengan dikabulkannya itu ayat ini turun. "Tidak sepatutnya seorang nabi itu akan mempunyai tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki harta-benda dunia, sedang Allah menghendaki akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 8: 67) Menanggapi masalah tawanan-tawanan Badr ini serta terbunuhnya Nadzr dan 'Uqba ada beberapa orang Orientalis yang masih bertanya-tanya: bukankah dengan demikian ini sudah membuktikan bahwa agama baru ini sangat haus darah? Kalau tidak tentu kedua orang itu tidak akan dibunuh. Bukankah sesudah mendapat kemenangan dalam pertempuran akan lebih terhormat bagi kaum Muslimin jika mengembalikan saja para tawanan itu, dan mereka sudah cukup memperoleh rampasan perang? Maksudnya dengan pertanyaan ini ialah hendak membangkitkan rasa simpati dalam hati orang yang selama itu belum menjadi masalah, supaya seribu tahun kemudian sesudah perang Badr dan peperangan-peperangan yang terjadi berikutnya akan dijadikan alat untuk mendiskreditkan agama ini serta pembawany a Tetapi ternyata pertanyaan semacam ini kemudian jadi gugur sendiri apabila terbunuhnya Nadzr dan 'Uqba ini kita bandingkan dengan apa yang terjadi dewasa ini dan akan selalu terjadi, selama perabadan Barat, yang memakai jubah Kristen itu masih tetap menguasai dunia. Terhadap apa yang telah terjadi di negara-negara yang dikuasai oleh penjajah secara paksa atas nama hendak memadamkan pemberontakan itu, dapatkah peristiwa di atas tadi - sedikit saja - dijadikan perbandingan? Dapatkah hal itu - sedikit saja - kita bandingkan dengan penyembelihan yang terjadi dalam Perang Dunia? Selanjutnya, dapatkah peristiwa itu kita bandingkan pula - sedikit saja - dengan apa yang telah terjadi selama Revolusi Perancis, dalam pelbagai revolusi yang pernah terjadi dan akan selalu terjadi pada bangsa-bangsa Eropa lainnya? Memang sudah tak dapat disangkal bahwa apa yang dialami Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu adalah suatu revolusi yang dahsyat dan Muhammad yang diutus Tuhan, berhadapan dengan paganisma dan orang-orang musyrik sebagai penyembahnya. Suatu revolusi, yang pada mulanya berkecamuk di Mekah, dan yang oleh karenanya, berbagai macam siksaan dan penderitaan dialami oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya selama tigabelas tahun terus-menerus. Kemudian kaum Muslimin pindah ke Medinah. Di tempat ini mereka nengumpulkan tenaga dan kekuatan. Sementara itu benih-benih revolusi masih terus tumbuh dalam hati mereka, juga dalam hati semua orang Quraisy. Pindahnya Muslimin ke Medinah, perjanjian mereka dengan orang-orang Yahudi setempat, terjadinya benterokan-benterokan sebelum peristiwa Badr, lalu Perang Badr itu sendiri - semua itu adalah suatu siasat revolusi, bukan prinsip. Kebijaksanaan yang telah ditentukan oleh pemimpin revolusi dan sahabat-sahabatnya itu akan disusul pula oleh adanya ketentuan prinsip-prinsip yang luhur, yang telah dibawa oleh Rasul. Jadi, siasat revolusi itu lain dan prinsip-prinsip revolusi lain lagi. Juga kondisi yang terjadi berikutnya kadang sama sekali berbeda dari tujuan pokok kondisi itu. Dalam hal Islam telah menjadikan rasa persaudaraan sebagai dasar peradaban Islam, maka untuk mencapai sukses jalan itu harus ditempuh, sekalipun untuk itu harus berlaku suatu kekerasan kalau memang sudah tak dapat dihindarkan lagi. Tindakan kaum Muslimin terhadap tawanan-tawanan perang Badr adalah suatu teladan yang baik dan penuh kasih-sayang, dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam beberapa revolusi yang oleh pencetusnya diagungkan dengan arti keadilan dan kasih-sayang. Dan inipun merupakan satu bagian saja di samping penyembelihan-penyembelihan yang banyak terjadi atas nama Kristus, seperti penyembelihan Saint Bartholomew (Saint Barthelemy), suatu peristiwa penyembelihan yang dapat dianggap sebagai suatu aib besar dalam sejarah Kristen, yang dalam sejarah Islam contoh semacam itu samasekali tidak pernah ada. Penyembelihan ini diatur pada waktu malam. Orang-orang Katolik di Paris membantai orang-orang Protestan dengan jalan tipu-muslihat dan penghkianatan, suatu gambaran tipu-muslihat dan penghianatan yang sungguh rendah dan kotor. Jadi kalau dua orang saja dari lima puluh tawanan Badr itu yang dibunuh oleh Muslimin, karena mereka selama tiga belas tahun memang begitu kejam terhadap kaum Muslimin, yang sampai menderita pelbagai macam siksaan selama di Mekah, itupun karena adanya sikap kasihan yang berlebih-lebihan dan dianggap sebagai suatu keuntungan yang terlalu pagi seperti disebutkan dalam ayat: "Tidak sepatutnya seorang nabi itu akan mempunyai tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia. Kamu menghendaki kekayaan duniawi, sedang Allah menghendaki akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 8: 67) Sementara orang-orang Islam sedang bersukaria karena dengan anugerah Tuhan mereka mendapat kemenangan berikut harta rampasan, Haisuman b. Abdullah al-Khuza'i secara tergesa-gesa sekali berangkat pula menuju Mekah. Dia menjadi orang yamg pertama masuk di Mekah dan memberitahukan penduduk mengenai hancurnya pasukan Quraisy serta bencana yang telah menimpa pembesar-pembesar, pemimpin-pemimpin dan bangsawan-bangsawan mereka. Pada mulanya Mekah terkejut sekali, dan tidak mempercayai berita itu. Betapa takkan terkejut mendengar berita kehancuran itu serta terbunuhnya pemimpin-pemimpin dan bangsawan-bangsawan mereka! Tetapi tampaknya Haisuman memang tidak mengigau, diyakinkannya sekali apa yang dikatakannya. Dari pihak Quraisy dia sendiri memang yang merasa paling terpukul dengan bencana itu. Setelah ternyata berita kejadian tersebut memang benar, seolah-olah mereka tersungkur jatuh pingsan. Abu Lahab jatuh demam, dan tujuh hari kemudian iapun meninggal. Sekarang orang-orang mengadakan perundingan, apa yang harus mereka lakukan. Kemudian dicapai kata sepakat untuk tidak menyatakan duka-cita atas kematian mereka, sebab apabila nanti ini terdengar oleh Muhammad dan sahabat-sahabatnya, mereka akan diejek. Juga tidak akan mengrim orang untuk menebus para tawanan itu, supaya jangan sampai Muhammad dan sahabat-sahabatnya nanti memperketat mereka dan meminta tebusan yang terlampau tinggi. Haripun berjalan juga. Orang-orang Quraisy sedang menahan hati mengalami cobaan itu sambil menunggu kesempatan sampai dapat tawanan-tawanan mereka itu nanti tertebus. Hari itu yang datang adalah Mikraz b. Hafz, hendak menebus Suhail b. 'Amr. Rupanya Umar bin'l-Khattab keberatan kalau orang itu bebas tanpa mendapat sesuatu gangguan. Maka lalu ia berkata: "Rasulullah. Ijinkan saya mencabut dua gigi seri Suhail b. 'Amr ini, supaya lidahnya menjulur keluar dan tidak lagi berpidato mencercamu di mana-mana." Tapi ini dijawab oleh Nabi dengan suatu jawaban yang sungguh agung: "Aku tidak akan memperlakukannya secara kasar, supaya Tuhan tidak memperlakukan aku demikian, sekalipun aku seorang nabi." Zainab puteri Nabi juga lalu mengirimkan tebusan hendak membebaskan suaminya, Abu'l-'Ash b. Rabi'. Diantara yang dipakai penebus itu ialah sebentuk kalung pemberian Khadijah ketika dulu ia akan dikawinkan dengan Abu'l-'Ash. Melihat kalung itu, Nabi merasa sangat terharu sekali "Kalau tuan-tuan hendak melepaskan seorang tawanan dan mengembalikan barang tebusannya kepada sipemilik, silakan saja," kata Nabi. Kemudian ia mendapat kata sepakat dengan Abu'l-'Ash untuk menceraikan Zainab, yang menurut hukum Islam mereka sudah bercerai. Dalam pada itu Muhammad mengutus Zaid b. Haritha dan seorang sahabat lagi guna menjemput Zainab dan membawanya ke Medinah. Akan tetapi sesudah sekian lama Abu'l-'Ash dibebaskan sebagai tawanan, ia berangkat ke Syam membawa barang dagangan Quraisy. Sesampainya di dekat Medinah, ia bertemu dengan satuan Muslimin. Barang-barang bawaannya mereka ambil. Ia meneruskan perjalanan dalam gelap malam itu hingga ke tempat Zainab. Ia minta perlindungan dari Zainab dan Zainabpun melindunginya pula. Ketika itu barang-barang dagangannya dikembalikan oleh Muslimin kepadanya dan dengan aman ia kembali ke Mekah. Setelah barang-barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya masing-masing dari kalangan Quraisy, ia berkata: "Masyarakat Quraisy! masih adakah dari kamu yang belum mengambil barangnya?" "Tidak ada," jawab mereka. "Mudah-mudahan Tuhan membalas kebaikanmu. Engkau ternyata orang yang jujur dan murah hati." "Saya naik saksi," katanya lagi kemudian, "bahwa tak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan RasulNya. Sebenarnya saya dapat saja masuk Islam di kotanya itu, tapi saya kuatir tuan-tuan akan menduga, bahwa saya hanya ingin makan harta tuan-tuan ini. Setelah semua ini saya kembalikan kepada tuan-tuan dan tugas saya selesai, maka sekarang saya masuk Islam." Kemudian ia kembali ke Medinah. Zainab juga oleh Nabi dikembalikan lagi kepadanya. Dalam pada itu pihak Quraisy terus saja menebus tawanannya. Nilai tebusan waktu itu berkisar antara seribu sampai empat ribu dirham untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa dengan kemurahan hati Muhammad membebaskannya. Rasanya tidak ringan nasib yang menimpa Quraisy itu, juga mereka tidak mau menghentikan permusuhan dengan Muhammad atau melupakan kekalahan yang mereka alami. Bahkan sesudah itu kemudian wanita-wanita Quraisy itu ramai-ramai selama sebulan penuh menangisi mayat mereka. Rambut kepala mereka sendiri mereka gunting. Kendaraan atau kuda orang yang sudah mati itu dibawa, lalu mereka menangis mengelilinginya. Dalam hal ini tak ada yang ketinggalan, kecuali Hindun bt. 'Utba, isteri Abu Sufyan. Ketika pada suatu hari ia didatangi oleh wanita-wanita dengan mengatakan: "Kau tidak menangisi ayahmu, saudaramu, pamanmu dan keluargamu?" Ia menjawab: "Aku menangisi mereka? Supaya kalau nanti didengar oleh Muhammad dan teman-temannya mereka menyoraki kita? Dan wanita-wanita Khazraj juga akan menyoraki kita? Tidak! Aku mesti menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram kita memakai minyak sebelum dapat kita memerangi Muhammad. Sungguh, kalau aku dapat mengetahui, bahwa kesedihan itu bisa hilang dari hatiku, tentu aku menangis. Tetapi ini baru akan hilang kalau mangsaku yang membunuh orang-orang yang kucintai itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!" Memang, ia tidak lagi memakai minyak atau mendekati tempat-tidur Abu Sufyan. Ia terus mengerahkan orang sampai pada waktu pecah perang Uhud. Sedang Abu Sufyan, sesudah peristiwa Badr, ia bernazar tidak akan bersuci kepala dengan air sebelum ia memerangi Muhammad. Catatan kaki: 1 Pada umumnya istilah ghazwa dan sarinya, dibedakan dengan pengertian, bahwa ghazwa (jamak ghazawat), pasukan yang bergerak bersama-sama dengan Nabi, sedang sariya (jamak saraya) pasukan yang bergerak tanpa Nabi ikut serta. Kata ghazwa pada umumnya diterjemahkan dengan perang. Dalam terjemahan ini dipergunakan tiga pengertian: perang ekspedisi dan razzia atau pembersihan. Buku yang lebih khusus membicarakan strategi perang antara lain: Mayor Muh. Abd'l-Fattah Ibrahim, Muhammad al-Qa'id, Cairo 1945/1964; Muhammad Hamidullah, The Battlefields of the Prophet Muhammad, Working, England, 1952, 1953; Jenderal Mahmud Syait Khattab Ar-Rasul'l-Qa'id, Cairo, 1964. Badr adalah sebuah desa di barat daya Medinah, sebuah pangkalan air terkenal yang terletak antara Medinah dan Mekah, tak seberapa jauh dari pantai Laut Merah (A). 2 Al-Haura, sebuah distrik di sebelah Mesir pada akhir perbatasan dengan Hijaz di Laut Merah, yang merupakan pelabuhan kapal-kapal Mesir ke Medinah. Cf. Jenderal Mahmud Syeit Khattab, ar-Rasul'l-Qa'id, hal. 90 (A). 3 Julukan Umayya b. Khalaf (A). 4 Ihda't-ta'ifatain, harfiah, salah satu dari dua kelompok. Dua kelompok ialah kafilah Quraisy yang datang dari Suria membawa harta dagangan yang besar, terdiri dari 40 orang tak bersenjata di bawah pimpinan Abu Sufyan. 2) Angkatan bersenjata Quraisy terdiri dan 1000 orang dengan perenjataan lengkap datang dan Mekah di bawah pimpinan Abu Jahl. (A). 5 'Udwa 'tepi wadi' (LA). Al-'udwat'l-qashwa 'tepi wadi yang lebih dekat ke arah Mekah' sebaliknya daripada 'al-'udwat'd-dunya' 'tepi wadi yang lebih dekat ke arah Medinah' (L4) (A) 6 Qur'an, 8: 7. (Lihat juga catatan bahwa halaman 268) (A). 7 Aslinya "Ya Nabiullah" (A). 8 Maksudnya 'Amr bin'l-Hadzami yang tewas dalam bentrokan dengan satuan Abdullah b. Jahsy (A). 9 "Demi Allah" (A). 10 Suatu pernyataan Tauhid (A). 11 Manaha harfiah berarti 'tempat wanita-wanita menangisi mayat' (LA). (A). --------------------------------------------- S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah