Jumat, 09 Maret 2012

Al Baqarah 101-105

Diposting oleh Rahmi Andriyani Syam di 07.25
101. Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).

102. Dan mereka mengikuti apa[76] yang dibaca oleh syaitan-syaitan[77] pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat[78] di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya[79]. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. Asbabun nuzul


[77]. Syaitan-syaitan itu menyebarkan berita-berita bohong, bahwa Nabi Sulaiman menyimpan lembaran-lembaran sihir (Ibnu Katsir).

[78]. Para mufassirin berlainan pendapat tentang yang dimaksud dengan 2 orang malaikat itu. Ada yang berpendapat, mereka betul-betul Malaikat dan ada pula yang berpendapat orang yang dipandang saleh seperti Malaikat dan ada pula yang berpendapat dua orang jahat yang pura-pura saleh seperti Malaikat.

[79]. Berbacam-macam sihir yang dikerjakan orang Yahudi, sampai kepada sihir untuk mencerai-beraikan masyarakat seperti mencerai-beraikan suami isteri.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Yahudi berkata: "Lihatlah Muhammad yang mencampur-baurkan antara haq dengan bathil, yaitu menerangkan Sulaiman (Nabi) digolongkan pada kelompok nabi-nabi, padahal ia seorang ahli sihir yang mengendarai angin." Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (S. 2: 102) yang menegaskan bahwa kaum Yahudi lebih mempercayai syaitan daripada iman kepada Allah SWT.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Syahr bin Hausyab.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Yahudi bertanya kepada Nabi SAW beberapa kali tentang beberapa hal dalam Taurat. Semua pertanyaan mengenai isi Taurat, dijawab oleh Allah dengan menurunkan ayat. Ketika itu mereka menganggap bahwa ayat tersebut dirasakan sebagai bantahan terhadap mereka. Mereka berkata dengan sesamanya: "Orang ini lebih mengetahui daripada kita tentang apa yang diturunkan kepada kita." Di antara masalah yang ditanyakan kepada Nabi SAW ialah tentang sihir. Dan mereka berbantah-bantahanlah dengan Rasulullah tentang hal itu. Maka Allah menurunkan ayat ini (S. 2: 102) berkenaan dengan peristiwa tersebut.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abil-'Aliah.)
103. Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.

104. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa'ina", tetapi katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih[80]. Asbabun nuzul
[80]. Raa 'ina berarti: sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Di kala para sahabat menghadapkan kata ini kepada Rasulullah, orang Yahudipun memakai kata ini dengan digumam seakan-akan menyebut Raa'ina padahal yang mereka katakan ialah Ru'uunah yang berarti kebodohan yang sangat, sebagai ejekan kepada Rasulullah. Itulah sebabnya Tuhan menyuruh supaya sahabat-sahabat menukar perkataan Raa'ina dengan Unzhurna yang juga sama artinya dengan Raa'ina.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa dua orang Yahudi bernama Malik bin Shaif dan Rifa'ah bin Zaid, apabila bertemu dengan Nabi SAW mereka mengucapkan: "Ra'ina sam'aka was ma' ghaira musmai'in." Kaum Muslimin mengira bahwa kata-kata itu adalah ucapan ahli Kitab untuk menghormati Nabi-nabinya. Mereka pun mengucapkan kata-kata itu kepada Nabi SAW. Maka Allah menurunkan ayat ini (S. 2: 104) sebagai larangan untuk meniru-niru perbuatan kaum Yahudi.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari as-Suddi.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kata "Ra'ina" dalam bahasa Yahudi berarti caci maki yang jelek. Sehubungan dengan itu ada peristiwa sbb: Ketika kaum Yahudi mendengar sahabat-sahabat Nabi SAW memakai perkataan itu (Ra'ina) mereka sengaja mengumumkan agar perkataan itu biasa dipergunakan dan ditujukan kepada Nabi SAW. Apabila para shahabat Nabi mempergunakan kata-kata itu, maka mereka menertawakannya. Maka turunlah ayat ini (S. 2: 104). Ketika salah seorang shahabat, yaitu Sa'd bin Mu'adz mendengar ayat ini, berkatalah ia kepada kaum Yahudi: "Hai musuh-musuh Allah! Jika aku mendengar perkataan itu diucapkan oleh salah seorang di antaramu sesudah pertemuan ini akan kupenggal batang lehernya."
(Diriwayatkan oleh Abu Na'im di dalam kitab ad-Dala'il dari as-Suddi as-Shaghir, dari al-Kalbi, dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abbas.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 104) ketika seorang laki-laki berkata: "Ari'na sam'aka".
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ad-Dlahhak.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa pada waktu itu ada beberapa orang Yahudi yang mengatakan: "Ari'na sam'aka" yang ditiru oleh beberapa orang Islam. Akan tetapi Allah membencinya dengan menurunkan ayat ini (S. 2: 104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Athiyyah.)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika kaum Muslimin mengucapkan "Ra'ina sam'aka", datanglah kaum Yahudi dan berkata seperti itu. Maka turunlah ayat ini (S. 2:104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 10) sehubungan dengan ucapan "ra'ina", yaitu bahasa yang dipakai kaum Anshar di zaman Jahiliyyah, dan karenanya dilarang oleh ayat ini (S. 2: 104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Atha'.)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa sesungguhnya orang Arab apabila bercakap dengan salah seorang temannya berkata: "Ari'na sam'aka." Kemudian mereka dilarang menggunakan kata-kata itu dengan turunnya ayat ini (S. 2:104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abil-'Aliah.)
105. Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar. 
 

Jumat, 09 Maret 2012

Al Baqarah 101-105

101. Dan setelah datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab) yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab (Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah).

102. Dan mereka mengikuti apa[76] yang dibaca oleh syaitan-syaitan[77] pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat[78] di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya[79]. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. Asbabun nuzul


[77]. Syaitan-syaitan itu menyebarkan berita-berita bohong, bahwa Nabi Sulaiman menyimpan lembaran-lembaran sihir (Ibnu Katsir).

[78]. Para mufassirin berlainan pendapat tentang yang dimaksud dengan 2 orang malaikat itu. Ada yang berpendapat, mereka betul-betul Malaikat dan ada pula yang berpendapat orang yang dipandang saleh seperti Malaikat dan ada pula yang berpendapat dua orang jahat yang pura-pura saleh seperti Malaikat.

[79]. Berbacam-macam sihir yang dikerjakan orang Yahudi, sampai kepada sihir untuk mencerai-beraikan masyarakat seperti mencerai-beraikan suami isteri.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum Yahudi berkata: "Lihatlah Muhammad yang mencampur-baurkan antara haq dengan bathil, yaitu menerangkan Sulaiman (Nabi) digolongkan pada kelompok nabi-nabi, padahal ia seorang ahli sihir yang mengendarai angin." Maka Allah menurunkan ayat tersebut di atas (S. 2: 102) yang menegaskan bahwa kaum Yahudi lebih mempercayai syaitan daripada iman kepada Allah SWT.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Syahr bin Hausyab.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Yahudi bertanya kepada Nabi SAW beberapa kali tentang beberapa hal dalam Taurat. Semua pertanyaan mengenai isi Taurat, dijawab oleh Allah dengan menurunkan ayat. Ketika itu mereka menganggap bahwa ayat tersebut dirasakan sebagai bantahan terhadap mereka. Mereka berkata dengan sesamanya: "Orang ini lebih mengetahui daripada kita tentang apa yang diturunkan kepada kita." Di antara masalah yang ditanyakan kepada Nabi SAW ialah tentang sihir. Dan mereka berbantah-bantahanlah dengan Rasulullah tentang hal itu. Maka Allah menurunkan ayat ini (S. 2: 102) berkenaan dengan peristiwa tersebut.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abil-'Aliah.)
103. Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertakwa, (niscaya mereka akan mendapat pahala), dan sesungguhnya pahala dari sisi Allah adalah lebih baik, kalau mereka mengetahui.

104. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): "Raa'ina", tetapi katakanlah: "Unzhurna", dan "dengarlah". Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih[80]. Asbabun nuzul
[80]. Raa 'ina berarti: sudilah kiranya kamu memperhatikan kami. Di kala para sahabat menghadapkan kata ini kepada Rasulullah, orang Yahudipun memakai kata ini dengan digumam seakan-akan menyebut Raa'ina padahal yang mereka katakan ialah Ru'uunah yang berarti kebodohan yang sangat, sebagai ejekan kepada Rasulullah. Itulah sebabnya Tuhan menyuruh supaya sahabat-sahabat menukar perkataan Raa'ina dengan Unzhurna yang juga sama artinya dengan Raa'ina.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa dua orang Yahudi bernama Malik bin Shaif dan Rifa'ah bin Zaid, apabila bertemu dengan Nabi SAW mereka mengucapkan: "Ra'ina sam'aka was ma' ghaira musmai'in." Kaum Muslimin mengira bahwa kata-kata itu adalah ucapan ahli Kitab untuk menghormati Nabi-nabinya. Mereka pun mengucapkan kata-kata itu kepada Nabi SAW. Maka Allah menurunkan ayat ini (S. 2: 104) sebagai larangan untuk meniru-niru perbuatan kaum Yahudi.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari as-Suddi.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kata "Ra'ina" dalam bahasa Yahudi berarti caci maki yang jelek. Sehubungan dengan itu ada peristiwa sbb: Ketika kaum Yahudi mendengar sahabat-sahabat Nabi SAW memakai perkataan itu (Ra'ina) mereka sengaja mengumumkan agar perkataan itu biasa dipergunakan dan ditujukan kepada Nabi SAW. Apabila para shahabat Nabi mempergunakan kata-kata itu, maka mereka menertawakannya. Maka turunlah ayat ini (S. 2: 104). Ketika salah seorang shahabat, yaitu Sa'd bin Mu'adz mendengar ayat ini, berkatalah ia kepada kaum Yahudi: "Hai musuh-musuh Allah! Jika aku mendengar perkataan itu diucapkan oleh salah seorang di antaramu sesudah pertemuan ini akan kupenggal batang lehernya."
(Diriwayatkan oleh Abu Na'im di dalam kitab ad-Dala'il dari as-Suddi as-Shaghir, dari al-Kalbi, dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abbas.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 104) ketika seorang laki-laki berkata: "Ari'na sam'aka".
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari ad-Dlahhak.)

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa pada waktu itu ada beberapa orang Yahudi yang mengatakan: "Ari'na sam'aka" yang ditiru oleh beberapa orang Islam. Akan tetapi Allah membencinya dengan menurunkan ayat ini (S. 2: 104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Athiyyah.)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika kaum Muslimin mengucapkan "Ra'ina sam'aka", datanglah kaum Yahudi dan berkata seperti itu. Maka turunlah ayat ini (S. 2:104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat ini (S. 2: 10) sehubungan dengan ucapan "ra'ina", yaitu bahasa yang dipakai kaum Anshar di zaman Jahiliyyah, dan karenanya dilarang oleh ayat ini (S. 2: 104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Atha'.)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa sesungguhnya orang Arab apabila bercakap dengan salah seorang temannya berkata: "Ari'na sam'aka." Kemudian mereka dilarang menggunakan kata-kata itu dengan turunnya ayat ini (S. 2:104).
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Abil-'Aliah.)
105. Orang-orang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya (kenabian); dan Allah mempunyai karunia yang besar. 
 
 

Thinkmii Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez