semua orang tahu jika aku adalah anak laki-laki yang super bandel dalam keluargaku. akupun bingung dengan hal itu. Mereka pasti juga berpikir seperti itu. Ayahku maupun ibuku semuanya sosok yang baik di mata orang tapi entah kenapa anaknya yang bungsu ini seperti aku.
memang aku menyadari kenakalanku dan kadang pula aku merasa bersalah dengan kenakalanku itu. Namun kesadaran itu hanya berlangsung sebentar. Setelah aku bersama dengan teman-teman sekolahku aku pasti melupakan hal itu dan kembali menjadi budi super bandel.
Suatu hari, setelah pulang sekolah aku tidak langsung pulang ke rumah melainkan aku sempatkan nongkrong di rumah temanku. Di sanalah awalnya aku mencoba merokok. Teman-temanku saat itu memaksaku dan mengatakan kalau aku tidak merokok aku bukan anak gaul. Bahkan ada yang bilang jika tidak merokok aku hanya sok suci.
malam harinyapun aku pulang ke rumah. Aku tahu jika malam itu aku pasti akan dimarahi lagi. Ketika aku masuk ke rumah, ayah dan ibu sudah menungguku di ruang tamu dan meminta penjelasan dari mana saja aku setelah pulang sekolah.
"maaf ibu, ayah. Tadi ada pr. Jadi aku dan teman-teman pulang sekolah langsung mengerjakannnya di rumah Bino"
"shalat tadi di mesjidkan??"
"iyah pak, kan di samping rumah Bino langsung mesjid"
aku sadar betul dosaku semakin bertambah karena kebohongan yang terus kuucap kepada orang tuaku. dalam kamar aku terus terbayang hal itu.
"bagaimana jika Allah mencabut nyawaku sementara dosaku begitu menumpuk?" ucap batinku ini
malam itu, aku terbangun. karena kehausan aku turun ke dapur untuk mengambil secangkir air minum. ketika aku melewati mushala kecil di rumahku, aku melihat di sana ada sosok bayangan yang sedang berdiri dan membaca lantunan ayat suci Al Quran dengan suara merdu. Aku terdiam saat itu dan memperhatikan sosok itu. aku mendekati dan aku melihat kalau itu adalah ayahku. dengan diam-diam aku terus memperhatikan kekhusyukan ayahku itu. Bahkan sesekali suaranya terdengar menangis ketika membaca beberapa ayat Al Quran.
Saat mendengar ayah menangis, hatiku terketuk. Aku langsung menuju ke kamarku dan mencoba membasahi diriku dengan air wudhu kemudian aku mendirikan shalat tahajud. Dalam doaku aku meminta Allah memberikan hidayahNya kepadaku. Agar aku bisa betul-betul melakukan tobatan nasuha.
Seusai shalat dan berdoa, aku melanjutkan tidurku. Dan setelah aku membuka mata aku merasa begitu energik. Seakan ada sesuatu yang masuk dalam diriku.
Betapa kagetnya keluargaku, mereka tak menyangka aku bangun sebelum adzan subuh sendiri. Tak seperti biasanya aku dibangunkan dengan cepritan air dari ayahku untuk mendirikan shalat subuh di mesjid bersama-sama.
Setelah pulang sekolahpun, aku tidak ingin lagi melakukan hal-hal sia-sia dengan teman-temanku. Aku langsung kembali ke rumah dan membantu ibu di usahanya sambil menunggu waktu dhuhur.
Kebiasaan ini alhamdulillah kulakukan terus sampai tak terasa telah berlalu sebulan.
Sekrang kedamaianlah yang kurasakan. Baru aku menyadari begitu berharganya iman pada diri setiap manusia. Aku sangat bersyukur karena Allah memberiku hidayah dan telah menganugerahkanku Ayah dan Ibu seperti mereka.