Minggu, 04 Maret 2012

Sejarah Hidup Muhammad (27)

Diposting oleh Rahmi Andriyani Syam di 08.24
Contohnya  lagi  di  kalangan para nabi seperti Isa tatkala ia
berkata:
 
"Kalaupun mereka Engkau siksa, mereka itu semua  hambaMu;  dan
kalau   Engkau  ampuni,  Engkau  Maha  Kuasa  dan  Bijaksana."
(Qur'an, 5: 118)
 
Sedang  Umar,  dalam  malaikat   contohnya   seperti   Jibril,
diturunkan  membawa  kemurkaan dari Tuhan dan bencana terhadap
musuh-musuhNya. Di lingkungan para nabi ia seperti Nuh tatkala
berkata:
 
"Tuhan,  jangan  biarkan  orang-orang  yang  ingkar  itu punya
tempat-tinggal di muka bumi ini." (Qur'an, 71: 26)
 
Atau seperti Musa bila ia berkata:
 
"O Tuhan! Binasakanlah harta-benda mereka  itu,  dan  tutuplah
hati  mereka.  Mereka  takkan percaya sebelum siksa yang pedih
mereka rasakan." (Qur'an, 10: 88)
 
Kemudian katanya:
 
"Kamu semua mempunyai tanggungan. Jangan ada yang lolos mereka
itu, harus dengan ditebus atau dipenggal lehernya."
 
Lalu  mereka berunding lagi dengan sesamanya. Di antara mereka
itu ada seorang penyair, yaitu Abu 'Azza 'Amr b.  Abdullah  b.
'Umair  al-Jumahi.  Melihat  adanya  pertentangan pendapat itu
cepat-cepat ia mau menyelamatkan diri.
 
"Muhammad," katanya,  "Saya  punya  lima  anak  perempuan  dan
mereka  tidak  punya  apa-apa. Maka sedekahkan sajalah aku ini
kepada mereka. Aku berjanji dan memberikan jaminan, bahwa  aku
tidak akan memerangi kau lagi, juga sama sekali aku tidak akan
memaki-maki kau lagi."
 
Orang ini mendapat jaminan Nabi dan dibebaskan tanpa  membayar
uang  tebusan. Hanya dialah satu-satunya tawanan yang berhasil
mendapat  jaminan  demikian.  Tetapi  kemudian  ia  memungkiri
janjinya,  dan  kembali  ia setahun kemudian ikut berperang di
Uhud. Ia kena tawan lagi lalu terbunuh.
 
Pihak Muslimin, sesudah lama  berunding  akhirnya  memutuskan,
bahwa  mereka  dapat  mengabulkan  cara  penebusan itu. Dengan
dikabulkannya itu ayat ini turun.
 
"Tidak   sepatutnya   seorang   nabi   itu   akan    mempunyai
tawanan-tawanan  perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia.
Kamu menghendaki harta-benda dunia, sedang  Allah  menghendaki
akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 8: 67)
 
Menanggapi  masalah tawanan-tawanan Badr ini serta terbunuhnya
Nadzr dan 'Uqba  ada  beberapa  orang  Orientalis  yang  masih
bertanya-tanya: bukankah dengan demikian ini sudah membuktikan
bahwa agama baru ini sangat  haus  darah?  Kalau  tidak  tentu
kedua  orang itu tidak akan dibunuh. Bukankah sesudah mendapat
kemenangan dalam pertempuran akan lebih  terhormat  bagi  kaum
Muslimin  jika mengembalikan saja para tawanan itu, dan mereka
sudah cukup memperoleh rampasan perang?
 
Maksudnya dengan pertanyaan  ini  ialah  hendak  membangkitkan
rasa  simpati  dalam  hati orang yang selama itu belum menjadi
masalah, supaya seribu tahun kemudian sesudah perang Badr  dan
peperangan-peperangan  yang  terjadi berikutnya akan dijadikan
alat untuk mendiskreditkan agama ini serta pembawany a
 
Tetapi ternyata pertanyaan semacam  ini  kemudian  jadi  gugur
sendiri   apabila   terbunuhnya   Nadzr  dan  'Uqba  ini  kita
bandingkan dengan apa yang terjadi dewasa ini dan akan  selalu
terjadi,  selama  perabadan  Barat, yang memakai jubah Kristen
itu masih tetap  menguasai  dunia.  Terhadap  apa  yang  telah
terjadi  di  negara-negara  yang dikuasai oleh penjajah secara
paksa atas nama hendak memadamkan pemberontakan itu,  dapatkah
peristiwa   di   atas   tadi   -   sedikit  saja  -  dijadikan
perbandingan?  Dapatkah  hal  itu  -  sedikit  saja   -   kita
bandingkan  dengan  penyembelihan  yang  terjadi  dalam Perang
Dunia? Selanjutnya, dapatkah  peristiwa  itu  kita  bandingkan
pula  -  sedikit  saja  - dengan apa yang telah terjadi selama
Revolusi Perancis, dalam pelbagai revolusi yang pernah terjadi
dan akan selalu terjadi pada bangsa-bangsa Eropa lainnya?
 
Memang  sudah  tak  dapat  disangkal  bahwa  apa  yang dialami
Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu adalah suatu revolusi yang
dahsyat  dan  Muhammad  yang  diutus  Tuhan, berhadapan dengan
paganisma dan orang-orang musyrik sebagai penyembahnya.  Suatu
revolusi, yang pada mulanya berkecamuk di Mekah, dan yang oleh
karenanya, berbagai macam siksaan dan penderitaan dialami oleh
Muhammad   dan   sahabat-sahabatnya   selama  tigabelas  tahun
terus-menerus. Kemudian kaum Muslimin pindah  ke  Medinah.  Di
tempat  ini mereka nengumpulkan tenaga dan kekuatan. Sementara
itu benih-benih revolusi masih terus tumbuh dalam hati mereka,
juga dalam hati semua orang Quraisy.
 
Pindahnya   Muslimin  ke  Medinah,  perjanjian  mereka  dengan
orang-orang Yahudi setempat, terjadinya  benterokan-benterokan
sebelum  peristiwa  Badr, lalu Perang Badr itu sendiri - semua
itu adalah suatu siasat revolusi, bukan prinsip. Kebijaksanaan
yang    telah    ditentukan   oleh   pemimpin   revolusi   dan
sahabat-sahabatnya itu akan disusul pula oleh adanya ketentuan
prinsip-prinsip  yang  luhur,  yang  telah  dibawa oleh Rasul.
Jadi, siasat revolusi itu lain  dan  prinsip-prinsip  revolusi
lain  lagi.  Juga  kondisi yang terjadi berikutnya kadang sama
sekali berbeda dari tujuan pokok kondisi itu. Dalam hal  Islam
telah  menjadikan  rasa  persaudaraan  sebagai dasar peradaban
Islam, maka untuk mencapai sukses jalan  itu  harus  ditempuh,
sekalipun untuk itu harus berlaku suatu kekerasan kalau memang
sudah tak dapat dihindarkan lagi.
 
Tindakan kaum Muslimin terhadap  tawanan-tawanan  perang  Badr
adalah   suatu  teladan  yang  baik  dan  penuh  kasih-sayang,
dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam  beberapa  revolusi
yang  oleh  pencetusnya  diagungkan  dengan  arti keadilan dan
kasih-sayang. Dan inipun merupakan satu bagian saja di samping
penyembelihan-penyembelihan  yang  banyak  terjadi  atas  nama
Kristus,  seperti  penyembelihan  Saint   Bartholomew   (Saint
Barthelemy), suatu peristiwa penyembelihan yang dapat dianggap
sebagai suatu aib besar  dalam  sejarah  Kristen,  yang  dalam
sejarah  Islam contoh semacam itu samasekali tidak pernah ada.
Penyembelihan ini diatur pada waktu malam. Orang-orang Katolik
di   Paris   membantai   orang-orang  Protestan  dengan  jalan
tipu-muslihat dan penghkianatan, suatu gambaran  tipu-muslihat
dan penghianatan yang sungguh rendah dan kotor.
 
Jadi  kalau  dua  orang  saja dari lima puluh tawanan Badr itu
yang dibunuh oleh Muslimin, karena mereka  selama  tiga  belas
tahun  memang begitu kejam terhadap kaum Muslimin, yang sampai
menderita pelbagai  macam  siksaan  selama  di  Mekah,  itupun
karena adanya sikap kasihan yang berlebih-lebihan dan dianggap
sebagai suatu keuntungan yang terlalu pagi seperti  disebutkan
dalam ayat:
 
"Tidak    sepatutnya   seorang   nabi   itu   akan   mempunyai
tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di  dunia.
Kamu  menghendaki  kekayaan  duniawi, sedang Allah menghendaki
akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 8: 67)
 
Sementara orang-orang Islam sedang  bersukaria  karena  dengan
anugerah   Tuhan  mereka  mendapat  kemenangan  berikut  harta
rampasan, Haisuman b. Abdullah al-Khuza'i secara  tergesa-gesa
sekali  berangkat  pula  menuju  Mekah. Dia menjadi orang yamg
pertama masuk di Mekah dan  memberitahukan  penduduk  mengenai
hancurnya  pasukan  Quraisy  serta  bencana yang telah menimpa
pembesar-pembesar, pemimpin-pemimpin  dan  bangsawan-bangsawan
mereka.   Pada   mulanya  Mekah  terkejut  sekali,  dan  tidak
mempercayai  berita  itu.  Betapa  takkan  terkejut  mendengar
berita  kehancuran itu serta terbunuhnya pemimpin-pemimpin dan
bangsawan-bangsawan mereka! Tetapi tampaknya  Haisuman  memang
tidak  mengigau,  diyakinkannya  sekali apa yang dikatakannya.
Dari pihak Quraisy  dia  sendiri  memang  yang  merasa  paling
terpukul dengan bencana itu.
 
Setelah   ternyata  berita  kejadian  tersebut  memang  benar,
seolah-olah mereka tersungkur jatuh pingsan. Abu  Lahab  jatuh
demam,  dan  tujuh  hari  kemudian  iapun  meninggal. Sekarang
orang-orang mengadakan  perundingan,  apa  yang  harus  mereka
lakukan.  Kemudian dicapai kata sepakat untuk tidak menyatakan
duka-cita  atas  kematian  mereka,  sebab  apabila  nanti  ini
terdengar  oleh  Muhammad  dan sahabat-sahabatnya, mereka akan
diejek. Juga tidak  akan  mengrim  orang  untuk  menebus  para
tawanan    itu,    supaya    jangan    sampai   Muhammad   dan
sahabat-sahabatnya  nanti  memperketat  mereka   dan   meminta
tebusan yang terlampau tinggi.
 
Haripun berjalan juga. Orang-orang Quraisy sedang menahan hati
mengalami cobaan itu sambil menunggu kesempatan  sampai  dapat
tawanan-tawanan mereka itu nanti tertebus.
 
Hari  itu  yang  datang  adalah Mikraz b. Hafz, hendak menebus
Suhail b. 'Amr. Rupanya  Umar  bin'l-Khattab  keberatan  kalau
orang  itu bebas tanpa mendapat sesuatu gangguan. Maka lalu ia
berkata:
 
"Rasulullah. Ijinkan saya mencabut dua  gigi  seri  Suhail  b.
'Amr  ini,  supaya  lidahnya  menjulur  keluar  dan tidak lagi
berpidato mencercamu di mana-mana."
 
Tapi ini dijawab oleh Nabi dengan suatu jawaban  yang  sungguh
agung:
 
"Aku  tidak  akan  memperlakukannya secara kasar, supaya Tuhan
tidak memperlakukan aku demikian, sekalipun aku seorang nabi."
 
Zainab  puteri  Nabi  juga  lalu  mengirimkan  tebusan  hendak
membebaskan  suaminya,  Abu'l-'Ash  b.  Rabi'.  Diantara  yang
dipakai penebus itu ialah sebentuk kalung  pemberian  Khadijah
ketika dulu ia akan dikawinkan dengan Abu'l-'Ash.
 
Melihat kalung itu, Nabi merasa sangat terharu sekali
 
"Kalau   tuan-tuan   hendak  melepaskan  seorang  tawanan  dan
mengembalikan  barang  tebusannya  kepada  sipemilik,  silakan
saja," kata Nabi.
 
Kemudian  ia  mendapat  kata  sepakat  dengan Abu'l-'Ash untuk
menceraikan Zainab, yang  menurut  hukum  Islam  mereka  sudah
bercerai. Dalam pada itu Muhammad mengutus Zaid b. Haritha dan
seorang sahabat lagi guna menjemput Zainab dan  membawanya  ke
Medinah.
 
Akan  tetapi sesudah sekian lama Abu'l-'Ash dibebaskan sebagai
tawanan, ia berangkat ke Syam membawa barang dagangan Quraisy.
Sesampainya   di  dekat  Medinah,  ia  bertemu  dengan  satuan
Muslimin. Barang-barang bawaannya mereka ambil. Ia  meneruskan
perjalanan  dalam  gelap malam itu hingga ke tempat Zainab. Ia
minta perlindungan dari  Zainab  dan  Zainabpun  melindunginya
pula.  Ketika  itu barang-barang dagangannya dikembalikan oleh
Muslimin kepadanya  dan  dengan  aman  ia  kembali  ke  Mekah.
Setelah  barang-barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya
masing-masing dari kalangan Quraisy, ia berkata:
 
"Masyarakat  Quraisy!  masih  adakah  dari  kamu  yang   belum
mengambil barangnya?"
 
"Tidak  ada,"  jawab  mereka.  "Mudah-mudahan  Tuhan  membalas
kebaikanmu. Engkau ternyata orang yang jujur dan murah hati."
 
"Saya naik saksi," katanya lagi kemudian, "bahwa tak ada tuhan
selain  Allah  dan  bahwa  Muhammad adalah hamba dan RasulNya.
Sebenarnya saya dapat saja masuk Islam di  kotanya  itu,  tapi
saya  kuatir  tuan-tuan  akan  menduga, bahwa saya hanya ingin
makan harta tuan-tuan ini. Setelah semua ini  saya  kembalikan
kepada  tuan-tuan  dan  tugas saya selesai, maka sekarang saya
masuk Islam."
 
Kemudian  ia  kembali  ke  Medinah.  Zainab  juga  oleh   Nabi
dikembalikan lagi kepadanya.
 
Dalam  pada  itu  pihak Quraisy terus saja menebus tawanannya.
Nilai tebusan waktu itu berkisar antara  seribu  sampai  empat
ribu dirham untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa
dengan kemurahan hati Muhammad membebaskannya.
 
Rasanya tidak ringan nasib  yang  menimpa  Quraisy  itu,  juga
mereka  tidak mau menghentikan permusuhan dengan Muhammad atau
melupakan kekalahan yang  mereka  alami.  Bahkan  sesudah  itu
kemudian  wanita-wanita Quraisy itu ramai-ramai selama sebulan
penuh menangisi mayat mereka.  Rambut  kepala  mereka  sendiri
mereka  gunting. Kendaraan atau kuda orang yang sudah mati itu
dibawa, lalu mereka menangis mengelilinginya.
 
Dalam hal ini tak ada yang  ketinggalan,  kecuali  Hindun  bt.
'Utba,  isteri Abu Sufyan. Ketika pada suatu hari ia didatangi
oleh wanita-wanita dengan  mengatakan:  "Kau  tidak  menangisi
ayahmu, saudaramu, pamanmu dan keluargamu?"
 
Ia menjawab:
 
"Aku  menangisi  mereka?  Supaya  kalau  nanti  didengar  oleh
Muhammad  dan  teman-temannya  mereka  menyoraki   kita?   Dan
wanita-wanita  Khazraj  juga  akan  menyoraki kita? Tidak! Aku
mesti menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram
kita  memakai  minyak  sebelum  dapat kita memerangi Muhammad.
Sungguh, kalau aku dapat mengetahui, bahwa kesedihan itu  bisa
hilang  dari  hatiku, tentu aku menangis. Tetapi ini baru akan
hilang kalau mangsaku yang membunuh orang-orang yang  kucintai
itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!"
 
Memang,   ia   tidak   lagi   memakai  minyak  atau  mendekati
tempat-tidur Abu Sufyan. Ia  terus  mengerahkan  orang  sampai
pada  waktu  pecah  perang  Uhud.  Sedang  Abu Sufyan, sesudah
peristiwa Badr, ia bernazar tidak akan bersuci  kepala  dengan
air sebelum ia memerangi Muhammad.
 
Catatan kaki:
 
 1 Pada umumnya istilah ghazwa dan sarinya, dibedakan
   dengan pengertian, bahwa ghazwa (jamak ghazawat),
   pasukan yang bergerak bersama-sama dengan Nabi, sedang
   sariya (jamak saraya) pasukan yang bergerak tanpa Nabi
   ikut serta. Kata ghazwa pada umumnya diterjemahkan
   dengan perang. Dalam terjemahan ini dipergunakan tiga
   pengertian: perang ekspedisi dan razzia atau
   pembersihan. Buku yang lebih khusus membicarakan
   strategi perang antara lain: Mayor Muh. Abd'l-Fattah
   Ibrahim, Muhammad al-Qa'id, Cairo 1945/1964; Muhammad
   Hamidullah, The Battlefields of the Prophet Muhammad,
   Working, England, 1952, 1953; Jenderal Mahmud Syait
   Khattab Ar-Rasul'l-Qa'id, Cairo, 1964. Badr adalah
   sebuah desa di barat daya Medinah, sebuah pangkalan air
   terkenal yang terletak antara Medinah dan Mekah, tak
   seberapa jauh dari pantai Laut Merah (A).
   
 2 Al-Haura, sebuah distrik di sebelah Mesir pada akhir
   perbatasan dengan Hijaz di Laut Merah, yang merupakan
   pelabuhan kapal-kapal Mesir ke Medinah. Cf. Jenderal
   Mahmud Syeit Khattab, ar-Rasul'l-Qa'id, hal. 90 (A).
   
 3 Julukan Umayya b. Khalaf (A).
   
 4 Ihda't-ta'ifatain, harfiah, salah satu dari dua
   kelompok. Dua kelompok ialah kafilah Quraisy yang datang
   dari Suria membawa harta dagangan yang besar, terdiri
   dari 40 orang tak bersenjata di bawah pimpinan Abu
   Sufyan. 2) Angkatan bersenjata Quraisy terdiri dan 1000
   orang dengan perenjataan lengkap datang dan Mekah di
   bawah pimpinan Abu Jahl. (A).
   
 5 'Udwa 'tepi wadi' (LA). Al-'udwat'l-qashwa 'tepi wadi
   yang lebih dekat ke arah Mekah' sebaliknya daripada
   'al-'udwat'd-dunya' 'tepi wadi yang lebih dekat ke arah
   Medinah' (L4) (A)
   
 6 Qur'an, 8: 7. (Lihat juga catatan bahwa halaman 268)
   (A).
   
 7 Aslinya "Ya Nabiullah" (A).
   
 8 Maksudnya 'Amr bin'l-Hadzami yang tewas dalam
   bentrokan dengan satuan Abdullah b. Jahsy (A).
   
 9 "Demi Allah" (A).
   
10 Suatu pernyataan Tauhid (A).
 
11 Manaha harfiah berarti 'tempat wanita-wanita
   menangisi mayat' (LA). (A).
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah

Minggu, 04 Maret 2012

Sejarah Hidup Muhammad (27)

Contohnya  lagi  di  kalangan para nabi seperti Isa tatkala ia
berkata:
 
"Kalaupun mereka Engkau siksa, mereka itu semua  hambaMu;  dan
kalau   Engkau  ampuni,  Engkau  Maha  Kuasa  dan  Bijaksana."
(Qur'an, 5: 118)
 
Sedang  Umar,  dalam  malaikat   contohnya   seperti   Jibril,
diturunkan  membawa  kemurkaan dari Tuhan dan bencana terhadap
musuh-musuhNya. Di lingkungan para nabi ia seperti Nuh tatkala
berkata:
 
"Tuhan,  jangan  biarkan  orang-orang  yang  ingkar  itu punya
tempat-tinggal di muka bumi ini." (Qur'an, 71: 26)
 
Atau seperti Musa bila ia berkata:
 
"O Tuhan! Binasakanlah harta-benda mereka  itu,  dan  tutuplah
hati  mereka.  Mereka  takkan percaya sebelum siksa yang pedih
mereka rasakan." (Qur'an, 10: 88)
 
Kemudian katanya:
 
"Kamu semua mempunyai tanggungan. Jangan ada yang lolos mereka
itu, harus dengan ditebus atau dipenggal lehernya."
 
Lalu  mereka berunding lagi dengan sesamanya. Di antara mereka
itu ada seorang penyair, yaitu Abu 'Azza 'Amr b.  Abdullah  b.
'Umair  al-Jumahi.  Melihat  adanya  pertentangan pendapat itu
cepat-cepat ia mau menyelamatkan diri.
 
"Muhammad," katanya,  "Saya  punya  lima  anak  perempuan  dan
mereka  tidak  punya  apa-apa. Maka sedekahkan sajalah aku ini
kepada mereka. Aku berjanji dan memberikan jaminan, bahwa  aku
tidak akan memerangi kau lagi, juga sama sekali aku tidak akan
memaki-maki kau lagi."
 
Orang ini mendapat jaminan Nabi dan dibebaskan tanpa  membayar
uang  tebusan. Hanya dialah satu-satunya tawanan yang berhasil
mendapat  jaminan  demikian.  Tetapi  kemudian  ia  memungkiri
janjinya,  dan  kembali  ia setahun kemudian ikut berperang di
Uhud. Ia kena tawan lagi lalu terbunuh.
 
Pihak Muslimin, sesudah lama  berunding  akhirnya  memutuskan,
bahwa  mereka  dapat  mengabulkan  cara  penebusan itu. Dengan
dikabulkannya itu ayat ini turun.
 
"Tidak   sepatutnya   seorang   nabi   itu   akan    mempunyai
tawanan-tawanan  perang, sebelum ia selesai berjuang di dunia.
Kamu menghendaki harta-benda dunia, sedang  Allah  menghendaki
akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 8: 67)
 
Menanggapi  masalah tawanan-tawanan Badr ini serta terbunuhnya
Nadzr dan 'Uqba  ada  beberapa  orang  Orientalis  yang  masih
bertanya-tanya: bukankah dengan demikian ini sudah membuktikan
bahwa agama baru ini sangat  haus  darah?  Kalau  tidak  tentu
kedua  orang itu tidak akan dibunuh. Bukankah sesudah mendapat
kemenangan dalam pertempuran akan lebih  terhormat  bagi  kaum
Muslimin  jika mengembalikan saja para tawanan itu, dan mereka
sudah cukup memperoleh rampasan perang?
 
Maksudnya dengan pertanyaan  ini  ialah  hendak  membangkitkan
rasa  simpati  dalam  hati orang yang selama itu belum menjadi
masalah, supaya seribu tahun kemudian sesudah perang Badr  dan
peperangan-peperangan  yang  terjadi berikutnya akan dijadikan
alat untuk mendiskreditkan agama ini serta pembawany a
 
Tetapi ternyata pertanyaan semacam  ini  kemudian  jadi  gugur
sendiri   apabila   terbunuhnya   Nadzr  dan  'Uqba  ini  kita
bandingkan dengan apa yang terjadi dewasa ini dan akan  selalu
terjadi,  selama  perabadan  Barat, yang memakai jubah Kristen
itu masih tetap  menguasai  dunia.  Terhadap  apa  yang  telah
terjadi  di  negara-negara  yang dikuasai oleh penjajah secara
paksa atas nama hendak memadamkan pemberontakan itu,  dapatkah
peristiwa   di   atas   tadi   -   sedikit  saja  -  dijadikan
perbandingan?  Dapatkah  hal  itu  -  sedikit  saja   -   kita
bandingkan  dengan  penyembelihan  yang  terjadi  dalam Perang
Dunia? Selanjutnya, dapatkah  peristiwa  itu  kita  bandingkan
pula  -  sedikit  saja  - dengan apa yang telah terjadi selama
Revolusi Perancis, dalam pelbagai revolusi yang pernah terjadi
dan akan selalu terjadi pada bangsa-bangsa Eropa lainnya?
 
Memang  sudah  tak  dapat  disangkal  bahwa  apa  yang dialami
Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu adalah suatu revolusi yang
dahsyat  dan  Muhammad  yang  diutus  Tuhan, berhadapan dengan
paganisma dan orang-orang musyrik sebagai penyembahnya.  Suatu
revolusi, yang pada mulanya berkecamuk di Mekah, dan yang oleh
karenanya, berbagai macam siksaan dan penderitaan dialami oleh
Muhammad   dan   sahabat-sahabatnya   selama  tigabelas  tahun
terus-menerus. Kemudian kaum Muslimin pindah  ke  Medinah.  Di
tempat  ini mereka nengumpulkan tenaga dan kekuatan. Sementara
itu benih-benih revolusi masih terus tumbuh dalam hati mereka,
juga dalam hati semua orang Quraisy.
 
Pindahnya   Muslimin  ke  Medinah,  perjanjian  mereka  dengan
orang-orang Yahudi setempat, terjadinya  benterokan-benterokan
sebelum  peristiwa  Badr, lalu Perang Badr itu sendiri - semua
itu adalah suatu siasat revolusi, bukan prinsip. Kebijaksanaan
yang    telah    ditentukan   oleh   pemimpin   revolusi   dan
sahabat-sahabatnya itu akan disusul pula oleh adanya ketentuan
prinsip-prinsip  yang  luhur,  yang  telah  dibawa oleh Rasul.
Jadi, siasat revolusi itu lain  dan  prinsip-prinsip  revolusi
lain  lagi.  Juga  kondisi yang terjadi berikutnya kadang sama
sekali berbeda dari tujuan pokok kondisi itu. Dalam hal  Islam
telah  menjadikan  rasa  persaudaraan  sebagai dasar peradaban
Islam, maka untuk mencapai sukses jalan  itu  harus  ditempuh,
sekalipun untuk itu harus berlaku suatu kekerasan kalau memang
sudah tak dapat dihindarkan lagi.
 
Tindakan kaum Muslimin terhadap  tawanan-tawanan  perang  Badr
adalah   suatu  teladan  yang  baik  dan  penuh  kasih-sayang,
dibandingkan dengan apa yang terjadi dalam  beberapa  revolusi
yang  oleh  pencetusnya  diagungkan  dengan  arti keadilan dan
kasih-sayang. Dan inipun merupakan satu bagian saja di samping
penyembelihan-penyembelihan  yang  banyak  terjadi  atas  nama
Kristus,  seperti  penyembelihan  Saint   Bartholomew   (Saint
Barthelemy), suatu peristiwa penyembelihan yang dapat dianggap
sebagai suatu aib besar  dalam  sejarah  Kristen,  yang  dalam
sejarah  Islam contoh semacam itu samasekali tidak pernah ada.
Penyembelihan ini diatur pada waktu malam. Orang-orang Katolik
di   Paris   membantai   orang-orang  Protestan  dengan  jalan
tipu-muslihat dan penghkianatan, suatu gambaran  tipu-muslihat
dan penghianatan yang sungguh rendah dan kotor.
 
Jadi  kalau  dua  orang  saja dari lima puluh tawanan Badr itu
yang dibunuh oleh Muslimin, karena mereka  selama  tiga  belas
tahun  memang begitu kejam terhadap kaum Muslimin, yang sampai
menderita pelbagai  macam  siksaan  selama  di  Mekah,  itupun
karena adanya sikap kasihan yang berlebih-lebihan dan dianggap
sebagai suatu keuntungan yang terlalu pagi seperti  disebutkan
dalam ayat:
 
"Tidak    sepatutnya   seorang   nabi   itu   akan   mempunyai
tawanan-tawanan perang, sebelum ia selesai berjuang di  dunia.
Kamu  menghendaki  kekayaan  duniawi, sedang Allah menghendaki
akhirat. Allah Maha Kuasa dan Bijaksana." (Qur'an, 8: 67)
 
Sementara orang-orang Islam sedang  bersukaria  karena  dengan
anugerah   Tuhan  mereka  mendapat  kemenangan  berikut  harta
rampasan, Haisuman b. Abdullah al-Khuza'i secara  tergesa-gesa
sekali  berangkat  pula  menuju  Mekah. Dia menjadi orang yamg
pertama masuk di Mekah dan  memberitahukan  penduduk  mengenai
hancurnya  pasukan  Quraisy  serta  bencana yang telah menimpa
pembesar-pembesar, pemimpin-pemimpin  dan  bangsawan-bangsawan
mereka.   Pada   mulanya  Mekah  terkejut  sekali,  dan  tidak
mempercayai  berita  itu.  Betapa  takkan  terkejut  mendengar
berita  kehancuran itu serta terbunuhnya pemimpin-pemimpin dan
bangsawan-bangsawan mereka! Tetapi tampaknya  Haisuman  memang
tidak  mengigau,  diyakinkannya  sekali apa yang dikatakannya.
Dari pihak Quraisy  dia  sendiri  memang  yang  merasa  paling
terpukul dengan bencana itu.
 
Setelah   ternyata  berita  kejadian  tersebut  memang  benar,
seolah-olah mereka tersungkur jatuh pingsan. Abu  Lahab  jatuh
demam,  dan  tujuh  hari  kemudian  iapun  meninggal. Sekarang
orang-orang mengadakan  perundingan,  apa  yang  harus  mereka
lakukan.  Kemudian dicapai kata sepakat untuk tidak menyatakan
duka-cita  atas  kematian  mereka,  sebab  apabila  nanti  ini
terdengar  oleh  Muhammad  dan sahabat-sahabatnya, mereka akan
diejek. Juga tidak  akan  mengrim  orang  untuk  menebus  para
tawanan    itu,    supaya    jangan    sampai   Muhammad   dan
sahabat-sahabatnya  nanti  memperketat  mereka   dan   meminta
tebusan yang terlampau tinggi.
 
Haripun berjalan juga. Orang-orang Quraisy sedang menahan hati
mengalami cobaan itu sambil menunggu kesempatan  sampai  dapat
tawanan-tawanan mereka itu nanti tertebus.
 
Hari  itu  yang  datang  adalah Mikraz b. Hafz, hendak menebus
Suhail b. 'Amr. Rupanya  Umar  bin'l-Khattab  keberatan  kalau
orang  itu bebas tanpa mendapat sesuatu gangguan. Maka lalu ia
berkata:
 
"Rasulullah. Ijinkan saya mencabut dua  gigi  seri  Suhail  b.
'Amr  ini,  supaya  lidahnya  menjulur  keluar  dan tidak lagi
berpidato mencercamu di mana-mana."
 
Tapi ini dijawab oleh Nabi dengan suatu jawaban  yang  sungguh
agung:
 
"Aku  tidak  akan  memperlakukannya secara kasar, supaya Tuhan
tidak memperlakukan aku demikian, sekalipun aku seorang nabi."
 
Zainab  puteri  Nabi  juga  lalu  mengirimkan  tebusan  hendak
membebaskan  suaminya,  Abu'l-'Ash  b.  Rabi'.  Diantara  yang
dipakai penebus itu ialah sebentuk kalung  pemberian  Khadijah
ketika dulu ia akan dikawinkan dengan Abu'l-'Ash.
 
Melihat kalung itu, Nabi merasa sangat terharu sekali
 
"Kalau   tuan-tuan   hendak  melepaskan  seorang  tawanan  dan
mengembalikan  barang  tebusannya  kepada  sipemilik,  silakan
saja," kata Nabi.
 
Kemudian  ia  mendapat  kata  sepakat  dengan Abu'l-'Ash untuk
menceraikan Zainab, yang  menurut  hukum  Islam  mereka  sudah
bercerai. Dalam pada itu Muhammad mengutus Zaid b. Haritha dan
seorang sahabat lagi guna menjemput Zainab dan  membawanya  ke
Medinah.
 
Akan  tetapi sesudah sekian lama Abu'l-'Ash dibebaskan sebagai
tawanan, ia berangkat ke Syam membawa barang dagangan Quraisy.
Sesampainya   di  dekat  Medinah,  ia  bertemu  dengan  satuan
Muslimin. Barang-barang bawaannya mereka ambil. Ia  meneruskan
perjalanan  dalam  gelap malam itu hingga ke tempat Zainab. Ia
minta perlindungan dari  Zainab  dan  Zainabpun  melindunginya
pula.  Ketika  itu barang-barang dagangannya dikembalikan oleh
Muslimin kepadanya  dan  dengan  aman  ia  kembali  ke  Mekah.
Setelah  barang-barang tersebut dikembalikan kepada pemiliknya
masing-masing dari kalangan Quraisy, ia berkata:
 
"Masyarakat  Quraisy!  masih  adakah  dari  kamu  yang   belum
mengambil barangnya?"
 
"Tidak  ada,"  jawab  mereka.  "Mudah-mudahan  Tuhan  membalas
kebaikanmu. Engkau ternyata orang yang jujur dan murah hati."
 
"Saya naik saksi," katanya lagi kemudian, "bahwa tak ada tuhan
selain  Allah  dan  bahwa  Muhammad adalah hamba dan RasulNya.
Sebenarnya saya dapat saja masuk Islam di  kotanya  itu,  tapi
saya  kuatir  tuan-tuan  akan  menduga, bahwa saya hanya ingin
makan harta tuan-tuan ini. Setelah semua ini  saya  kembalikan
kepada  tuan-tuan  dan  tugas saya selesai, maka sekarang saya
masuk Islam."
 
Kemudian  ia  kembali  ke  Medinah.  Zainab  juga  oleh   Nabi
dikembalikan lagi kepadanya.
 
Dalam  pada  itu  pihak Quraisy terus saja menebus tawanannya.
Nilai tebusan waktu itu berkisar antara  seribu  sampai  empat
ribu dirham untuk tiap orang. Kecuali yang tidak punya apa-apa
dengan kemurahan hati Muhammad membebaskannya.
 
Rasanya tidak ringan nasib  yang  menimpa  Quraisy  itu,  juga
mereka  tidak mau menghentikan permusuhan dengan Muhammad atau
melupakan kekalahan yang  mereka  alami.  Bahkan  sesudah  itu
kemudian  wanita-wanita Quraisy itu ramai-ramai selama sebulan
penuh menangisi mayat mereka.  Rambut  kepala  mereka  sendiri
mereka  gunting. Kendaraan atau kuda orang yang sudah mati itu
dibawa, lalu mereka menangis mengelilinginya.
 
Dalam hal ini tak ada yang  ketinggalan,  kecuali  Hindun  bt.
'Utba,  isteri Abu Sufyan. Ketika pada suatu hari ia didatangi
oleh wanita-wanita dengan  mengatakan:  "Kau  tidak  menangisi
ayahmu, saudaramu, pamanmu dan keluargamu?"
 
Ia menjawab:
 
"Aku  menangisi  mereka?  Supaya  kalau  nanti  didengar  oleh
Muhammad  dan  teman-temannya  mereka  menyoraki   kita?   Dan
wanita-wanita  Khazraj  juga  akan  menyoraki kita? Tidak! Aku
mesti menuntut balas kepada Muhammad dan teman-temannya! Haram
kita  memakai  minyak  sebelum  dapat kita memerangi Muhammad.
Sungguh, kalau aku dapat mengetahui, bahwa kesedihan itu  bisa
hilang  dari  hatiku, tentu aku menangis. Tetapi ini baru akan
hilang kalau mangsaku yang membunuh orang-orang yang  kucintai
itu sudah kulihat dengan mata kepalaku sendiri!"
 
Memang,   ia   tidak   lagi   memakai  minyak  atau  mendekati
tempat-tidur Abu Sufyan. Ia  terus  mengerahkan  orang  sampai
pada  waktu  pecah  perang  Uhud.  Sedang  Abu Sufyan, sesudah
peristiwa Badr, ia bernazar tidak akan bersuci  kepala  dengan
air sebelum ia memerangi Muhammad.
 
Catatan kaki:
 
 1 Pada umumnya istilah ghazwa dan sarinya, dibedakan
   dengan pengertian, bahwa ghazwa (jamak ghazawat),
   pasukan yang bergerak bersama-sama dengan Nabi, sedang
   sariya (jamak saraya) pasukan yang bergerak tanpa Nabi
   ikut serta. Kata ghazwa pada umumnya diterjemahkan
   dengan perang. Dalam terjemahan ini dipergunakan tiga
   pengertian: perang ekspedisi dan razzia atau
   pembersihan. Buku yang lebih khusus membicarakan
   strategi perang antara lain: Mayor Muh. Abd'l-Fattah
   Ibrahim, Muhammad al-Qa'id, Cairo 1945/1964; Muhammad
   Hamidullah, The Battlefields of the Prophet Muhammad,
   Working, England, 1952, 1953; Jenderal Mahmud Syait
   Khattab Ar-Rasul'l-Qa'id, Cairo, 1964. Badr adalah
   sebuah desa di barat daya Medinah, sebuah pangkalan air
   terkenal yang terletak antara Medinah dan Mekah, tak
   seberapa jauh dari pantai Laut Merah (A).
   
 2 Al-Haura, sebuah distrik di sebelah Mesir pada akhir
   perbatasan dengan Hijaz di Laut Merah, yang merupakan
   pelabuhan kapal-kapal Mesir ke Medinah. Cf. Jenderal
   Mahmud Syeit Khattab, ar-Rasul'l-Qa'id, hal. 90 (A).
   
 3 Julukan Umayya b. Khalaf (A).
   
 4 Ihda't-ta'ifatain, harfiah, salah satu dari dua
   kelompok. Dua kelompok ialah kafilah Quraisy yang datang
   dari Suria membawa harta dagangan yang besar, terdiri
   dari 40 orang tak bersenjata di bawah pimpinan Abu
   Sufyan. 2) Angkatan bersenjata Quraisy terdiri dan 1000
   orang dengan perenjataan lengkap datang dan Mekah di
   bawah pimpinan Abu Jahl. (A).
   
 5 'Udwa 'tepi wadi' (LA). Al-'udwat'l-qashwa 'tepi wadi
   yang lebih dekat ke arah Mekah' sebaliknya daripada
   'al-'udwat'd-dunya' 'tepi wadi yang lebih dekat ke arah
   Medinah' (L4) (A)
   
 6 Qur'an, 8: 7. (Lihat juga catatan bahwa halaman 268)
   (A).
   
 7 Aslinya "Ya Nabiullah" (A).
   
 8 Maksudnya 'Amr bin'l-Hadzami yang tewas dalam
   bentrokan dengan satuan Abdullah b. Jahsy (A).
   
 9 "Demi Allah" (A).
   
10 Suatu pernyataan Tauhid (A).
 
11 Manaha harfiah berarti 'tempat wanita-wanita
   menangisi mayat' (LA). (A).
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 

Thinkmii Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez