Minggu, 11 Maret 2012

Sejarah Hidup Muhammad (34)

Diposting oleh Rahmi Andriyani Syam di 17.59
SEMENTARA  peristiwa-peristiwa  dalam dua bagian di atas itu
terjadi, Muhammad kawin dengan Zainab bt. Khuzaima, kemudian
kawin  dengan  Umm  Salama  bt.  Abi  Umayya  bin'l-Mughira,
selanjutnya kawin  lagi  dengan  Zainab  bt.  Jahsy  setelah
dicerai  oleh  Zaid  b.  Haritha.  Zaid  inilah  yang  telah
diangkat  sebagai  anak  oleh  Muhammad  setelah  dibebaskan
sebagai  budak sejak ia dibelikan oleh Yasar untuk Khadijah.
Di sinilah  kaum  Orientalis  dan  misi-misi  penginjil  itu
kemudian   berteriak   keras-keras:  Lihat!  Muhammad  sudah
berubah. Tadinya, ketika ia masih di Mekah sebagai  pengajar
yang   hidup   sederhana,   yang   dapat  menahan  diri  dan
mengajarkan tauhid, sangat  menjauhi  nafsu  hidup  duniawi,
sekarang  ia  sudah  menjadi  orang yang diburu syahwat, air
liurnya mengalir bila melihat wanita. Tidak cukup tiga orang
isteri  saja  dalam  rumah, bahkan ia kawin lagi dengan tiga
orang wanita seperti yang disebutkan di  atas.  Sesudah  itu
mengawini  tiga  orang  wanita  lagi,  selain Raihana. Tidak
cukup kawin dengan wanita-wanita yang tidak bersuami, bahkan
ia  jatuh  cinta  kepada Zainab bt. Jahsy yang masih terikat
sebagai isteri Zaid b. Haritha bekas budaknya. Soalnya tidak
lain karena ia pernah singgah di rumah Zaid ketika ia sedang
tidak ada di tempat  itu,  lalu  ia  disambut  oleh  Zainab.
Tatkala itu ia sedang mengenakan pakaian yang memperlihatkan
kecantikannya,  dan  kecantikan  ini   sangat   mempengaruhi
hatinya. Waktu itu ia berkata "Maha suci Ia yang telah dapat
membalikkan hati manusia!" Kata-kata  ini  diulanginya  lagi
ketika   ia   meninggalkan   tempat  itu.  Zainab  mendengar
kata-kata itu dan ia melihat api  cinta  itu  bersinar  dari
matanya.  Zainab merasa bangga terhadap dirinya dan apa yang
didengarnya itu diberitahukannya kepada Zaid. Langsung waktu
itu  juga Zaid menemui Nabi dan mengatakan bahwa ia bersedia
menceraikannya. Lalu kata Nabi kepadanya:
 
"Jaga  baik-baik  isterimu,  jangan  diceraikan.   Hendaklah
engkau takut kepada Allah."
 
Tetapi  pergaulan  Zainab dengan Zaid sudah tidak baik iagi.
Kemudian ia dicerai.  Muhammad  menahan  diri  tidak  segera
mengawininya  sekalipun  hatinya  gelisah. Ketika itu firman
Tuhan datang:
 
"Ingat, tatkala  engkau  berkata  kepada  orang  yang  telah
diberi  karunia oleh Allah dan engkau pun telah pula berbudi
kepadanya:  Jagalah  baik-baik  isterimu.  Hendaklah  engkau
takut  kepada  Allah.  Dan  engkau menyembunyikan sesuatu di
dalam hatimu apa yang oleh Tuhan sudah  diterangkan.  Engkau
takut  kepada  manusia,  padahal seharusnya Allah yang lebih
patut  kautakuti.  Maka  setelah  Zaid  meluluskan  kehendak
wanita  itu,  Kami  kawinkan dia dengan engkau, supaya kelak
tidak menjadi alangan bagi orang-orang beriman kawin  dengan
(bekas)  isteri-isteri  anak-anak  angkat  mereka,  bilamana
kehendak  mereka  (wanita-wanita)  itu   sudah   diluluskan.
Perintah Allah itu mesti dilaksanakan." (Qur'an, 33:37)
 
Ketika  itulah wanita itu dikawininya. Dengan perkawinan ini
semarak cinta berahi dan api  asmaranya  yang  menyala-nyala
dapat  dipadamkan.  Nabi  apa itu!? Bagaimana ia membenarkan
hal  itu  buat  dirinya  sedang  buat  orang  lain   tidak?!
Bagaimana  ia tidak tunduk kepada undang-undang yang katanya
diturunkan Tuhan  kepadanya?!  Bagaimana  pula  "harem"  ini
diciptakan,  yang  mengingatkan  orang  pada  raja-raja yang
hidup mewah-mewah, bukan  pada  para  nabi  yang  saleh  dan
memperbaiki  kehidupan  umat?! Selanjutnya bagaimana pula ia
menyerah kepada kekuasaan  cinta  dalam  hubungannya  dengan
Zainab  sehingga  ia  menghubungi Zaid bekas budaknya supaya
menceraikannya, kemudian ia tampil mengawininya! Hal semacam
ini  pada  zaman jahiliah dilarang, tapi nabinya orang Islam
ini membolehkan, karena mau menuruti kehendak nafsunya,  mau
memenuhi dorongan cintanya.
         
Bilamana  kaum  Orientalis  dan  para  misi penginjil bicara
mengenai masalah ini dalam  sejarah  Muhammad,  maka  mereka
membiarkan  khayal  mereka itu bebas tak terkendalikan lagi;
sehingga ada diantara mereka itu yang menggambarkan Zainab -
ketika terlihat oleh Nabi - dalam keadaan setengah telanjang
atau hampir telanjang, dengan rambutnya yang  hitam  panjang
lepas  terurai sampai menjamah tubuhnya yang lembut gemulai,
yang akan dapat menterjemahkan  segala  arti  cinta  berahi.
Yang  lain  lagi  menyebutkan, bahwa ketika ia membuka pintu
rumah Zaid, angin menghembus menguakkan tabir kamar  Zainab.
Ketika  itu  ia  sedang  telentang  di  tempat  tidur dengan
mengenakan baju tidur. Pemandangan ini  sangat  menggetarkan
jantung  laki-laki  yang gila perempuan dengan kecantikannya
itu. Ia menyembunyikan perasaan hatinya meskipun  sebenarnya
ia tidak dapat tahan lama demikian!
 
Gambaran  yang  diciptakan  oleh  khayal demikian itu banyak
sekali.  Akan  kita  jumpai  ini  dalam  karya-karya   Muir,
Dermenghem,  Washington  Irving, Lammens dan yang lain, baik
mereka ini para Orientalis  atau  misi-misi  penginjil.  Dan
yang   sungguh   disayangkan   lagi   karena  dalam  membuat
cerita-cerita itu, semua mereka memang  mengambil  sumbernya
dari  kitab-kitab  sejarah  Nabi dan tidak sedikit pula dari
hadis. Kemudian dengan apa yang mereka gambarkan itu, mereka
membangun  istana-istana  gading  dari khayal mereka sendiri
tentang Muhammad serta  hubungannya  dengan  wanita.  Alasan
mereka  ialah  karena isterinya banyak, yang sampai sembilan
orang menurut pendapat yang lebih tepat, atau lebih dari itu
menurut sumber-sumber lain.
         
Sebenarnya  dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka
itu dengan ucapan: Anggaplah semua itu benar, tetapi  dengan
itu   apa  pula  kiranya  yang  akan  dapat  mendiskreditkan
kebesaran   Muhammad   atau   kenabian   dan   kerasulannya.
Undang-undang  yang biasanya berlaku pada umum, tidak mempan
terhadap orang-orang besar, lebih-lebih terhadap para  rasul
dan nabi. Bukankah ketika Musa a.s. melihat perselisihan dua
orang, yang  seorang  dari  golongannya  sendiri,  dan  yang
seorang lagi dari pihak musuhnya, ditinjunya orang yang dari
pihak musuh itu hingga menemui ajalnya,  padahal  pembunuhan
demikian  itu  dilarang, baik dalam perang atau pun setengah
perang? Ini berarti melanggar undang-undang. Jadi Musa tidak
tunduk  kepada  undang-undang,  tapi  juga tidak berarti ini
dapat mendiskreditkan  kenabian  atau  kerasulannya,  bahkan
mengurangi  kebesarannyapun  juga  tidak. Dan dalam hal Isa,
dalam menyalahi undang-undang lebih besar lagi dari  masalah
Muhammad,  dari  para  nabi  dan  para  rasul  semuanya. Dan
soalnya tidak hanya  terbatas  pada  besarnya  kekuatan  dan
keinginan  saja, bahkan kelahiran dan kehidupannya pun sudah
melanggar undang-undang dan kodrat alam. Di  hadapan  ibunya
malaikat  muncul  sebagai  manusia  yang sempurna, yang akan
mengantarkan seorang anak yang suci bersih kepadanya. Wanita
itu  keheranan,  sambil berkata: "Bagaimana aku akan beroleh
seorang putera, padahal aku belum disentuh seorang  manusia,
juga  aku  bukan  seorang  pelacur." Malaikat berkata, bahwa
Tuhan menghendaki  supaya  ia  menjadi  pertanda  bagi  umat
manusia.
 
Setelah terasa sakit hendak melahirkan, ia berkata: "Aduhai,
coba sebelum  ini  aku  mati  saja,  maka  aku  akan  hilang
dilupakan orang." Lalu datang suara memanggilnya dari bawah:
"Jangan berdukacita, Tuhan telah mengalirkan  sebatang  anak
sungai  di  bawahmu." Dibawanya anak itu kepada keluarganya.
Mereka pun berkata: "Maryam, engkau datang membawa  masalah
besar.  Dalam  buaiannya  itu  (usia semuda itu) Isa berkata
kepada mereka: "Aku adalah hamba Allah É" dan seterusnya.
 
Betapapun orang-orang Yahudi menolak  semua  ini,  dan  oleh
mereka  Isa  dinasabkan  kepada  Yusuf an-Najjar (Yusuf anak
Heli), sebagian sarjana semacam Renan  sampai  sekarang  pun
memang  menganggapnya  demikian.  Kebesaran Isa, kenabiannya
dan kerasulannya serta penyimpangannya dari hukum dan kodrat
alam  adalah  suatu  pertanda  mujizat Tuhan kepadanya. Tapi
anehnya, misi-misi penginjil Kristen itu minta orang  supaya
percaya kepada hal-hal yang di luar hukum alam mengenai diri
Yesus,  sementara  mengenai  diri  Muhammad   mereka   sudah
menjatuhkan  hukuman  sendiri. Padahal apa yang dilakukannya
tidak  seberapa  dan  tidak  lebih  karena  Muhammad  memang
terlalu  tinggi  untuk  dapat  tunduk  kepada  undang-undang
masyarakat  yang  berlaku  terhadap  setiap   orang   besar,
terhadap  raja-raja,  kepala-kepala negara yang pada umumnya
sudah didahului oleh undang-undang  dasar  sehingga  membuat
mereka tak dapat diganggu-gugat.
         
Sebenarnya  dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka
itu dengan jawaban yang sudah tentu akan  menjatuhkan  semua
argumen  misi-misi penginjil dan orang-orang Orientalis yang
juga mau ikut cara-cara mereka itu.  Tetapi  dalam  hal  ini
kita   lalu  memperkosa  sejarah  dan  memperkosa  kebesaran
Muhammad dan kerasulannya. Dia bukanlah orang  seperti  yang
mereka  gambarkan:  orang  yang  pikirannya dipengaruhi oleh
hawa nafsu. Tak ada isterinya  itu  yang  dikawininya  hanya
karena  ia  terdorong  oleh  syahwat atau nafsu berahi saja.
Kalaupun  ada  beberapa  penulis  Muslim  pada   zaman-zaman
tertentu   dengan   sesuka   hati   berkata   demikian   dan
mengemukakan alasan itu kepada lawan-lawan Islam dengan niat
baik,  soalnya  ialah  karena  tradisi  yang  berlaku  telah
membawa  mereka  kepada  pengertian  materi.  Mereka   ingin
menggambarkan Muhammad itu besar dalam segalanya, juga besar
dalam  kehidupan  hawa  nafsu.   Sudah   tentu   ini   suatu
penggambaran  yang salah sama sekali. Sejarah hidup Muhammad
sama sekali  tak  dapat  menerima  ini,  dan  seluruh  hidup
pribadinya pun dengan sendirinya sudah menolak.
         
Ia  kawin  dengan  Khadijah  dalam usia duapuluh tiga tahun,
usia muda-remaja, dengan perawakan yang indah dan paras muka
yang begitu tampan, gagah dan tegap. Namun sungguhpun begitu
Khadijah adalah tetap isteri satu-satunya,  selama  duapuluh
delapan  tahun,  sampai  melampaui usia limapuluhan. Padahal
masalah poligami ialah masalah yang umum sekali di  kalangan
masyarakat Arab waktu itu. Di samping itu Muhammad pun bebas
kawin dengan Khadijah atau dengan yang lain,  dalam  hal  ia
dengan  isterinya  tidak  beroleh anak laki-laki yang hidup,
sedang anak perempuan pada waktu itu dikubur hidup-hidup dan
yang  dapat  dianggap  sebagai  keturunan pengganti hanyalah
anak laki-laki.
                                            
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
  oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
  diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah

Minggu, 11 Maret 2012

Sejarah Hidup Muhammad (34)

SEMENTARA  peristiwa-peristiwa  dalam dua bagian di atas itu
terjadi, Muhammad kawin dengan Zainab bt. Khuzaima, kemudian
kawin  dengan  Umm  Salama  bt.  Abi  Umayya  bin'l-Mughira,
selanjutnya kawin  lagi  dengan  Zainab  bt.  Jahsy  setelah
dicerai  oleh  Zaid  b.  Haritha.  Zaid  inilah  yang  telah
diangkat  sebagai  anak  oleh  Muhammad  setelah  dibebaskan
sebagai  budak sejak ia dibelikan oleh Yasar untuk Khadijah.
Di sinilah  kaum  Orientalis  dan  misi-misi  penginjil  itu
kemudian   berteriak   keras-keras:  Lihat!  Muhammad  sudah
berubah. Tadinya, ketika ia masih di Mekah sebagai  pengajar
yang   hidup   sederhana,   yang   dapat  menahan  diri  dan
mengajarkan tauhid, sangat  menjauhi  nafsu  hidup  duniawi,
sekarang  ia  sudah  menjadi  orang yang diburu syahwat, air
liurnya mengalir bila melihat wanita. Tidak cukup tiga orang
isteri  saja  dalam  rumah, bahkan ia kawin lagi dengan tiga
orang wanita seperti yang disebutkan di  atas.  Sesudah  itu
mengawini  tiga  orang  wanita  lagi,  selain Raihana. Tidak
cukup kawin dengan wanita-wanita yang tidak bersuami, bahkan
ia  jatuh  cinta  kepada Zainab bt. Jahsy yang masih terikat
sebagai isteri Zaid b. Haritha bekas budaknya. Soalnya tidak
lain karena ia pernah singgah di rumah Zaid ketika ia sedang
tidak ada di tempat  itu,  lalu  ia  disambut  oleh  Zainab.
Tatkala itu ia sedang mengenakan pakaian yang memperlihatkan
kecantikannya,  dan  kecantikan  ini   sangat   mempengaruhi
hatinya. Waktu itu ia berkata "Maha suci Ia yang telah dapat
membalikkan hati manusia!" Kata-kata  ini  diulanginya  lagi
ketika   ia   meninggalkan   tempat  itu.  Zainab  mendengar
kata-kata itu dan ia melihat api  cinta  itu  bersinar  dari
matanya.  Zainab merasa bangga terhadap dirinya dan apa yang
didengarnya itu diberitahukannya kepada Zaid. Langsung waktu
itu  juga Zaid menemui Nabi dan mengatakan bahwa ia bersedia
menceraikannya. Lalu kata Nabi kepadanya:
 
"Jaga  baik-baik  isterimu,  jangan  diceraikan.   Hendaklah
engkau takut kepada Allah."
 
Tetapi  pergaulan  Zainab dengan Zaid sudah tidak baik iagi.
Kemudian ia dicerai.  Muhammad  menahan  diri  tidak  segera
mengawininya  sekalipun  hatinya  gelisah. Ketika itu firman
Tuhan datang:
 
"Ingat, tatkala  engkau  berkata  kepada  orang  yang  telah
diberi  karunia oleh Allah dan engkau pun telah pula berbudi
kepadanya:  Jagalah  baik-baik  isterimu.  Hendaklah  engkau
takut  kepada  Allah.  Dan  engkau menyembunyikan sesuatu di
dalam hatimu apa yang oleh Tuhan sudah  diterangkan.  Engkau
takut  kepada  manusia,  padahal seharusnya Allah yang lebih
patut  kautakuti.  Maka  setelah  Zaid  meluluskan  kehendak
wanita  itu,  Kami  kawinkan dia dengan engkau, supaya kelak
tidak menjadi alangan bagi orang-orang beriman kawin  dengan
(bekas)  isteri-isteri  anak-anak  angkat  mereka,  bilamana
kehendak  mereka  (wanita-wanita)  itu   sudah   diluluskan.
Perintah Allah itu mesti dilaksanakan." (Qur'an, 33:37)
 
Ketika  itulah wanita itu dikawininya. Dengan perkawinan ini
semarak cinta berahi dan api  asmaranya  yang  menyala-nyala
dapat  dipadamkan.  Nabi  apa itu!? Bagaimana ia membenarkan
hal  itu  buat  dirinya  sedang  buat  orang  lain   tidak?!
Bagaimana  ia tidak tunduk kepada undang-undang yang katanya
diturunkan Tuhan  kepadanya?!  Bagaimana  pula  "harem"  ini
diciptakan,  yang  mengingatkan  orang  pada  raja-raja yang
hidup mewah-mewah, bukan  pada  para  nabi  yang  saleh  dan
memperbaiki  kehidupan  umat?! Selanjutnya bagaimana pula ia
menyerah kepada kekuasaan  cinta  dalam  hubungannya  dengan
Zainab  sehingga  ia  menghubungi Zaid bekas budaknya supaya
menceraikannya, kemudian ia tampil mengawininya! Hal semacam
ini  pada  zaman jahiliah dilarang, tapi nabinya orang Islam
ini membolehkan, karena mau menuruti kehendak nafsunya,  mau
memenuhi dorongan cintanya.
         
Bilamana  kaum  Orientalis  dan  para  misi penginjil bicara
mengenai masalah ini dalam  sejarah  Muhammad,  maka  mereka
membiarkan  khayal  mereka itu bebas tak terkendalikan lagi;
sehingga ada diantara mereka itu yang menggambarkan Zainab -
ketika terlihat oleh Nabi - dalam keadaan setengah telanjang
atau hampir telanjang, dengan rambutnya yang  hitam  panjang
lepas  terurai sampai menjamah tubuhnya yang lembut gemulai,
yang akan dapat menterjemahkan  segala  arti  cinta  berahi.
Yang  lain  lagi  menyebutkan, bahwa ketika ia membuka pintu
rumah Zaid, angin menghembus menguakkan tabir kamar  Zainab.
Ketika  itu  ia  sedang  telentang  di  tempat  tidur dengan
mengenakan baju tidur. Pemandangan ini  sangat  menggetarkan
jantung  laki-laki  yang gila perempuan dengan kecantikannya
itu. Ia menyembunyikan perasaan hatinya meskipun  sebenarnya
ia tidak dapat tahan lama demikian!
 
Gambaran  yang  diciptakan  oleh  khayal demikian itu banyak
sekali.  Akan  kita  jumpai  ini  dalam  karya-karya   Muir,
Dermenghem,  Washington  Irving, Lammens dan yang lain, baik
mereka ini para Orientalis  atau  misi-misi  penginjil.  Dan
yang   sungguh   disayangkan   lagi   karena  dalam  membuat
cerita-cerita itu, semua mereka memang  mengambil  sumbernya
dari  kitab-kitab  sejarah  Nabi dan tidak sedikit pula dari
hadis. Kemudian dengan apa yang mereka gambarkan itu, mereka
membangun  istana-istana  gading  dari khayal mereka sendiri
tentang Muhammad serta  hubungannya  dengan  wanita.  Alasan
mereka  ialah  karena isterinya banyak, yang sampai sembilan
orang menurut pendapat yang lebih tepat, atau lebih dari itu
menurut sumber-sumber lain.
         
Sebenarnya  dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka
itu dengan ucapan: Anggaplah semua itu benar, tetapi  dengan
itu   apa  pula  kiranya  yang  akan  dapat  mendiskreditkan
kebesaran   Muhammad   atau   kenabian   dan   kerasulannya.
Undang-undang  yang biasanya berlaku pada umum, tidak mempan
terhadap orang-orang besar, lebih-lebih terhadap para  rasul
dan nabi. Bukankah ketika Musa a.s. melihat perselisihan dua
orang, yang  seorang  dari  golongannya  sendiri,  dan  yang
seorang lagi dari pihak musuhnya, ditinjunya orang yang dari
pihak musuh itu hingga menemui ajalnya,  padahal  pembunuhan
demikian  itu  dilarang, baik dalam perang atau pun setengah
perang? Ini berarti melanggar undang-undang. Jadi Musa tidak
tunduk  kepada  undang-undang,  tapi  juga tidak berarti ini
dapat mendiskreditkan  kenabian  atau  kerasulannya,  bahkan
mengurangi  kebesarannyapun  juga  tidak. Dan dalam hal Isa,
dalam menyalahi undang-undang lebih besar lagi dari  masalah
Muhammad,  dari  para  nabi  dan  para  rasul  semuanya. Dan
soalnya tidak hanya  terbatas  pada  besarnya  kekuatan  dan
keinginan  saja, bahkan kelahiran dan kehidupannya pun sudah
melanggar undang-undang dan kodrat alam. Di  hadapan  ibunya
malaikat  muncul  sebagai  manusia  yang sempurna, yang akan
mengantarkan seorang anak yang suci bersih kepadanya. Wanita
itu  keheranan,  sambil berkata: "Bagaimana aku akan beroleh
seorang putera, padahal aku belum disentuh seorang  manusia,
juga  aku  bukan  seorang  pelacur." Malaikat berkata, bahwa
Tuhan menghendaki  supaya  ia  menjadi  pertanda  bagi  umat
manusia.
 
Setelah terasa sakit hendak melahirkan, ia berkata: "Aduhai,
coba sebelum  ini  aku  mati  saja,  maka  aku  akan  hilang
dilupakan orang." Lalu datang suara memanggilnya dari bawah:
"Jangan berdukacita, Tuhan telah mengalirkan  sebatang  anak
sungai  di  bawahmu." Dibawanya anak itu kepada keluarganya.
Mereka pun berkata: "Maryam, engkau datang membawa  masalah
besar.  Dalam  buaiannya  itu  (usia semuda itu) Isa berkata
kepada mereka: "Aku adalah hamba Allah É" dan seterusnya.
 
Betapapun orang-orang Yahudi menolak  semua  ini,  dan  oleh
mereka  Isa  dinasabkan  kepada  Yusuf an-Najjar (Yusuf anak
Heli), sebagian sarjana semacam Renan  sampai  sekarang  pun
memang  menganggapnya  demikian.  Kebesaran Isa, kenabiannya
dan kerasulannya serta penyimpangannya dari hukum dan kodrat
alam  adalah  suatu  pertanda  mujizat Tuhan kepadanya. Tapi
anehnya, misi-misi penginjil Kristen itu minta orang  supaya
percaya kepada hal-hal yang di luar hukum alam mengenai diri
Yesus,  sementara  mengenai  diri  Muhammad   mereka   sudah
menjatuhkan  hukuman  sendiri. Padahal apa yang dilakukannya
tidak  seberapa  dan  tidak  lebih  karena  Muhammad  memang
terlalu  tinggi  untuk  dapat  tunduk  kepada  undang-undang
masyarakat  yang  berlaku  terhadap  setiap   orang   besar,
terhadap  raja-raja,  kepala-kepala negara yang pada umumnya
sudah didahului oleh undang-undang  dasar  sehingga  membuat
mereka tak dapat diganggu-gugat.
         
Sebenarnya  dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka
itu dengan jawaban yang sudah tentu akan  menjatuhkan  semua
argumen  misi-misi penginjil dan orang-orang Orientalis yang
juga mau ikut cara-cara mereka itu.  Tetapi  dalam  hal  ini
kita   lalu  memperkosa  sejarah  dan  memperkosa  kebesaran
Muhammad dan kerasulannya. Dia bukanlah orang  seperti  yang
mereka  gambarkan:  orang  yang  pikirannya dipengaruhi oleh
hawa nafsu. Tak ada isterinya  itu  yang  dikawininya  hanya
karena  ia  terdorong  oleh  syahwat atau nafsu berahi saja.
Kalaupun  ada  beberapa  penulis  Muslim  pada   zaman-zaman
tertentu   dengan   sesuka   hati   berkata   demikian   dan
mengemukakan alasan itu kepada lawan-lawan Islam dengan niat
baik,  soalnya  ialah  karena  tradisi  yang  berlaku  telah
membawa  mereka  kepada  pengertian  materi.  Mereka   ingin
menggambarkan Muhammad itu besar dalam segalanya, juga besar
dalam  kehidupan  hawa  nafsu.   Sudah   tentu   ini   suatu
penggambaran  yang salah sama sekali. Sejarah hidup Muhammad
sama sekali  tak  dapat  menerima  ini,  dan  seluruh  hidup
pribadinya pun dengan sendirinya sudah menolak.
         
Ia  kawin  dengan  Khadijah  dalam usia duapuluh tiga tahun,
usia muda-remaja, dengan perawakan yang indah dan paras muka
yang begitu tampan, gagah dan tegap. Namun sungguhpun begitu
Khadijah adalah tetap isteri satu-satunya,  selama  duapuluh
delapan  tahun,  sampai  melampaui usia limapuluhan. Padahal
masalah poligami ialah masalah yang umum sekali di  kalangan
masyarakat Arab waktu itu. Di samping itu Muhammad pun bebas
kawin dengan Khadijah atau dengan yang lain,  dalam  hal  ia
dengan  isterinya  tidak  beroleh anak laki-laki yang hidup,
sedang anak perempuan pada waktu itu dikubur hidup-hidup dan
yang  dapat  dianggap  sebagai  keturunan pengganti hanyalah
anak laki-laki.
                                            
S E J A R A H    H I D U P    M U H A M M A D
  oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
  diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah
 

Thinkmii Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez