SEMENTARA peristiwa-peristiwa dalam dua bagian di atas itu
terjadi, Muhammad kawin dengan Zainab bt. Khuzaima, kemudian
kawin dengan Umm Salama bt. Abi Umayya bin'l-Mughira,
selanjutnya kawin lagi dengan Zainab bt. Jahsy setelah
dicerai oleh Zaid b. Haritha. Zaid inilah yang telah
diangkat sebagai anak oleh Muhammad setelah dibebaskan
sebagai budak sejak ia dibelikan oleh Yasar untuk Khadijah.
Di sinilah kaum Orientalis dan misi-misi penginjil itu
kemudian berteriak keras-keras: Lihat! Muhammad sudah
berubah. Tadinya, ketika ia masih di Mekah sebagai pengajar
yang hidup sederhana, yang dapat menahan diri dan
mengajarkan tauhid, sangat menjauhi nafsu hidup duniawi,
sekarang ia sudah menjadi orang yang diburu syahwat, air
liurnya mengalir bila melihat wanita. Tidak cukup tiga orang
isteri saja dalam rumah, bahkan ia kawin lagi dengan tiga
orang wanita seperti yang disebutkan di atas. Sesudah itu
mengawini tiga orang wanita lagi, selain Raihana. Tidak
cukup kawin dengan wanita-wanita yang tidak bersuami, bahkan
ia jatuh cinta kepada Zainab bt. Jahsy yang masih terikat
sebagai isteri Zaid b. Haritha bekas budaknya. Soalnya tidak
lain karena ia pernah singgah di rumah Zaid ketika ia sedang
tidak ada di tempat itu, lalu ia disambut oleh Zainab.
Tatkala itu ia sedang mengenakan pakaian yang memperlihatkan
kecantikannya, dan kecantikan ini sangat mempengaruhi
hatinya. Waktu itu ia berkata "Maha suci Ia yang telah dapat
membalikkan hati manusia!" Kata-kata ini diulanginya lagi
ketika ia meninggalkan tempat itu. Zainab mendengar
kata-kata itu dan ia melihat api cinta itu bersinar dari
matanya. Zainab merasa bangga terhadap dirinya dan apa yang
didengarnya itu diberitahukannya kepada Zaid. Langsung waktu
itu juga Zaid menemui Nabi dan mengatakan bahwa ia bersedia
menceraikannya. Lalu kata Nabi kepadanya:
"Jaga baik-baik isterimu, jangan diceraikan. Hendaklah
engkau takut kepada Allah."
Tetapi pergaulan Zainab dengan Zaid sudah tidak baik iagi.
Kemudian ia dicerai. Muhammad menahan diri tidak segera
mengawininya sekalipun hatinya gelisah. Ketika itu firman
Tuhan datang:
"Ingat, tatkala engkau berkata kepada orang yang telah
diberi karunia oleh Allah dan engkau pun telah pula berbudi
kepadanya: Jagalah baik-baik isterimu. Hendaklah engkau
takut kepada Allah. Dan engkau menyembunyikan sesuatu di
dalam hatimu apa yang oleh Tuhan sudah diterangkan. Engkau
takut kepada manusia, padahal seharusnya Allah yang lebih
patut kautakuti. Maka setelah Zaid meluluskan kehendak
wanita itu, Kami kawinkan dia dengan engkau, supaya kelak
tidak menjadi alangan bagi orang-orang beriman kawin dengan
(bekas) isteri-isteri anak-anak angkat mereka, bilamana
kehendak mereka (wanita-wanita) itu sudah diluluskan.
Perintah Allah itu mesti dilaksanakan." (Qur'an, 33:37)
Ketika itulah wanita itu dikawininya. Dengan perkawinan ini
semarak cinta berahi dan api asmaranya yang menyala-nyala
dapat dipadamkan. Nabi apa itu!? Bagaimana ia membenarkan
hal itu buat dirinya sedang buat orang lain tidak?!
Bagaimana ia tidak tunduk kepada undang-undang yang katanya
diturunkan Tuhan kepadanya?! Bagaimana pula "harem" ini
diciptakan, yang mengingatkan orang pada raja-raja yang
hidup mewah-mewah, bukan pada para nabi yang saleh dan
memperbaiki kehidupan umat?! Selanjutnya bagaimana pula ia
menyerah kepada kekuasaan cinta dalam hubungannya dengan
Zainab sehingga ia menghubungi Zaid bekas budaknya supaya
menceraikannya, kemudian ia tampil mengawininya! Hal semacam
ini pada zaman jahiliah dilarang, tapi nabinya orang Islam
ini membolehkan, karena mau menuruti kehendak nafsunya, mau
memenuhi dorongan cintanya.
Bilamana kaum Orientalis dan para misi penginjil bicara
mengenai masalah ini dalam sejarah Muhammad, maka mereka
membiarkan khayal mereka itu bebas tak terkendalikan lagi;
sehingga ada diantara mereka itu yang menggambarkan Zainab -
ketika terlihat oleh Nabi - dalam keadaan setengah telanjang
atau hampir telanjang, dengan rambutnya yang hitam panjang
lepas terurai sampai menjamah tubuhnya yang lembut gemulai,
yang akan dapat menterjemahkan segala arti cinta berahi.
Yang lain lagi menyebutkan, bahwa ketika ia membuka pintu
rumah Zaid, angin menghembus menguakkan tabir kamar Zainab.
Ketika itu ia sedang telentang di tempat tidur dengan
mengenakan baju tidur. Pemandangan ini sangat menggetarkan
jantung laki-laki yang gila perempuan dengan kecantikannya
itu. Ia menyembunyikan perasaan hatinya meskipun sebenarnya
ia tidak dapat tahan lama demikian!
Gambaran yang diciptakan oleh khayal demikian itu banyak
sekali. Akan kita jumpai ini dalam karya-karya Muir,
Dermenghem, Washington Irving, Lammens dan yang lain, baik
mereka ini para Orientalis atau misi-misi penginjil. Dan
yang sungguh disayangkan lagi karena dalam membuat
cerita-cerita itu, semua mereka memang mengambil sumbernya
dari kitab-kitab sejarah Nabi dan tidak sedikit pula dari
hadis. Kemudian dengan apa yang mereka gambarkan itu, mereka
membangun istana-istana gading dari khayal mereka sendiri
tentang Muhammad serta hubungannya dengan wanita. Alasan
mereka ialah karena isterinya banyak, yang sampai sembilan
orang menurut pendapat yang lebih tepat, atau lebih dari itu
menurut sumber-sumber lain.
Sebenarnya dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka
itu dengan ucapan: Anggaplah semua itu benar, tetapi dengan
itu apa pula kiranya yang akan dapat mendiskreditkan
kebesaran Muhammad atau kenabian dan kerasulannya.
Undang-undang yang biasanya berlaku pada umum, tidak mempan
terhadap orang-orang besar, lebih-lebih terhadap para rasul
dan nabi. Bukankah ketika Musa a.s. melihat perselisihan dua
orang, yang seorang dari golongannya sendiri, dan yang
seorang lagi dari pihak musuhnya, ditinjunya orang yang dari
pihak musuh itu hingga menemui ajalnya, padahal pembunuhan
demikian itu dilarang, baik dalam perang atau pun setengah
perang? Ini berarti melanggar undang-undang. Jadi Musa tidak
tunduk kepada undang-undang, tapi juga tidak berarti ini
dapat mendiskreditkan kenabian atau kerasulannya, bahkan
mengurangi kebesarannyapun juga tidak. Dan dalam hal Isa,
dalam menyalahi undang-undang lebih besar lagi dari masalah
Muhammad, dari para nabi dan para rasul semuanya. Dan
soalnya tidak hanya terbatas pada besarnya kekuatan dan
keinginan saja, bahkan kelahiran dan kehidupannya pun sudah
melanggar undang-undang dan kodrat alam. Di hadapan ibunya
malaikat muncul sebagai manusia yang sempurna, yang akan
mengantarkan seorang anak yang suci bersih kepadanya. Wanita
itu keheranan, sambil berkata: "Bagaimana aku akan beroleh
seorang putera, padahal aku belum disentuh seorang manusia,
juga aku bukan seorang pelacur." Malaikat berkata, bahwa
Tuhan menghendaki supaya ia menjadi pertanda bagi umat
manusia.
Setelah terasa sakit hendak melahirkan, ia berkata: "Aduhai,
coba sebelum ini aku mati saja, maka aku akan hilang
dilupakan orang." Lalu datang suara memanggilnya dari bawah:
"Jangan berdukacita, Tuhan telah mengalirkan sebatang anak
sungai di bawahmu." Dibawanya anak itu kepada keluarganya.
Mereka pun berkata: "Maryam, engkau datang membawa masalah
besar. Dalam buaiannya itu (usia semuda itu) Isa berkata
kepada mereka: "Aku adalah hamba Allah É" dan seterusnya.
Betapapun orang-orang Yahudi menolak semua ini, dan oleh
mereka Isa dinasabkan kepada Yusuf an-Najjar (Yusuf anak
Heli), sebagian sarjana semacam Renan sampai sekarang pun
memang menganggapnya demikian. Kebesaran Isa, kenabiannya
dan kerasulannya serta penyimpangannya dari hukum dan kodrat
alam adalah suatu pertanda mujizat Tuhan kepadanya. Tapi
anehnya, misi-misi penginjil Kristen itu minta orang supaya
percaya kepada hal-hal yang di luar hukum alam mengenai diri
Yesus, sementara mengenai diri Muhammad mereka sudah
menjatuhkan hukuman sendiri. Padahal apa yang dilakukannya
tidak seberapa dan tidak lebih karena Muhammad memang
terlalu tinggi untuk dapat tunduk kepada undang-undang
masyarakat yang berlaku terhadap setiap orang besar,
terhadap raja-raja, kepala-kepala negara yang pada umumnya
sudah didahului oleh undang-undang dasar sehingga membuat
mereka tak dapat diganggu-gugat.
Sebenarnya dapat saja kita membantah semua kata-kata mereka
itu dengan jawaban yang sudah tentu akan menjatuhkan semua
argumen misi-misi penginjil dan orang-orang Orientalis yang
juga mau ikut cara-cara mereka itu. Tetapi dalam hal ini
kita lalu memperkosa sejarah dan memperkosa kebesaran
Muhammad dan kerasulannya. Dia bukanlah orang seperti yang
mereka gambarkan: orang yang pikirannya dipengaruhi oleh
hawa nafsu. Tak ada isterinya itu yang dikawininya hanya
karena ia terdorong oleh syahwat atau nafsu berahi saja.
Kalaupun ada beberapa penulis Muslim pada zaman-zaman
tertentu dengan sesuka hati berkata demikian dan
mengemukakan alasan itu kepada lawan-lawan Islam dengan niat
baik, soalnya ialah karena tradisi yang berlaku telah
membawa mereka kepada pengertian materi. Mereka ingin
menggambarkan Muhammad itu besar dalam segalanya, juga besar
dalam kehidupan hawa nafsu. Sudah tentu ini suatu
penggambaran yang salah sama sekali. Sejarah hidup Muhammad
sama sekali tak dapat menerima ini, dan seluruh hidup
pribadinya pun dengan sendirinya sudah menolak.
Ia kawin dengan Khadijah dalam usia duapuluh tiga tahun,
usia muda-remaja, dengan perawakan yang indah dan paras muka
yang begitu tampan, gagah dan tegap. Namun sungguhpun begitu
Khadijah adalah tetap isteri satu-satunya, selama duapuluh
delapan tahun, sampai melampaui usia limapuluhan. Padahal
masalah poligami ialah masalah yang umum sekali di kalangan
masyarakat Arab waktu itu. Di samping itu Muhammad pun bebas
kawin dengan Khadijah atau dengan yang lain, dalam hal ia
dengan isterinya tidak beroleh anak laki-laki yang hidup,
sedang anak perempuan pada waktu itu dikubur hidup-hidup dan
yang dapat dianggap sebagai keturunan pengganti hanyalah
anak laki-laki.
|