Senin, 27 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (23)

Diposting oleh Rahmi Andriyani Syam di 07.55
Tipu-daya  inilah  yang  sudah  terjadi.  Dan  terjadinya  ini
terhadap orang semacam Hamzah, orang yang cepat  marah.  Untuk
menghentikan  pertempuran tidak cukup hanya dengan perantaraan
seorang pemisah yang mengajak berdamai padahal  belum  terjadi
suatu  kontak senjata. Kemudian berhentinya pertempuran itupun
dengan terhormat, dengan  suatu  siasat  yang  sudah  teratur,
dengan  taktik  yang  jelas  bermaksud  mencapai tujuan-tujuan
tertentu, yakni seperti yang sudah kita sebutkan -  dari  satu
segi  guna  menakut-nakuti  pihak  Yahudi,  dan dari segi lain
suatu usaha ke arah persetujuan  dengan  pihak  Quraisy  untuk
memberikan kebebasan yang penuh dalam menjalankan dakwah agama
serta upacara-upacara keagamaan, yang sebenarnya memang  tidak
perlu sampai terjadi perang.
 
Akan  tetapi  ini  tidak  berarti,  bahwa Islam menolak perang
dalam hal membela diri dan membela  keyakinan  terhadap  siapa
saja  yang  hendak  memperdayanya.  Sekali-kali  tidak. Bahkan
Islam mewajibkan pembelaan demikian ini. Tetapi artinya, Islam
masa  itu,  juga  sekarang  dan  demikian  pula seterusnya, ia
menolak perang permusuhan.
 
"Dan janganlah kamu melakukan pelanggaran (agresi) sebab Allah
tidak  menyukai  orang-orang yang melakukan pelanggaran." (Qur
an, 2: 190)
 
Apabila kepada Muhajirin pada waktu  itu  dibenarkan  menuntut
harta-benda  mereka  yang  telah  ditahan  oleh Quraisy ketika
mereka hijrah,  maka  membela  orang-orang  beriman  yang  mau
diperdaya dari agama mereka lebih-lebih lagi dibenarkan. Untuk
maksud inilah pertama sekali hukum perang itu diundangkan.
 
Bukti terhadap hal ini ialah adanya ayat-ayat yang  diturunkan
sehubungan dengan satuan Abdullah ibn Jahsy. Dalam bulan Rajab
tahun itu ia dikirimkan oleh Rasulullah bersama-sama  beberapa
orang  Muhajirin, dan sepucuk surat diberikan kepadanya dengan
perintah  untuk  tidak  dibuka  sebelum  mencapai   dua   hari
perjalanan. Ia menjalankan perintah itu. Kawan-kawannyapun tak
ada yang dipaksanya. Dua hari kemudian Abdullah membuka  surat
itu,  yang  berbunyi: "Kalau sudah kaubaca surat ini, teruskan
perjalananmu sampai ke Nakhla (antara  Mekah  dan  Ta'if)  dan
awasi keadaan mereka. Kemudian beritahukan kepada kami."
 
Disampaikannya  hal  ini  kepada  kawan-kawannya dan bahwa dia
tidak  memaksa  siapapun.  Kemudian  mereka  semua   berangkat
meneruskan  perjalanan,  kecuali  Said  b.  Abi  Waqqash (Banu
Zuhra) dan 'Utba b.  Ghazwan  yang  ketika  itu  sedang  pergi
mencari untanya yang sesat tapi oleh pihak Quraisy mereka lalu
ditawan.
 
Sekarang  Abdullah  dan  rombongannya  meneruskan   perjalanan
sampai  ke  Nakhla.  Di  tempat  inilah  mereka bertemu dengan
kafilah Quraisy yang dipimpin oleh 'Amr bin'l-Hadzrami  dengan
membawa   barang-barang   dagangan.  Waktu  itu  akhir  Rajab.
Teringat oleh Abdullah b. Jahsy dan rombongannya dari kalangan
Muhajirin  akan  perbuatan  Quraisy  dahulu  serta harta-benda
mereka yang telah  dirampas.  Mereka  berunding.  "Kalau  kita
biarkan  mereka  malam  ini mereka akan sampai di Mekah dengan
bersenang-senang. Tapi kalau mereka kita gempur, berarti  kita
menyerang dalam bulan suci,2" kata mereka.
 
Mereka   maju-mundur,  masih  takut-takut  akan  maju.  Tetapi
kemudian mereka memberanikan diri dan sepakat akan  bertempur,
siapa  saja  yang  mampu  dan mengambil apa saja yang ada pada
mereka.  Salah  seorang  anggota  rombongan   itu   melepaskan
panahnya dan mengenai 'Amr bin'l-Hadzrami yang kemudian tewas.
Kaum Muslimin menawan dua orang dari Quraisy.
 
Sesampainya di Medinah Abdullah b. Jahsy membawa  kafilah  dan
kedua  orang  tawanannya  itu  kepada Rasul, dan kelima barang
rampasan itu diserahkan mereka kepada Muhammad. Tetapi setelah
melihat  mereka  ini ia berkata, "Aku tidak memerintahkan kamu
berperang dalam bulan suci."
 
Kafilah dan kedua tawanan itu ditolaknya. Samasekali ia  tidak
mau  menerima.  Abdullah  b.  Jahsy  dan teman-temannya merasa
kebingungan sekali. Teman-teman sejawat mereka  dari  kalangan
Musliminpun sangat menyalahkan tindakan mereka itu.
 
Kesempatan    ini    oleh   Quraisy   sekarang   dipergunakan.
Disebarkannya provokasi kesegenap penjuru, bahwa Muhammad  dan
kawan-kawannya  telah melanggar bulan suci, menumpahkan darah,
merampas harta-benda dan menawan orang. Karena itu orang-orang
Islam   yang   berada   di   Mekahpun   lalu  menjawab,  bahwa
saudara-saudara mereka seagama yang  kini  hijrah  ke  Medinah
melakukan  itu  dalam  bulan  Sya'ban. Lalu datang orang-orang
Yahudi turut mengobarkan  api  fitnah.  Ketika  itulah  datang
firman Tuhan:
 
"Mereka  bertanya  kepadamu  tentang  perang dalam bulan suci.
Katakanlah:  "Perang  selama  itu  adalah  soal  (pelanggaran)
besar.   Tetapi   menghalangi   orang  dari  jalan  Allah  dan
mengingkari-Nya, menghalangi orang memasuki  Mesjid  Suci  dan
mengusir   orang   dari   sana,   bagi   Allah   lebih   besar
(pelanggarannya). Fitnah itu lebih besar dan  pembunuhan.  Dan
mereka  akan  tetap  memerangi  kamu,  sampai  mereka berhasil
memalingkan kamu dari agamamu, kalau mereka sanggup." (Qur'an,
2: 217)
 
Dengan  adanya  keterangan  Qur'an  dalam  soal  ini hati kaum
Muslimin merasa lega kembali. Penyelesaian kafilah  dan  kedua
orang  tawanan  itu  kini  di  tangan Nabi, yang kemudian oleh
Quraisy akan ditebus kembali. Tetapi kata Nabi:
 
"Kami takkan menerima penebusan kamu,  sebelum  kedua  sahabat
kami  kembali  -  yakni  Sa'd  b.  Abi  Waqqash  dan 'Utba ibn
Ghazwan. Kami kuatirkan mereka  di  tangan  kamu.  Kalau  kamu
bunuh mereka, kawan-kawanmu inipun akan kami bunuh."
 
Setelah  Said  dan  'Utba  kembali,  Nabi mau menerima tebusan
kedua tawanan itu.  Tapi  salah  seorang  dari  mereka,  yaitu
Al-Hakam  b. Kaisan masuk Islam dan tinggal di Medinah, sedang
yang seorang lagi kembali kepada kepercayaan nenek-moyangnya.
 
Pasukan Abdullah b. Jahsy ini dan ayat  suci  yang  diturunkan
karenanya itu, patut sekali kita pelajari. Menurut hemat kami,
ini adalah  suatu  persimpangan  jalan  dalam  politik  Islam.
Kejadian  ini  merupakan  peristiwa  baru, yang memperlihatkan
adanya jiwa yang kuat dan luhur, suatu kekuatan yang  bersifat
insani,  meliputi  seluk-beluk  kehidupan  material, moral dan
spiritual. Ia begitu kuat dan  luhur  dalam  tujuannya  hendak
mencapai  kesempurnaan. Quran memberikan jawaban kepada mereka
yang ikut bertanya tentang perang dalam bulan suci: adalah itu
termasuk pelanggaran-pelanggaran besar, yang diiakan bahwa itu
memang masalah besar. Tetapi ada yang lebih  besar  dari  itu.
Menghalangi  orang  dari  jalan  Allah  serta  mengingkari-Nya
adalah lebih besar dari  perang  dan  pembunuhan  dalam  bulan
suci,  dan memaksa orang meninggalkan agamanya dengan ancaman,
dengan bujukan atau  kekerasan  adalah  lebih  besar  daripada
membunuh  orang  dalam bulan suci atau bukan dalam bulan suci.
Orang-orang musyrik dan Quraisy yang  telah  menyalahkan  kaum
Muslimin  karena  mereka  melakukan  perang  dalam  bulan suci
mereka akan selalu memerangi umat Islam supaya berpaling  dari
agamanya  bila  mereka  sanggup.  Apabila  pihak  Quraisy  dan
orang-orang      musyrik       itu       semua       melakukan
pelanggaran-pelanggaran  ini,  menghalangi  orang  dari  jalan
Allah dan mengingkariNya,  apabila  mereka  ternyata  mengusir
orang  dari  Mesjid  Suci,  memperdayakan orang dari agamanya,
maka jangan disalahkan orang yang  menjadi  korban  penindasan
dan  pelanggaran itu bila ia juga memerangi mereka dalam bulan
suci. Tetapi bagi orang yang tidak mengalami beban penderitaan
ini,   melakukan   perang   dalam   bulan  suci  memang  suatu
pelanggaran.
 
Fitnah itu lebih besar dari pembunuhan. Memang  benar.  Bahkan
barangsiapa melihat orang lain mencoba membujuk atau memfitnah
orang dari agamanya atau mengalangi dari jalan Allah ia  harus
berjuang  demi  Allah  melawan  fitnah  itu sampai agama dapat
diselamatkan. Di sinilah  kalangan  Orientalis  dan  misi-misi
penginjil   itu   mengangkat   suara   keras-keras:   Lihatlah
tuan-tuan!  Muhammad  dan  agamanya  itu  menganjurkan   orang
berperang dan berjuang demi Allah (aljihad fi sabilillah) atau
memaksa orang masuk Islam dengan  pedang.  Bukankah  ini  yang
namanya  fanatik?  Sedang  agama Kristen tidak mengenal adanya
peperangan dan membenci perang. Sebaliknya malah  menganjurkan
toleransi, memperkuat tali persaudaraan antara sesama manusia,
untuk Tuhan dan untuk Jesus.
 
Sebenarnya saya tidak ingin berdebat dengan mereka, kalau saya
mengutip sebuah kalimat saja dalam Injil: "Bukannya Aku datang
membawa keamanan, melainkan pedang" dan seterusnya juga  tidak
tentang  arti  yang  terkandung  dalam  kalimat tersebut. Umat
Islam mengakui agama Isa itu seperti  sudah  disebutkan  dalam
Qur'an.  Tetapi  yang  terutama  perlu  saya  sampaikan  ialah
menjawab kata-kata mereka: Muhammad dan agamanya  menganjurkan
perang dan memaksa orang masuk Islam dengan pedang. Ini adalah
suatu kebohongan yang ditolak oleh Qur'an:
 
"Tak ada pemaksaan dalam agama. Sudah jelas  mana  jalan  yang
benar, mana yang salah." (Qur'an, 2: 256)
 
"Berjuanglah  kamu  untuk  Allah melawan mereka yang memerangi
kamu. Tetapi janganlah  kamu  melakukan  pelanggaran  (agresi)
sebab   Allah   tidak   menyukai  orang-orang  yang  melakukan
pelanggaran ." (Qur'an, 2: 190)
 
Dan masih banyak ayat-ayat lain selain dari  kedua  ayat  suci
tersebut.
 
Dalam arti yang sebenarnya, berjuang demi Allah, ialah seperti
disebutkan dalam ayat-ayat yang kita kutip tadi dan yang turun
sehubungan  dengan  pasukan Abdullah b. Jahsy, yaitu memerangi
mereka  yang  membuat  fitnah  dan  membujuk  si  Muslim  dari
agamanya  atau  mengalanginya  dari  jalan Allah. Perang dalam
arti untuk kebebasan berdakwah agama. Atau  dengan  kata  lain
menurut  bahasa  sekarang:  Mempertahankan idea dengan senjata
yang dipergunakan oleh pihak yang memerangi idea itu.  Apabila
ada  seseorang  yang  hendak  membujuk orang lain dengan jalan
propaganda dan  logika  tanpa  memaksanya  dengan  atau  tanpa
kekerasan   melalui  cara-cara  suap-menyuap  atau  penyiksaan
dengan maksud supaya orang itu meninggalkan ideanya  -    maka
sudah   tentu  ia  akan  menghadapi  orang  itu  dengan  jalan
menggugurkan argumen dan logikanya tadi.
 
Tetapi, apabila dalam usahanya menghadapi  orang  dan  ideanya
itu  ia  menggunakan  kekerasan senjata maka kekerasan senjata
itupun harus  dilawan  dengan  kekerasan  senjata  pula,  bila
memang  mampu  ia  berbuat  begitu. Tidak lain sebabnya ialah,
karena harga diri manusia itu tersimpul  hanya  dalam  sepatah
kata  saja, yaitu: akidahnya. Akidah itu lebih berharga - bagi
orang  yang  mengenal  arti  kemanusiaan  -  daripada   harta,
daripada  kekayaan,  kekuasaan  dan daripada hidupnya sendiri;
hidup materi yang sama-sama dimiliki oleh manusia  dan  hewan,
sama-sama  makan  dan  minum,  mengalami pertumbuhan tubuh dan
enersi. Akidah adalah suatu komunikasi  moral  antara  manusia
dengan  manusia,  dan  komunikasi rohani antara manusia dengan
Tuhan. Nasib inilah yang  telah  memberikan  kelebihan  kepada
manusia di atas makhluk lain dalam hidup ini, yang membuat dia
mencintai sesamanya  seperti  mencintai  dirinya  sendiri.  Ia
mengutamakan orang yang hidup sengsara, hidup miskin dan tidak
punya, daripada keluarganya sendiri, meskipun keluarganya  itu
sedang  dalam kekurangan. Ia mengadakan komunikasi dengan alam
semesta   supaya   bekerja   secara   tekun,   supaya    dapat
mengantarkannya  kepada  kesempurnaan hidup seperti yang sudah
diberikan Tuhan kepadanya
 
Apabila akidah yang semacam ini yang ada  pada  manusia,  lalu
ada  orang  lain  yang mau membuat fitnah, mau menceraikannya,
sedang dia tak dapat membela diri, ia  harus  berbuat  seperti
dilakukan  orang-orang  Islam  dulu  sebelum  mereka hijrah ke
Medinah.  Dideritanya  segala  perbuatan   kejam   dan   serba
kekerasan    itu,    dihadapinya    segala    penghinaan   dan
ketidakadilan, dengan hati yang tabah. Rasa  lapar  dan  serba
kekurangan  yang  bagaimanapun  juga  tidak sampai menghalangi
semangatnya berperang terus pada akidahnya.
 
Inilah yang telah dilakukan oleh orang-orang Islam dahulu, dan
ini pula yang telah dilakukan oleh orang-orang Kristen dahulu.
 
Akan  tetapi  mereka  yang  tabah  mempertahankan  akidah  itu
bukanlah   orang-orang   kebanyakan.   Mereka   terdiri   dari
manusia-manusia terpilih, yang telah diberi kekuatan iman oleh
Tuhan, sehingga karenanya akan terasa kecil segala siksaan dan
kekejaman   yang   dialaminya,  sehingga  dapat  ia  meratakan
gunung-gunung, dan apa yang dikatakannya kepada gunung  supaya
pindah  dari  tempatnya, gunung itu akan pindah - seperti kata
Injil juga. Tetapi jika orang menangkis fitnah dengan  senjata
yang  dipakai  membuat fitnah itu dan dapat menolak pihak yang
akan  menghalanginya  dari  jalan  Allah  dengan   cara   yang
dipakainya  itu pula, maka orang itu harus melakukannya. Kalau
tidak ini berarti, akidahnya  masih  goyah,  imannyapun  masih
lemah.
 
Inilah    yang    telah    dilakukan    oleh    Muhammad   dan
sahabat-sahabatnya setelah keadaannya di Medinah mulai stabil.
Dan  ini  pula  yang  telah dilakukan oleh orang-orang Kristen
setelah kekuasaan mereka di  Rumawi  dan  Rumawi  Timur  mulai
stabil,  dan  sesudah  hati maharaja-maharaja Rumawi itu mulai
pula lunak terhadap agama Kristen.
 
Misi-misi penginjil  itu  berkata:  Tetapi  jiwa  Kristen  itu
secara  mutlak  menjauhkan  diri dari peperangan. Di sini saya
tidak bermaksud membahas benar tidaknya  kata-kata  itu.  Akan
tetapi  di  hadapan  kita  sejarah  Kristen  adalah saksi yang
jujur, juga di hadapan kita sejarah Islam  adalah  saksi  yang
jujur  pula.  Sejak  masa  permulaan agama Kristen hingga masa
kita sekarang ini seluruh penjuru bumi telah berlumuran  darah
atas  nama  Almasih. Telah dilumuri oleh Rumawi, dilumuri oleh
bangsa-bangsa Eropa semua. Perang-perang Salib terjadi  karena
dikobarkan  oleh  orang-orang Kristen, bukan oleh orang Islam.
Mengalirnya pasukanpasukan tentara sejak  ratusan  tahun  dari
Eropa  menuju  daerah-daerah  Islam di Timur, adalah atas nama
Salib: peperangan, pembunuhan, pertumpahan darah.  Dan  setiap
kali,  paus-paus  sebagai  pengganti Jesus, memberi berkah dan
restu kepada pasukan-pasukan tentara itu, yang  bergerak  maju
hendak  menguasai  Bait'l-Maqdis (Yerusalem) dan tempat-tempat
suci Kristen lainnya.
 
Adakah barangkali paus-paus itu semua orang-orang  yang  sudah
menyimpang  dari agamanya (heretik) ataukah kekristenan mereka
itu yang palsu? Ataukah juga karena mereka itu pembual-pembual
yang bodoh, tidak mengetahui bahwa agama Kristen secara mutlak
menjauhkan diri dari perang? Atau  akan  berkata:  Itu  adalah
Abad Pertengahan, abad kegelapan; janganlah agama Kristen juga
yang diprotes. Kalau itu juga yang kadang mereka katakan, maka
abad  keduapuluh  ini,  masa  kita hidup sekarang inipun, yang
biasa disebut abad kemajuan dan humanisma  -  toh  dunia  juga
telah  mengalami  nasib  seperti  yang  dialami oleh Abad-abad
Pertengahan yang gelap itu. Sebagai wakil Sekutu  -  Inggeris,
Perancis,  Itali,  Rumania dan Amerika Lord Allenby berkata di
Yerusalem, pada penutup Perang Dunia Pertama, ketika kota  itu
didudukinya  dalam  tahun  1918:  "Sekarang Perang Salib sudah
selesai."

Apabila di kalangan orang-orang Kristen ada  orang-orang  suci
yang dalam berbagai zaman menolak adanya perang dan dalam arti
persaudaraan insani mereka telah  mencapai  puncaknya,  bahkan
persaudaraannya  dengan  unsur-unsur  alam  semesta,  maka  di
kalangan kaum Muslimin juga ada orang-orang suci, yang jiwanya
sudah  begitu  luhur.  Mereka mengadakan komunikasi dalam arti
persaudaraan, kasih-sayang dan  emanasi  dengan  alam  semesta
ini,  dengan  jiwa  yang  sudah sarat oleh pengertian kesatuan
wujud. Tetapi  orang-orang  suci  itu  -  baik  dari  kalangan
Kristen  atau  Islam  -  kalaupun  mereka  sudah  mencerminkan
cita-cita  yang  luhur,  namun  mereka  tidak   menterjemahkan
kehidupan  insani  dalam  perkembangannya  yang  terus-menerus
serta  dalam  perjuangannya   mencapai   kesempurnaan,   yakni
kesempurnaan  yang  hendak  kita  coba  mencerminkannya.  Lalu
pikiran kita terhenti, imajinasi kita  terhenti,  tanpa  dapat
kita  pahami  seteliti-telitinya, meskipun dalam menggambarkan
itu kita sudah  cukup  mengambil  risiko  sebagai  pendahuluan
usaha kita kearah itu.
 
Dan  kini  sudah lampau masa seribu tiga ratus limapuluh tujuh
tahun sejak hijrahnya Nabi dari Mekah ke Yathrib  itu.  Tetapi
meskipun  begitu dalam berbagai zaman manusia makin hebat juga
berlumba-lumba  melakukan  perang,   membuat   senjata-senjata
jahanam  dan  fatal.  Kata-kata  mencegah  perang, penghapusan
persenjataan dan menunjuk badan arbitrasi,  tidak  lebih  dari
kata-kata  yang  biasa  diucapkan  pada setiap selesai perang,
waktu bangsa-bangsa  sedang  mengalami  kehancuran.  Atau  ini
hanya  serangkaian propaganda yang dilontarkan ketengah-tengah
kehidupan oleh orang-orang yang sampai sekarang belum mampu  -
dan siapa tahu barangkali takkan pernah mampu - mewujudkan hal
ini, mewujudkan perdamaian yang sebenarnya, perdamaian  dengan
rasa  persaudaraan dan rasa keadilan, sebagai ganti perdamaian
bersenjata, sebagai lambang perang yang akan mengantarkan kita
kepada kehancuran.

Islam  bukan  agama  ilusi  dan  khayal, juga bukan agama yang
terbatas mengajak individu saja  mencapai  kesempurnaan,  tapi
Islam  adalah  agama  kodrat (fitrah), yang dengan itu seluruh
umat manusia, dalam arti individu dan masyarakat, dikodratkan.
Ia  adalah agama yang didasarkan pada kebenaran, kebebasan dan
tata-tertib. Dan oleh  karena  perang  adalah  kodrat  manusia
juga, maka membersihkan atau mengoreksi pikiran tentang perang
dalam  jiwa  kita  lalu  menempatkannya  kedalam   batas-batas
kemampuan  manusia  yang  maksimal,  adalah  cara yang mungkin
dapat  dicapai  oleh  kodrat  manusia  itu,  dan   yang   akan
melahirkan  kelangsungan  evolusi  hidup  umat  manusia  dalam
mencapai kebaikan dan kesempurnaannya.
 
Koreksi atas  konsepsi  perang  ini  yang  paling  baik  ialah
hendaknya  jangan  sampai terjadi perang kecuali untuk membela
diri, membela keyakinan dan kebebasan berpikir serta  berusaha
kearah  itu.  Hendaknya  rasa  harga  diri umat manusia secara
integral benar-benar dipelihara.
 
Inilah yang sudah. menjadi ketentuan Islam seperti yang  sudah
kita  lihat  dan  yang akan kita lihat nanti. Ini pulalah yang
digariskan oleh Qur'an seperti yang sudah dan yang  akan  kita
kemukakan  kepada  pembaca  mengenai peristiwa-peristiwa serta
hubungannya maka Qur'an itu diturunkan.
 
Catatan kaki:
 
 1 sariya suatu pasukan pilihan dalam satuan tentara,
   paling banyak 400 orang.
   
 2 Harfiah, asy-syahr'l-haram, bulan terlarang, bulan
   suci, yakni dilarang mengadakan peperangan menurut
   adat Arab, yang berlaku selama bulan-bulan Zulkaidah,
   Zulhijah, dan Muharam, juga dalam bulan Rajab (A).
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah

Senin, 27 Februari 2012

Sejarah Hidup Muhammad (23)

Tipu-daya  inilah  yang  sudah  terjadi.  Dan  terjadinya  ini
terhadap orang semacam Hamzah, orang yang cepat  marah.  Untuk
menghentikan  pertempuran tidak cukup hanya dengan perantaraan
seorang pemisah yang mengajak berdamai padahal  belum  terjadi
suatu  kontak senjata. Kemudian berhentinya pertempuran itupun
dengan terhormat, dengan  suatu  siasat  yang  sudah  teratur,
dengan  taktik  yang  jelas  bermaksud  mencapai tujuan-tujuan
tertentu, yakni seperti yang sudah kita sebutkan -  dari  satu
segi  guna  menakut-nakuti  pihak  Yahudi,  dan dari segi lain
suatu usaha ke arah persetujuan  dengan  pihak  Quraisy  untuk
memberikan kebebasan yang penuh dalam menjalankan dakwah agama
serta upacara-upacara keagamaan, yang sebenarnya memang  tidak
perlu sampai terjadi perang.
 
Akan  tetapi  ini  tidak  berarti,  bahwa Islam menolak perang
dalam hal membela diri dan membela  keyakinan  terhadap  siapa
saja  yang  hendak  memperdayanya.  Sekali-kali  tidak. Bahkan
Islam mewajibkan pembelaan demikian ini. Tetapi artinya, Islam
masa  itu,  juga  sekarang  dan  demikian  pula seterusnya, ia
menolak perang permusuhan.
 
"Dan janganlah kamu melakukan pelanggaran (agresi) sebab Allah
tidak  menyukai  orang-orang yang melakukan pelanggaran." (Qur
an, 2: 190)
 
Apabila kepada Muhajirin pada waktu  itu  dibenarkan  menuntut
harta-benda  mereka  yang  telah  ditahan  oleh Quraisy ketika
mereka hijrah,  maka  membela  orang-orang  beriman  yang  mau
diperdaya dari agama mereka lebih-lebih lagi dibenarkan. Untuk
maksud inilah pertama sekali hukum perang itu diundangkan.
 
Bukti terhadap hal ini ialah adanya ayat-ayat yang  diturunkan
sehubungan dengan satuan Abdullah ibn Jahsy. Dalam bulan Rajab
tahun itu ia dikirimkan oleh Rasulullah bersama-sama  beberapa
orang  Muhajirin, dan sepucuk surat diberikan kepadanya dengan
perintah  untuk  tidak  dibuka  sebelum  mencapai   dua   hari
perjalanan. Ia menjalankan perintah itu. Kawan-kawannyapun tak
ada yang dipaksanya. Dua hari kemudian Abdullah membuka  surat
itu,  yang  berbunyi: "Kalau sudah kaubaca surat ini, teruskan
perjalananmu sampai ke Nakhla (antara  Mekah  dan  Ta'if)  dan
awasi keadaan mereka. Kemudian beritahukan kepada kami."
 
Disampaikannya  hal  ini  kepada  kawan-kawannya dan bahwa dia
tidak  memaksa  siapapun.  Kemudian  mereka  semua   berangkat
meneruskan  perjalanan,  kecuali  Said  b.  Abi  Waqqash (Banu
Zuhra) dan 'Utba b.  Ghazwan  yang  ketika  itu  sedang  pergi
mencari untanya yang sesat tapi oleh pihak Quraisy mereka lalu
ditawan.
 
Sekarang  Abdullah  dan  rombongannya  meneruskan   perjalanan
sampai  ke  Nakhla.  Di  tempat  inilah  mereka bertemu dengan
kafilah Quraisy yang dipimpin oleh 'Amr bin'l-Hadzrami  dengan
membawa   barang-barang   dagangan.  Waktu  itu  akhir  Rajab.
Teringat oleh Abdullah b. Jahsy dan rombongannya dari kalangan
Muhajirin  akan  perbuatan  Quraisy  dahulu  serta harta-benda
mereka yang telah  dirampas.  Mereka  berunding.  "Kalau  kita
biarkan  mereka  malam  ini mereka akan sampai di Mekah dengan
bersenang-senang. Tapi kalau mereka kita gempur, berarti  kita
menyerang dalam bulan suci,2" kata mereka.
 
Mereka   maju-mundur,  masih  takut-takut  akan  maju.  Tetapi
kemudian mereka memberanikan diri dan sepakat akan  bertempur,
siapa  saja  yang  mampu  dan mengambil apa saja yang ada pada
mereka.  Salah  seorang  anggota  rombongan   itu   melepaskan
panahnya dan mengenai 'Amr bin'l-Hadzrami yang kemudian tewas.
Kaum Muslimin menawan dua orang dari Quraisy.
 
Sesampainya di Medinah Abdullah b. Jahsy membawa  kafilah  dan
kedua  orang  tawanannya  itu  kepada Rasul, dan kelima barang
rampasan itu diserahkan mereka kepada Muhammad. Tetapi setelah
melihat  mereka  ini ia berkata, "Aku tidak memerintahkan kamu
berperang dalam bulan suci."
 
Kafilah dan kedua tawanan itu ditolaknya. Samasekali ia  tidak
mau  menerima.  Abdullah  b.  Jahsy  dan teman-temannya merasa
kebingungan sekali. Teman-teman sejawat mereka  dari  kalangan
Musliminpun sangat menyalahkan tindakan mereka itu.
 
Kesempatan    ini    oleh   Quraisy   sekarang   dipergunakan.
Disebarkannya provokasi kesegenap penjuru, bahwa Muhammad  dan
kawan-kawannya  telah melanggar bulan suci, menumpahkan darah,
merampas harta-benda dan menawan orang. Karena itu orang-orang
Islam   yang   berada   di   Mekahpun   lalu  menjawab,  bahwa
saudara-saudara mereka seagama yang  kini  hijrah  ke  Medinah
melakukan  itu  dalam  bulan  Sya'ban. Lalu datang orang-orang
Yahudi turut mengobarkan  api  fitnah.  Ketika  itulah  datang
firman Tuhan:
 
"Mereka  bertanya  kepadamu  tentang  perang dalam bulan suci.
Katakanlah:  "Perang  selama  itu  adalah  soal  (pelanggaran)
besar.   Tetapi   menghalangi   orang  dari  jalan  Allah  dan
mengingkari-Nya, menghalangi orang memasuki  Mesjid  Suci  dan
mengusir   orang   dari   sana,   bagi   Allah   lebih   besar
(pelanggarannya). Fitnah itu lebih besar dan  pembunuhan.  Dan
mereka  akan  tetap  memerangi  kamu,  sampai  mereka berhasil
memalingkan kamu dari agamamu, kalau mereka sanggup." (Qur'an,
2: 217)
 
Dengan  adanya  keterangan  Qur'an  dalam  soal  ini hati kaum
Muslimin merasa lega kembali. Penyelesaian kafilah  dan  kedua
orang  tawanan  itu  kini  di  tangan Nabi, yang kemudian oleh
Quraisy akan ditebus kembali. Tetapi kata Nabi:
 
"Kami takkan menerima penebusan kamu,  sebelum  kedua  sahabat
kami  kembali  -  yakni  Sa'd  b.  Abi  Waqqash  dan 'Utba ibn
Ghazwan. Kami kuatirkan mereka  di  tangan  kamu.  Kalau  kamu
bunuh mereka, kawan-kawanmu inipun akan kami bunuh."
 
Setelah  Said  dan  'Utba  kembali,  Nabi mau menerima tebusan
kedua tawanan itu.  Tapi  salah  seorang  dari  mereka,  yaitu
Al-Hakam  b. Kaisan masuk Islam dan tinggal di Medinah, sedang
yang seorang lagi kembali kepada kepercayaan nenek-moyangnya.
 
Pasukan Abdullah b. Jahsy ini dan ayat  suci  yang  diturunkan
karenanya itu, patut sekali kita pelajari. Menurut hemat kami,
ini adalah  suatu  persimpangan  jalan  dalam  politik  Islam.
Kejadian  ini  merupakan  peristiwa  baru, yang memperlihatkan
adanya jiwa yang kuat dan luhur, suatu kekuatan yang  bersifat
insani,  meliputi  seluk-beluk  kehidupan  material, moral dan
spiritual. Ia begitu kuat dan  luhur  dalam  tujuannya  hendak
mencapai  kesempurnaan. Quran memberikan jawaban kepada mereka
yang ikut bertanya tentang perang dalam bulan suci: adalah itu
termasuk pelanggaran-pelanggaran besar, yang diiakan bahwa itu
memang masalah besar. Tetapi ada yang lebih  besar  dari  itu.
Menghalangi  orang  dari  jalan  Allah  serta  mengingkari-Nya
adalah lebih besar dari  perang  dan  pembunuhan  dalam  bulan
suci,  dan memaksa orang meninggalkan agamanya dengan ancaman,
dengan bujukan atau  kekerasan  adalah  lebih  besar  daripada
membunuh  orang  dalam bulan suci atau bukan dalam bulan suci.
Orang-orang musyrik dan Quraisy yang  telah  menyalahkan  kaum
Muslimin  karena  mereka  melakukan  perang  dalam  bulan suci
mereka akan selalu memerangi umat Islam supaya berpaling  dari
agamanya  bila  mereka  sanggup.  Apabila  pihak  Quraisy  dan
orang-orang      musyrik       itu       semua       melakukan
pelanggaran-pelanggaran  ini,  menghalangi  orang  dari  jalan
Allah dan mengingkariNya,  apabila  mereka  ternyata  mengusir
orang  dari  Mesjid  Suci,  memperdayakan orang dari agamanya,
maka jangan disalahkan orang yang  menjadi  korban  penindasan
dan  pelanggaran itu bila ia juga memerangi mereka dalam bulan
suci. Tetapi bagi orang yang tidak mengalami beban penderitaan
ini,   melakukan   perang   dalam   bulan  suci  memang  suatu
pelanggaran.
 
Fitnah itu lebih besar dari pembunuhan. Memang  benar.  Bahkan
barangsiapa melihat orang lain mencoba membujuk atau memfitnah
orang dari agamanya atau mengalangi dari jalan Allah ia  harus
berjuang  demi  Allah  melawan  fitnah  itu sampai agama dapat
diselamatkan. Di sinilah  kalangan  Orientalis  dan  misi-misi
penginjil   itu   mengangkat   suara   keras-keras:   Lihatlah
tuan-tuan!  Muhammad  dan  agamanya  itu  menganjurkan   orang
berperang dan berjuang demi Allah (aljihad fi sabilillah) atau
memaksa orang masuk Islam dengan  pedang.  Bukankah  ini  yang
namanya  fanatik?  Sedang  agama Kristen tidak mengenal adanya
peperangan dan membenci perang. Sebaliknya malah  menganjurkan
toleransi, memperkuat tali persaudaraan antara sesama manusia,
untuk Tuhan dan untuk Jesus.
 
Sebenarnya saya tidak ingin berdebat dengan mereka, kalau saya
mengutip sebuah kalimat saja dalam Injil: "Bukannya Aku datang
membawa keamanan, melainkan pedang" dan seterusnya juga  tidak
tentang  arti  yang  terkandung  dalam  kalimat tersebut. Umat
Islam mengakui agama Isa itu seperti  sudah  disebutkan  dalam
Qur'an.  Tetapi  yang  terutama  perlu  saya  sampaikan  ialah
menjawab kata-kata mereka: Muhammad dan agamanya  menganjurkan
perang dan memaksa orang masuk Islam dengan pedang. Ini adalah
suatu kebohongan yang ditolak oleh Qur'an:
 
"Tak ada pemaksaan dalam agama. Sudah jelas  mana  jalan  yang
benar, mana yang salah." (Qur'an, 2: 256)
 
"Berjuanglah  kamu  untuk  Allah melawan mereka yang memerangi
kamu. Tetapi janganlah  kamu  melakukan  pelanggaran  (agresi)
sebab   Allah   tidak   menyukai  orang-orang  yang  melakukan
pelanggaran ." (Qur'an, 2: 190)
 
Dan masih banyak ayat-ayat lain selain dari  kedua  ayat  suci
tersebut.
 
Dalam arti yang sebenarnya, berjuang demi Allah, ialah seperti
disebutkan dalam ayat-ayat yang kita kutip tadi dan yang turun
sehubungan  dengan  pasukan Abdullah b. Jahsy, yaitu memerangi
mereka  yang  membuat  fitnah  dan  membujuk  si  Muslim  dari
agamanya  atau  mengalanginya  dari  jalan Allah. Perang dalam
arti untuk kebebasan berdakwah agama. Atau  dengan  kata  lain
menurut  bahasa  sekarang:  Mempertahankan idea dengan senjata
yang dipergunakan oleh pihak yang memerangi idea itu.  Apabila
ada  seseorang  yang  hendak  membujuk orang lain dengan jalan
propaganda dan  logika  tanpa  memaksanya  dengan  atau  tanpa
kekerasan   melalui  cara-cara  suap-menyuap  atau  penyiksaan
dengan maksud supaya orang itu meninggalkan ideanya  -    maka
sudah   tentu  ia  akan  menghadapi  orang  itu  dengan  jalan
menggugurkan argumen dan logikanya tadi.
 
Tetapi, apabila dalam usahanya menghadapi  orang  dan  ideanya
itu  ia  menggunakan  kekerasan senjata maka kekerasan senjata
itupun harus  dilawan  dengan  kekerasan  senjata  pula,  bila
memang  mampu  ia  berbuat  begitu. Tidak lain sebabnya ialah,
karena harga diri manusia itu tersimpul  hanya  dalam  sepatah
kata  saja, yaitu: akidahnya. Akidah itu lebih berharga - bagi
orang  yang  mengenal  arti  kemanusiaan  -  daripada   harta,
daripada  kekayaan,  kekuasaan  dan daripada hidupnya sendiri;
hidup materi yang sama-sama dimiliki oleh manusia  dan  hewan,
sama-sama  makan  dan  minum,  mengalami pertumbuhan tubuh dan
enersi. Akidah adalah suatu komunikasi  moral  antara  manusia
dengan  manusia,  dan  komunikasi rohani antara manusia dengan
Tuhan. Nasib inilah yang  telah  memberikan  kelebihan  kepada
manusia di atas makhluk lain dalam hidup ini, yang membuat dia
mencintai sesamanya  seperti  mencintai  dirinya  sendiri.  Ia
mengutamakan orang yang hidup sengsara, hidup miskin dan tidak
punya, daripada keluarganya sendiri, meskipun keluarganya  itu
sedang  dalam kekurangan. Ia mengadakan komunikasi dengan alam
semesta   supaya   bekerja   secara   tekun,   supaya    dapat
mengantarkannya  kepada  kesempurnaan hidup seperti yang sudah
diberikan Tuhan kepadanya
 
Apabila akidah yang semacam ini yang ada  pada  manusia,  lalu
ada  orang  lain  yang mau membuat fitnah, mau menceraikannya,
sedang dia tak dapat membela diri, ia  harus  berbuat  seperti
dilakukan  orang-orang  Islam  dulu  sebelum  mereka hijrah ke
Medinah.  Dideritanya  segala  perbuatan   kejam   dan   serba
kekerasan    itu,    dihadapinya    segala    penghinaan   dan
ketidakadilan, dengan hati yang tabah. Rasa  lapar  dan  serba
kekurangan  yang  bagaimanapun  juga  tidak sampai menghalangi
semangatnya berperang terus pada akidahnya.
 
Inilah yang telah dilakukan oleh orang-orang Islam dahulu, dan
ini pula yang telah dilakukan oleh orang-orang Kristen dahulu.
 
Akan  tetapi  mereka  yang  tabah  mempertahankan  akidah  itu
bukanlah   orang-orang   kebanyakan.   Mereka   terdiri   dari
manusia-manusia terpilih, yang telah diberi kekuatan iman oleh
Tuhan, sehingga karenanya akan terasa kecil segala siksaan dan
kekejaman   yang   dialaminya,  sehingga  dapat  ia  meratakan
gunung-gunung, dan apa yang dikatakannya kepada gunung  supaya
pindah  dari  tempatnya, gunung itu akan pindah - seperti kata
Injil juga. Tetapi jika orang menangkis fitnah dengan  senjata
yang  dipakai  membuat fitnah itu dan dapat menolak pihak yang
akan  menghalanginya  dari  jalan  Allah  dengan   cara   yang
dipakainya  itu pula, maka orang itu harus melakukannya. Kalau
tidak ini berarti, akidahnya  masih  goyah,  imannyapun  masih
lemah.
 
Inilah    yang    telah    dilakukan    oleh    Muhammad   dan
sahabat-sahabatnya setelah keadaannya di Medinah mulai stabil.
Dan  ini  pula  yang  telah dilakukan oleh orang-orang Kristen
setelah kekuasaan mereka di  Rumawi  dan  Rumawi  Timur  mulai
stabil,  dan  sesudah  hati maharaja-maharaja Rumawi itu mulai
pula lunak terhadap agama Kristen.
 
Misi-misi penginjil  itu  berkata:  Tetapi  jiwa  Kristen  itu
secara  mutlak  menjauhkan  diri dari peperangan. Di sini saya
tidak bermaksud membahas benar tidaknya  kata-kata  itu.  Akan
tetapi  di  hadapan  kita  sejarah  Kristen  adalah saksi yang
jujur, juga di hadapan kita sejarah Islam  adalah  saksi  yang
jujur  pula.  Sejak  masa  permulaan agama Kristen hingga masa
kita sekarang ini seluruh penjuru bumi telah berlumuran  darah
atas  nama  Almasih. Telah dilumuri oleh Rumawi, dilumuri oleh
bangsa-bangsa Eropa semua. Perang-perang Salib terjadi  karena
dikobarkan  oleh  orang-orang Kristen, bukan oleh orang Islam.
Mengalirnya pasukanpasukan tentara sejak  ratusan  tahun  dari
Eropa  menuju  daerah-daerah  Islam di Timur, adalah atas nama
Salib: peperangan, pembunuhan, pertumpahan darah.  Dan  setiap
kali,  paus-paus  sebagai  pengganti Jesus, memberi berkah dan
restu kepada pasukan-pasukan tentara itu, yang  bergerak  maju
hendak  menguasai  Bait'l-Maqdis (Yerusalem) dan tempat-tempat
suci Kristen lainnya.
 
Adakah barangkali paus-paus itu semua orang-orang  yang  sudah
menyimpang  dari agamanya (heretik) ataukah kekristenan mereka
itu yang palsu? Ataukah juga karena mereka itu pembual-pembual
yang bodoh, tidak mengetahui bahwa agama Kristen secara mutlak
menjauhkan diri dari perang? Atau  akan  berkata:  Itu  adalah
Abad Pertengahan, abad kegelapan; janganlah agama Kristen juga
yang diprotes. Kalau itu juga yang kadang mereka katakan, maka
abad  keduapuluh  ini,  masa  kita hidup sekarang inipun, yang
biasa disebut abad kemajuan dan humanisma  -  toh  dunia  juga
telah  mengalami  nasib  seperti  yang  dialami oleh Abad-abad
Pertengahan yang gelap itu. Sebagai wakil Sekutu  -  Inggeris,
Perancis,  Itali,  Rumania dan Amerika Lord Allenby berkata di
Yerusalem, pada penutup Perang Dunia Pertama, ketika kota  itu
didudukinya  dalam  tahun  1918:  "Sekarang Perang Salib sudah
selesai."

Apabila di kalangan orang-orang Kristen ada  orang-orang  suci
yang dalam berbagai zaman menolak adanya perang dan dalam arti
persaudaraan insani mereka telah  mencapai  puncaknya,  bahkan
persaudaraannya  dengan  unsur-unsur  alam  semesta,  maka  di
kalangan kaum Muslimin juga ada orang-orang suci, yang jiwanya
sudah  begitu  luhur.  Mereka mengadakan komunikasi dalam arti
persaudaraan, kasih-sayang dan  emanasi  dengan  alam  semesta
ini,  dengan  jiwa  yang  sudah sarat oleh pengertian kesatuan
wujud. Tetapi  orang-orang  suci  itu  -  baik  dari  kalangan
Kristen  atau  Islam  -  kalaupun  mereka  sudah  mencerminkan
cita-cita  yang  luhur,  namun  mereka  tidak   menterjemahkan
kehidupan  insani  dalam  perkembangannya  yang  terus-menerus
serta  dalam  perjuangannya   mencapai   kesempurnaan,   yakni
kesempurnaan  yang  hendak  kita  coba  mencerminkannya.  Lalu
pikiran kita terhenti, imajinasi kita  terhenti,  tanpa  dapat
kita  pahami  seteliti-telitinya, meskipun dalam menggambarkan
itu kita sudah  cukup  mengambil  risiko  sebagai  pendahuluan
usaha kita kearah itu.
 
Dan  kini  sudah lampau masa seribu tiga ratus limapuluh tujuh
tahun sejak hijrahnya Nabi dari Mekah ke Yathrib  itu.  Tetapi
meskipun  begitu dalam berbagai zaman manusia makin hebat juga
berlumba-lumba  melakukan  perang,   membuat   senjata-senjata
jahanam  dan  fatal.  Kata-kata  mencegah  perang, penghapusan
persenjataan dan menunjuk badan arbitrasi,  tidak  lebih  dari
kata-kata  yang  biasa  diucapkan  pada setiap selesai perang,
waktu bangsa-bangsa  sedang  mengalami  kehancuran.  Atau  ini
hanya  serangkaian propaganda yang dilontarkan ketengah-tengah
kehidupan oleh orang-orang yang sampai sekarang belum mampu  -
dan siapa tahu barangkali takkan pernah mampu - mewujudkan hal
ini, mewujudkan perdamaian yang sebenarnya, perdamaian  dengan
rasa  persaudaraan dan rasa keadilan, sebagai ganti perdamaian
bersenjata, sebagai lambang perang yang akan mengantarkan kita
kepada kehancuran.

Islam  bukan  agama  ilusi  dan  khayal, juga bukan agama yang
terbatas mengajak individu saja  mencapai  kesempurnaan,  tapi
Islam  adalah  agama  kodrat (fitrah), yang dengan itu seluruh
umat manusia, dalam arti individu dan masyarakat, dikodratkan.
Ia  adalah agama yang didasarkan pada kebenaran, kebebasan dan
tata-tertib. Dan oleh  karena  perang  adalah  kodrat  manusia
juga, maka membersihkan atau mengoreksi pikiran tentang perang
dalam  jiwa  kita  lalu  menempatkannya  kedalam   batas-batas
kemampuan  manusia  yang  maksimal,  adalah  cara yang mungkin
dapat  dicapai  oleh  kodrat  manusia  itu,  dan   yang   akan
melahirkan  kelangsungan  evolusi  hidup  umat  manusia  dalam
mencapai kebaikan dan kesempurnaannya.
 
Koreksi atas  konsepsi  perang  ini  yang  paling  baik  ialah
hendaknya  jangan  sampai terjadi perang kecuali untuk membela
diri, membela keyakinan dan kebebasan berpikir serta  berusaha
kearah  itu.  Hendaknya  rasa  harga  diri umat manusia secara
integral benar-benar dipelihara.
 
Inilah yang sudah. menjadi ketentuan Islam seperti yang  sudah
kita  lihat  dan  yang akan kita lihat nanti. Ini pulalah yang
digariskan oleh Qur'an seperti yang sudah dan yang  akan  kita
kemukakan  kepada  pembaca  mengenai peristiwa-peristiwa serta
hubungannya maka Qur'an itu diturunkan.
 
Catatan kaki:
 
 1 sariya suatu pasukan pilihan dalam satuan tentara,
   paling banyak 400 orang.
   
 2 Harfiah, asy-syahr'l-haram, bulan terlarang, bulan
   suci, yakni dilarang mengadakan peperangan menurut
   adat Arab, yang berlaku selama bulan-bulan Zulkaidah,
   Zulhijah, dan Muharam, juga dalam bulan Rajab (A).
 
---------------------------------------------
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
 
oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 

Thinkmii Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez