Al-Barra masuk Islam tatkala masih anak-anak, ketika Nabi SAW belum melak-sanakan hijrah ke Madinah. Makanya, Nabi menolaknya ketika ia mengajukan diri untuk ikut maju dalam Perang Badar dan Perang Uhud. Ya, walau masih kecil, Al-Barra sudah memiliki nyali yang besar dan berjiwa pemberani. Ia baru diizinkan ikut maju dalam perang, yakni dalam Perang Khandaq, setelah dewasa. Perang Khandaq (Perang Parit) terjadi pada tahun ke-5 Hijriyah.
Al-Barra dibesarkan dalam keluarga Azib, yang sudah menjadi sahabat Nabi, sehingga ia terbentuk dalam didikan keislaman yang kuat.
Dalam lima tahun, Al-Barra sempat ikut dalam 15 pertempuran di bawah pimpinan Rasulullah langsung.
Al-Barra dikaruniai umur panjang. Kiprahnya di masa Abu Bakar Shiddiq juga sangat memukau. Di bawah komando khalifah pertama itu, ia ikut bertempur menghadapi kaum murtadin, yang banyak bermunculan sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Ketika itu juga banyak orang mengaku sebagai nabi, sehingga harus diperangi, karena dapat memurtadkan kaum muslimin yang tingkat keimanannya masih labil.
Selanjutnya Al-Barra juga ikut dalam penaklukan Irak dan Syam, yang menjadi bagian imperium Romawi Timur, dengan ibu kotanya Bizantium. Ia pun ikut dalam penaklukan kota Tustur, yang tergolong kota terbesar di wilayah Balukhistan, di bawah komando Abu Musa Al-Asy’ari. Al-Barra juga memimpin perang dalam penaklukan Dasbuti Ar-Razi, sebuah wilayah besar yang mencakup hampir 90 desa.
Kariernya terus meningkat, ia ditunjuk memimpin wilayah Qazwin ketika Al-Mughirah bin Syu’bah menjadi gubernur di Kufah. Penghuni Qazwin tidak melakukan perlawanan sama sekali ketika tentara yang dipimpinnya memasuki kota itu. Mereka mengajak berdamai.
Qazwin memang dijadikan sasaran utama kaum muslimin, karena di sana ada benteng pertahanan yang kokoh. Namun sebelum mencapai Qazwin, tentara yang dipimpin Al-Barra harus melewati Dailam, terus ke kota Abhar, sehingga pertempuran pun tak terelakkan.
Tanpa dinyana, musuh di Dailam minta berdamai dan jaminan keamanan. Tentu saja hal itu diterima oleh Al-Barra. Ditambah lagi, ia masih harus memusatkan perhatiannya kepada Qazwin.
Ketika tiba waktunya untuk menyerang Qazwin, Al-Barra, yang berencana akan mengepung benteng Qazwin, mendapat informasi bahwa penguasa di sana minta bantuan kepada Persia. Rupanya nyali mereka sudah ciut menghadapi pasukan Islam, sehingga ketika bantuan yang diharapkan tidak kunjung datang, meski telah disepakati, dan tentara Islam ternyata telah berada di depan mata, tanpa pikir panjang lagi mereka mengajukan permintaan damai.
Al-Barra menyambut baik permintaan damai itu, karena itu berarti kemenangan dan penghematan tenaga yang sangat berarti. Tugas tentara Islam masih akan terus berdatangan, meski dengan komandan yang berbeda.
Medan pertempuran yang dihadapi kali itu lain sama sekali, yaitu pegunungan dan ngarai yang belum pernah mereka kenal. Namun demikian tentara yang dipimpin Al-Barra mampu menaklukkan wilayah Khabilan dan Zanjan, meski dengan kekerasan.
Setelah itu Al-Barra memutuskan membawa keluarganya menetap di Kufah pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab.
Pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, ia ikut terlibat dalam Perang Jamal dan Perang Shiffin, memerangi kelompok Khawarij, yang membangkang kepada Khalifah.
Al-Barra meriwayatkan 305 hadits Nabi SAW. Ia menerima riwayat dari ayahnya, dari Khalifah Abu Bakar dan Umar, serta dari sahabat senior dan yunior.
Selain kuat imannya, ia juga dikenal amat dermawan, bijak, jujur, dan terpercaya. Ia hidup dalam naungan Islam yang agung.
Walau wafat tidak di medan pertempuran, perjuangan hidupnya meninggalkan keteladanan seorang mujahid yang penuh keberanian.
Semoga Allah meridhai perjuangannya. Amin.